D u a P u l u h S a t u
Kejutan Takdir — 21
Aku ikhlas, bila sekalipun aku harus menjagamu dari radius terjauh. Namun, satu hal yang perlu kau ketahui, bahwa cintaku akan terus beredar di sekelilingmu, tanpa pernah bisa kau usir pergi.
┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈
Perubahan itu memang pasti. Mau bagaimanapun kita berusaha menghindar, ia akan tetap terjadi. Sebagai manusia yang akan selalu menghadapi perubahan, satu hal yang harus kita pelajari, ialah bagaimana caranya beradaptasi dengan dunia yang terus berubah. Jangankan dunia luas yang belum kita ketahui semua isinya, bahkan seseorang terdekat kita yang pernah menjadi segalanya pun mempunyai potensi untuk berubah.
Sama seperti halnya perubahan drastis yang dirasakan Vien sekarang ini. Bhara-nya, Bhara sahabatnya yang selalu menjadi segalanya bagi gadis itu, Bhara yang selalu menjadi sandaran gadis itu, kini berubah menjadi Bhara yang asing. Tidak ada lagi Bhara yang mampir ke rumah Vien untuk sekadar mengantarkan martabak, tidak ada lagi Bhara yang membantu Vien mengerjakan tugas, dan tidak ada lagi Bhara yang selalu menghibur kesedihan Vien.
Perubahan yang telah dirasakan dalam jangka waktu seminggu itu berhasil mengubah Vien menjadi keterbalikan dari gadis itu. Vien yang ceria, kini menjadi sedikit pemurung. Vien yang suka makan es krim, beberapa kali menolak ajakan Vai untuk mampir di kedai favoritnya. Vien yang biasanya hobi berceloteh kepada Vai mengenai Bhara, kini lebih banyak diam. Dan, perubahan itu tentunya begitu kentara bagi seorang Vai yang selalu berada di dekat Vien.
Perubahan memang tidak selalu berdampak buruk, tergantung bagaimana cara kita beradaptasi. Namun sepertinya, Vien adalah seseorang yang gagal beradaptasi. Kehidupannya pasca diresmikannya hubungan antara Bhara dan Dara begitu menghancurkan kehidupan gadis itu.
Hari-harinya dipenuhi oleh air mata, meski ia sudah berjanji untuk tak lagi menangis. Ia gagal. Ia mengingkari janjinya kepada Vai. Bahkan, seharusnya sekarang ia tengah berada di kedai es krim dan mentraktir Vai atas pengingkaran janjinya, seperti yang sudah mereka sepakati sebelum-sebelumnya.
Akan tetapi, mana mungkin Vai membiarkan Vien mentraktirnya begitu saja? Walau pada dasarnya, gadis itu yang memang bersalah.
Kadang, Vai merasa lelah. Ia lelah mengingatkan Vien agar tidak menangis lagi. Ia lelah setiap hari harus mengelap air mata itu dengan lembaran demi lembaran tisu yang dalam sekejap habis. Seberapa kuat pun usaha Vai untuk menghibur gadis itu, semakin Vai tersadar.
Bahwa, selamanya, ia tidak akan mampu menggantikan sosok Bhara di hati seorang Vienna Devansha.
Seorang Valderanzo Inggaskara selamanya hanya akan menjadi pemeran kedua setelah Bhasvara Aristide, yang selalu unggul menjadi pemeran utama.
Menjadi pemeran kedua itu tentu tidak mengenakkan. Akan selalu ada rasa ingin mengungguli pemeran utama, guna mendapatkan kesempurnaan peran bersama pemeran perempuannya. Namun, lagi-lagi, selamanya pemeran kedua hanya bisa menjadi pemeran kedua, kecuali bila ia mengganti kisahnya, dan membiarkan dirinya menjadi pemeran utama.
Akankah Vai mampu mengganti kisahnya kalau begitu? Ah, rasa-rasanya tidak mampu. Sempat terbesit untuk lelaki itu mundur mendapatkan hati Vien, sembari menjaga jarak dengan gadis itu guna keselamatan hatinya. Lantas selanjutnya, apa yang malah terjadi? Vai malah semakin jatuh, dan enggan untuk berpaling barang sesaat. Karena, ia sudah pernah menyaksikan betapa hancurnya Vien ketika kehilangan orang terdekatnya. Dan, apa Vai harus sejahat itu? Membiarkan gadis itu terjatuh kembali, hingga enggan bangkit.
Tidak. Vai tidak sejahat itu. Karena, meskipun ia menginginkan lepas dari cinta sepihak itu, ia tidak bisa memungkiri satu kenyataan bahwa ... ia sudah terlanjur jatuh sejatuh-jatuhnya kepada Vien.
🌺🌺🌺
Hari ini sudah hari ke sekian semenjak hari dimana Bhara dan Vien resmi berpacaran. Kedua pasangan muda itu begitu romantis di pandangan orang banyak. Bahkan, tak jarang ada mahasiswi yang membuat sebaris kalimat bak slogan berbunyi, "Bhara-Dara the best couple of the year."
Kalimat itu memang tidak dapat dipungkiri, karena keduanya memang tampak begitu serasi. Seorang Bhara yang memiliki wajah tampan, dan juga Dara dengan paras cantiknya. Ditambah lagi tinggi antara Bhara dan Dara yang berbeda jauh, membuat keduanya tampak menggemaskan ketika berjalan bersama. Apalagi, seorang Bhara yang memiliki kebiasaan mengelus puncak kepala pacarnya itu, menambah sorak penuh histeris datang dari mahasiswi fakultas teknik.
Dan, pemandangan itu harus dilihat oleh Vien setiap harinya, mengingat ia berada di kelas yang sama dengan Dara. Terkadang, Vien berusaha menyumpalkan telinganya dengan earphone agar tak mendengar semua cuitan-cuitan yang ditujukan kepada Bhara dan Dara. Terkadang juga, Vien berusaha mengalihkan pandangannya terhadap bukunya, agar ia tak melihat pemandangan menyakitkan hati itu.
Akan tetapi, Vien tidak bisa memungkiri bahwa kedua indranya itu seolah dengan sengaja bekerja maksimal melihat dan mendengar semua cuitan itu. Yang tentunya membuat gadis itu berakhir menangis dalam diam.
“Vien, aku baru download lagu baru. Coba, deh, kamu dengar. Bawaannya pengen joget-joget sendiri,” ujar Vai menyodorkan earphone miliknya kepada Vien. Hari ini, gadis itu kelupaan membawa earphone-nya.
Vien menggunakan earphone itu di salah sebelah telinganya, berusaha mendengarkan lagu yang dimaksud Vai. Namun, usahanya gagal ketika perbincangan dua insan yang ada di dua baris di depannya itu lebih terdengar kencang daripada suara lagu itu.
“Vai, jadi gini, ya, rasanya mencintai sahabat kita sendiri?” tanya Vien tiba-tiba. Vai yang tadi asyik menyenandungkan lagu yang didengarnya, menoleh.
“Gini gimana maksud kamu?”
Vien menundukkan kepalanya, menampilkan senyuman kecilnya sesaat, sebelum akhirnya senyuman itu kembali meredup saat gadis itu berbicara. “Ya, gak bisa berbuat apa-apa, selain mencintai dalam diam. Kalau kita bilang kita cinta, ya, otomatis kita kehilangan persahabatan kita. Tapi, kalau gak bilang, kita juga bakalan kehilangan dia, karena dia udah jadian sama cewek lain.”
Vai mengangguk paham akan ucapan Vien. Jelas, ia mengerti rasanya mencintai dalam diam, terlebih orang yang kita cintai ialah sahabat kita sendiri. Jelas, ia tahu bagaimana bimbangnya hati, ketika disuruh memilih untuk mempertahankan persahabatan, atau memperjuangkan perasaan. Karena, Vai juga berada di posisi itu.
“Vien, jelas sakit, sih, kalau yang namanya mencintai dalam diam. Saat kita ngelihat dia sama orang lain, ya, kita gak bisa apa-apa, selain menahan perihnya. Saat dia lagi bahagia sama orang lain, ya, kita cuma bisa ikut seneng diam-diam. Tapi, itu risiko mencintai dalam diam, Vien,” ujar Vai. “Cuma, satu hal yang perlu kamu tahu, seseorang yang mencintai dalam diam itu lebih tangguh dari mereka yang mencintai terang-terangan. Karena apa? Karena risikonya besar ketika kita mencintai dalam diam. Risiko apa? Ya, hanya orang-orang yang tangguh itu yang bisa memahaminya. Dan, kamu jelas tahu risiko apa itu. Iya, kan?”
Vien terdiam sejenak, sebelum akhirnya ia mengangguk. Jelas, risiko terbesarnya, seperti yang Vien rasakan saat ini.
Rasa perih ketika mengetahui seseorang yang kita cintai, justru mencintai orang lain, karena mereka tidak pernah tahu perihal rasa kita.
“Tapi, Vai, apa semua rasa yang terselubung dalam diam gak pantas mendapat balasannya?”
Vai menggeleng. “Gak semua. Kadang, ada juga yang mendapat balasannya.”
“Lalu, rasa aku gak pantas gitu, ya, dibalas?”
Vai kembali menggeleng. “Vien, nggak setiap rasa, berhak untuk diizinkan berkembang. Kadang, dia cuma berhak untuk dibiarkan tumbuh. Ya, cuma sekadar tumbuh, tapi nggak berkembang jadi besar. Kamu paham, kan? Artinya, ada kalanya kita cuma diizinkan untuk punya perasaan sama seseorang. Tapi nggak untuk hal lebih.”
Sama seperti halnya perasaan Vien yang tidak pantas untuk ditumbuh-kembangkan kepada Bhara. Begitu pula, Vai dalam kasus ini.
“Kenapa bisa gitu? Kenapa gak semua rasa pantas untuk ditinggikan? Paling nggak, ya, dibalas aja gitu.”
“Vien, satu hal yang perlu kamu tahu, level tertinggi mencintai bukanlah menemani raganya, namun menemani malamnya dengan doa.”
•
•
•
Hola, aku update lagi, setelah hampir seminggu gak update, hehe✨
Bagaimana kabar kalian hari ini? Semoga selalu baik-baik aja, ya.
Tetap semangat menjalani puasanya yang tinggal beberapa hari lagi🥰🥰
See u, next part!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro