D u a P u l u h
Kejutan Takdir — 20
Bahkan, untuk sejenak saja pikiranku enggan melepasmu. Apalagi hatiku yang sudah kau beri sentuhan kecil bernama harapan? Rasa-rasanya, aku butuh seabad untuk mampu menyentuh kata lupa.
┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈
Setelah mencuci wajahnya, Vien keluar dari toilet dengan keadaan matanya yang sembap. Sebenarnya, Vien cukup malu untuk melangkahkan kakinya di koridor kelas dengan keadaan seperti ini. Namun, dengan adanya Vai di sebelahnya, gadis itu jadi sedikit percaya diri. Apalagi, sedari tadi, Vai mengajaknya bercengkrama sembari melempar candaan yang menurut Vien itu cukup garing.
Tapi, tak apa ... setidaknya, Vien terhibur.
Kedua insan berbeda gender itu berbelok menuju lorong kelas. Mereka hampir saja didahului oleh bu Anita yang menjadi dosen pengajar mata kuliah berikutnya— jika saja tadi mereka sedikit berleha.
Kursi mereka yang berada di tepi jendela masih kosong, seperti jam sebelumnya. Setidaknya, berada di tepi jendela sedikit menguntungkan bagi Vien. Gadis itu jadi punya alasan untuk memandang keluar, dibanding harus memandang ke ruangan kelas, dan mendapati pasangan yang baru resmi berpacaran itu tengah berbincang.
Namun, tetap saja, bagaimanapun Vien mencoba mengalihkan pandangannya, tatapan gadis itu dengan Bhara juga akan bertemu. Seperti sekarang ini, ketika Vien dan Vai hendak berjalan ke kursi mereka, yang tentunya harus melewati barisan pertama yang dihuni oleh Bhara, Dara, dan 3 orang lainnya. Mau tak mau, pandangan Vien harus menyatu dengan Bhara tatkala lelaki itu memalingkan wajahnya dari Dara sejenak.
Vien rindu lelaki itu. Tatapannya, suaranya, candaannya, wangi parfumnya, dan semua tentang lelaki itu.
Padahal, baru hari ini ia mendengar berita lelaki itu jadian. Akan tetapi, semua berjalan seolah-olah sudah lama Vien dibuat merana akan nasib percintaannya.
Sekali lagi, jika berbicara perihal rasa, maka tak akan ada orang yang memiliki ketegaran yang sempurna. Setegar-tegarnya seseorang, tentunya akan mengalami yang namanya kepatahan hati.
Vien mendaratkan tubuhnya di kursi sebelah Vai, seiring dengan bu Anita yang masuk ke dalam kelas.
Vien menghela napasnya. Setidaknya, untuk beberapa waktu ke depan, ia harus bisa fokus mencerna setiap penjelasan yang masuk dari dosennya.
🌺🌺🌺
“Vien, langsung pulang?” tanya Vai, yang kemudian mendapat anggukan dari Vien.
“Mau makan dulu es krim dulu, gak?” tawar Vai, membuat Vien lantas terdiam.
Biasanya, tawaran itu dilontarkan oleh Bhara. Biasanya, ketika pulang dari kampus, Bhara akan menahannya pulang ke rumah terlebih dahulu, dan membawanya ke kedai es krim favorit mereka.
Biasanya, ... namun bukan selamanya.
“Boleh, deh, Vai.” Jawaban akhir yang dipilih oleh Vien setelah beradu dalam pikirannya.
Vai tersenyum, kemudian berjalan disusul Vien ke parkiran. Setelahnya, mereka berangkat menuju kedai yang letaknya tak jauh dari kampus. Hanya butuh waktu lima menit untuk mereka sampai ke kedai dengan interior yang nyaman serta hangat itu.
Kedai Es Krim Favoritmu! Itulah nama kedai es krim yang dikunjungi oleh Vai dan Vien sekarang. Kedai yang letaknya berada di perempatan jalan Kenanga itu kini ramai akan pengunjung, yang rata-rata berstatus sebagai mahasiswa. Tak heran bila kedai ini begitu ramai, dikarenakan interior ruangannya benar-benar cocok untuk dijadikan sekadar spot foto.
Perpaduan batu bata bermerah yang dipadukan dengan meja dan kursi jati berwarna coklat tua, benar-benar sepadan. Ditambah lagi, warna hijau dari tanaman hias yang disimpan di atas meja sebagai pelengkap. Ah, jangan lupakan juga beberapa hiasan dinding yang menghidupkan suasana di kedai ini. Kedai ini adalah kedai es krim ter-estetik yang pernah ditemui Vien, sehingga gadis itu menjadikannya tempat favoritnya bersama Bhara.
Ah, lagi-lagi memori indah bersama lelaki itu kembali terkenang. Biasanya, Vien dan Bhara akan memilih duduk di baris ketiga dari pintu masuk utama, mengingat di meja tersebutlah mereka langsung dihadapkan dengan sebuah jendela yang menampilkan pemandangan jalan raya. Ya, itu ialah tempat favorit mereka. Jika saja meja itu sudah terisi penuh, maka mereka akan dengan sangat tidak ikhlas, berpindah ke meja yang lain.
Tapi, sekarang, Vien justru sangat menghindari meja itu, sekalipun meja itu masih kosong.
“Vai, duduk sana aja, yuk,” ajak Vien, sembari menunjuk meja baris ke lima yang juga masih kosong.
“Yang di situ aja, langsung ngadep ke jendela, posisi bagus kayaknya.” Posisi bagus yang Vai maksudkan ialah meja pada baris ketiga, yang nahasnya Vien hindari.
“Nggak, Vai. Yang di sana aja. Kalau kamu tetap mau di sana, kamu aja sendiri yang duduk.” Vien menghentak-hentakkan kakinya, sembari mendaratkan tubuhnya dan langsung menaruh totebag nya di meja baris kelima.
“Loh, Vien, kok ngambek gitu? Kalau kamu gak nyaman di meja itu, gak pa-pa, bilang aja. Aku gak bakalan maksa, kok,” tutur Vai lembut berusaha memberi penjelasan.
“Maaf, Vai,” cicit Vien, “Aku cuma gak mau duduk di meja itu, karena ... itu meja yang biasanya aku dan Bhara pakai.”
Vai mengangguk, ternyata ini alasan mengapa Vien begitu menolak ketika Vai menawarkan meja tersebut.
“Vai, kenapa semuanya berubah kayak gini? Apa ini semua ada kaitannya?”
“Vien, sebelum kamu lanjut cerita, ada baiknya kita pesen es krim dulu. Aku pesenin kamu es krim coklat, ya?”
“Vai, aku kan sukanya vanila, bukan coklat.”
“Iya, aku tau, Vien. Cuma, kamu kan lagi dalam mood yang kurang baik hari ini, jadi dengan coklat, mana tahu itu dapat memperbaiki mood kamu.”
Vien menggeleng, lantas tertawa kecil. “Vai, mana ada, sih, coklat bisa memperbaiki mood.”
“Vien. Berdasarkan penelitian coklat mampu merangsang produksi endorfin di otak kita. Endorfin sendiri adalah bahan kimia yang dapat menciptakan rasa senang. Selain itu, adanya kandungan serotonin dan antidepresan yang ada di coklat itu sendiri dipercaya dapat meningkatkan mood seseorang. Ya, walaupun es krim coklat itu ibaratnya udah gak seutuhnya mengandung itu semua, setidaknya masih ada kandungan bahan-bahan kimia itu yang dapat memperbaiki mood kamu. Percaya, deh, sama aku.”
Vien akhirnya pasrah ketika Vai memerankannya es krim berperisa coklat. Setelah memesan, Vai kembali ke meja, dan meminta Vien melanjutkan ucapannya yang tadi sempat terhenti akibat memesan es krim.
“Tadi kata kamu, semua ini berkaitan. Maksudnya? Saling berkaitan apa Vien?”
Vien lalu menjelaskan semua yang kini bersarang di otaknya. Perihal Bhara yang saat itu tiba-tiba bersikap manis kepadanya saat makan es krim, dan bermain voli. Perihal dirinya yang melihat Dara memberikan Bhara air mineral. Perihal Bhara yang tiba-tiba hilang kabar saat mengikuti lomba, dan semuanya yang benar-benar mengganjal pikiran Vien.
“Vai, baru sehari Bhara jadian, tapi aku ngerasa aku kehilangan dia, Vai. Aku gak siap kehilangan Bhara.”
Nyaris saja gadis itu kembali menitiskan air matanya, jika tidak ditahan.
“Udah ceritanya?” tanya Vai pelan-pelan, memastikan bahwa gadis itu telah selesai bercerita, dan waktunya Vai memberi pengertian kepada gadis itu.
“Vien, kehilangan itu adalah salah satu proses dari kehidupan. Mau bagaimanapun kita menghindar dari yang namanya kehilangan, gak akan bisa. Karena, inilah proses kehidupan, dimana kehilangan akan menjadi tahap paling dasar bagi pendewasaan diri. Yang perlu kita tanamkan cuma satu, menangisi kehilangan memang boleh. Tapi, tidak boleh terlalu berlebihan, Vien.”
Penjelasan Vai membuat Vien tersadar. Ia tidak boleh terus terlarut dalam berita mengenai kehilangan. Lagipula, Bhara cuma berpacaran dengan Dara. Bhara tidak mungkin melupakan, apalagi meninggalkan Vien yang notabenenya sahabatnya sedari kecil. Mungkin, waktu bagi mereka akan berkurang, tapi berkurang tidak selalu berakhir dengan kehilangan seutuhnya kan?
“Vien, sekarang masih hari ulang tahun kamu, seharusnya kamu itu senang, bukannya malah galau-galau gini. Udah, ya, galaunya? Sekarang, ayo, tunjukin senyum termanis kamu untuk hari spesial kamu.” Vai melebarkan lengkung bibirnya dengan jarinya, berusaha membuat gadis di hadapannya itu tersenyum. Dan, berhasil! Hari itu, di detik itu pula, senyuman Vien kembali mengembang sempurna seperti sedia kala.
Diam-diam, dalam relung terdalam hatinya, ada sebuah harap yang masih dipertahankan Vien untuk segera terlaksana.
Harapan bahwa Bhara masih ingat untuk mengucapkan selamat ulang tahun kepada gadis itu.
🌺🌺🌺
Saat ini, dua insan yang tengah dimabuk cinta itu berada di sebuah kafe ternama di kota mereka. Hitung-hitung, mengisi waktu luang guna mempererat hubungan yang baru seumur satu hari itu. Entahlah pantas dibilang kencan atau tidak, mengingat pakaian yang mereka gunakan masihlah pakaian formal khas mahasiswa.
“Astaga, Dar!” Suara itu memecahkan keheningan di kala mereka asyik menyicip cemilan kecil yang baru mereka pesan. Dara yang baru saja berniat menyendokkan sesendok cheese cake ke mulutnya, segera mengurungkan niatnya.
“Ada apa, Sayang? Kok kayak kaget gitu?”
“Aku lupa, Dar. Hari ini ulang tahunnya Vien. Aku belum ucapin dia happy birthday, duh, kok aku bisa lupa, sih.” Bhara segera mengambil ponselnya dari dalam ranselnya. Ketika lelaki itu hendak menekan tombol power, Dara terlebih dahulu memegang tangan lelaki itu, guna menghentikan aktivitas Bhara.
“Sayang, itu cheese cake nya dimakan dulu. Ucapinnya nanti aja, barengan sama aku, soalnya aku juga belum ucapin.”
“Nanti aku kelupaan lagi, Dar. Udah, bentar aja, ya.”
Dara yang merasa omongannya tidak dihiraukan, segera mengambil ponsel Bhara. “Sayang, makan dulu. Nanti aku ingatin, kok. Ya?”
Bhara akhirnya pasrah, kemudian menyendokkan cheese cake itu ke dalam mulutnya.
“Chesse cake kamu beda, ya, sama punya aku? Mau coba, dong,” ujar Dara, yang membuat Bhara mendorong piring kecil yang menyimpan chesse cake nya kepada gadis itu. “Suapin, dong, Sayang. Biar romantis.”
Bhara terkekeh kecil. Pacarnya itu benar-benar manja. Bhara mengambil potongan kecil chesse cake miliknya, kemudian menyuapi gadis yang kini berstatus sebagai pacarnya, Daraya Devanie.
Giliran Dara yang kini menyuapi Bhara, dengan cheese cake miliknya. Selalu seperti itu, bergiliran.
Hingga, Bhara benar-benar dibuat lengah, dan lupa mengucapkan sebaris lantunan doa bagi seseorang.
•
•
•
Huaaa, gak nyangka Kejutan Takdir udah part 20 aja🤧🤧
Gimana gimana? Sejauh ini, kamu paling suka sama karakter siapa?
Bisik-bisik, yuk, sini😗
Btw, jangan lupa tinggalin jejakmu, yaa!! 💋💋
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro