Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

L i m a

Kejutan Takdir – 05

Untukmu, apa pun akan aku lakukan.
Bersamamu, apa pun akan aku upayakan.
Termasuk, merelakan hati untuk ke sekian kalinya dipatahkan lagi, olehmu.

┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈

Di halaman belakang rumah, sebuah kain putih terbentang di atas rerumputan, sebagai alas duduk dua insan berbeda aktivitas itu. Benda-benda langit yang kini menghiasi langit malam, menjadikan candu bagi siapapun yang menatapnya.

Lampu dengan Watt besar yang dipasang menggantung di salah satu tiang, menjadi penerang bagi Bhara dan Vien yang duduk melantai beralaskan kain itu.

Vien dengan seperangkat alat tulisnya, mulai mencari secercah ide untuk ia tuangkan di atas sebuah kertas. Bukanlah sebuah lukisan yang hendak ia tuang untuk mengisi kertas berwarna putih polos itu, melainkan huruf-huruf yang kelak akan berakhir menjadi sebuah cerita.

Di sampingnya, Bhara sibuk dengan laptop yang ia letakkan pada kakinya sebagai alas. Berbeda dengan Vien yang hendak menulis cerita, lelaki itu tengah pusing memikirkan laporan praktikum yang hendak ia buat. Batas akhir pengumpulannya masih seminggu lagi, akan tetapi bukan Bhara namanya jika ia tidak mengerjakan tugas itu sedari awal. Bahkan, sesaat setelah praktikum selesai dilaksanakan, lelaki itu sudah memikirkan judul untuk laporan yang akan ia tulis. Sangat berbanding terbalik dengan teman-temannya yang memilih untuk mendinginkan kepala terlebih dahulu dari tugas tersebut.

Program studi Teknik Kimia cukup meresahkan. Setiap mengadakan praktikum, maka tugas laporan akan datang menyusul. Pernah sekali Bhara dihampiri oleh 5 praktikum berturut-turut dari hari Senin hingga Jumat di minggu yang sama, dan yang membuat stresnya ialah tugas laporan setelahnya. Dosen-dosennya seperti tidak memiliki hati, karena waktu pengerjaan masing-masing laporan hanya diberikan satu minggu saja. Bhara sempat keteteran dan nyaris frustrasi, akibat harus mengerjakan 1 laporan per hari, dengan masing-masing laporan yang memiliki panjang sekitar 20 halaman. Ditambah lagi dengan peraturan bahwa laporan tersebut haruslah tertulis tangan. Tugas yang benar-benar tidak masuk akal.

“Bhar,” panggil Vien, mengacaukan fokus Bhara yang tengah mengetik laporannya. Bhara menoleh, dan menaikkan sebelah alisnya. Sudah menjadi ciri khas Bhara setiap kali tengah fokus pada laporan, maka ia akan sulit mengeluarkan banyak suara.

“Coba kamu lihat cerpen aku. Ada yang bahasanya rancu, gak? Atau, ada komentar lainnya?”

Vien menyodorkan selembar kertas hvs yang tadi ia gunakan untuk menuangkan ide-ide inspiratifnya. Bhara mengambil kertas itu, sedangkan laptop yang ada di pangkuannya, ia pindahkan ke atas kain yang tidak terduduki. Lelaki itu mulai fokus membaca setiap rangkaian kalimat yang ditulis oleh Vien.

Vien tersenyum, mendapati kerutan di kening Bhara. Lelaki itu memang baik, bahkan teramat baik. Vien tahu, bila Bhara tengah sibuk dengan laporannya malam ini. Akan tetapi, lelaki itu tetap menyempatkan waktunya untuk membaca hasil tulisan Vien, dan memberi komentar pada tulisan tersebut. Bhara benar-benar sosok lelaki idamannya.

“Vien, coba kamu lihat paragraf ini. Rasanya agak berbelit bahasanya. Kamu coba perbaiki, ya.”

Vien segera menganggukkan kepalanya, dan mengambil alih kertas itu. Gadis itu membaca ulang kalimat demi kalimat di paragraf yang ditunjuk oleh Bhara.

Benar bahwa kalimat di paragraf itu sedikit berbelit, sehingga banyak terjadi pemborosan kata. Vien mengambil penghapusnya, dan menghapus bagian paragraf itu yang ia tulis dengan pensil. Sesekali gadis itu menggaruk kepalanya, berusaha mengeluarkan ide untuk mengganti kalimat pada paragraf itu.

“Giliran nulis aja kamu lancar, sekalinya kena tugas menggambar sketsa, kamu keteteran. Gimana, sih, Vien?”

Pertanyaan dari Bhara membuat Vien terkekeh kecil. Apa yang dikatakan oleh Bhara itu memang benar. Untuk urusan tulis-menulis cerita, dirinya memang jagonya. Dalam sekejap saja, huruf demi huruf tak bermakna dapat ia rangkai menjadi sebuah cerita pendek, atau puisi. Namun, untuk urusan menggambar sketsa, itu adalah kelemahannya. Gadis itu memang tidak berbakat menggambar.

“Ya, ‘kan, aku sukanya nulis, bukan gambar. Wajar, dong,” jawab Vien, kemudian kembali fokus memikirkan pilihan kata yang cocok ia lampirkan di paragraf tersebut.

“Kalau kamu tau suka nulis, kenapa kamu masuk arsitektur? Kenapa gak masuk prodi sastra Indonesia, atau mungkin prodi lainnya yang berkaitan dengan tulis-menulis?”

Vien menghentikan pergerakan tangannya yang mulai menulis tadi. Gadis itu terdiam, mencoba merenungkan kembali pertanyaan dari Bhara. Gadis itu sedikit flashback pada waktu itu. Waktu dimana gadis itu merasa frustrasi akan pilihan program studi yang akan diambilnya. Gadia itu tersenyum, ketika mengingat alasannya memilih dua program studi yang benar-benar diluar kendalinya.

Di hadapan Vien, layar laptopnya menyala, menampilkan sederetan pilihan program studi yang harus ia pilih. Di dalam otak gadis itu, sudah terpikir dua pilihan yang akan ia pilih. Sastra Indonesia dan Pendidikan Bahasa Indonesia, dua program studi yang sama-sama berkaitan langsung dengan hobi menulis Vien.

Akan tetapi, gadis itu masih ragu untuk memilih kedua program studi tersebut. Ia takut, bila ia nantinya tidak akan mempunyai teman di sana. Berhubung Bhara yang sudah jelas tidak akan memilih dua program studi tersebut.

Vien mengacak rambutnya frustrasi, waktu pengisiannya tersisa 15 menit lagi. Gadis itu menghabiskan masa-masa pendaftaran yang tergolong lama itu untuk memikirkan pilihan tersebut.

Di tengah masa frustrasi Vien, sebuah notifikasi masuk ke dalam ponselnya. Vien segera mengecek notifikasi yang masuk.

My Bhara❤️ send a picture.

Ternyata, Bhara lah yang menyebabkan notifikasi itu muncul. Vien membuka gambar yang dikirim oleh Bhara. Gambar tersebut berisi screenshot layar Bhara yang menunjukkan bahwa ia sudah mendaftar dengan dua program studi yang berbeda.

Tanpa basa-basi, Vien mencontek kedua pilihan itu, dan menuangkannya pada pilihan yang ia ambil. Vien segera menekan tombol oke.

Selamat!

Vienna Devansha telah terdaftar sebagai peserta Ujian Tulis Masuk Universitas Sejuta Mimpi, dengan pilihan program studi :
Pilihan 1 : Arsitektur
Pilihan 2 : Teknik Kimia

Selamat berjuang!

“Vien,” panggil Bhara, menyadarkan Vien dari lamunannya. “Yah, bengong dianya. Kebiasaan banget kalau ditanya suka melamun.”

Vien terkekeh, kemudian menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Ia bingung hendak mengatakan apa. Selama 3 semester yang sudah Vien lalui, ini pertama kalinya Bhara bertanya perihal alasannya memilih program studi tersebut.

“Aku milihnya karena pengen menantang diri aku, Bhar,” jawab Vien pada akhirnya. Ia terpaksa berbohong, daripada ia harus berkata jujur bahwa ia mengambil dua program studi tersebut karena Bhara.

Bhara menganggukkan kepalanya, tanda ia percaya dengan alasan yang diutarakan oleh Vien.

“Tapi, kok, bisa pas, ya? Aku dan kamu, milih dua prodi yang sama, dan letak pilihannya juga sama.”



Bisa-bisanya, milih jurusan kuliah karena ngikut si Bhara, ya, Vien🤣

Buat kalian, jangan seperti Vien, ya. Pilihlah jurusan kuliahmu sesuai dengan bidangmu. Jangan malah ikut-ikutan teman.😆

Sekian part ini, walau kurang dari 1rb kata, gapapa dehh🤣

Jangan lupa tinggalkan bintang di sini yaaa🥰

See u, next part!!💓

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro