Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

D u a B e l a s

Kejutan Takdir - 12

Ternyata begini rasanya, perih akibat diterjang lautan rindu, sakit akibat dihadang pemandangan penuh kemesraan— antara kamu, dan dirinya.

┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈

"Apa-apaan, nih?" tanya Bhara penuh emosi, tatkala mendapatkan sebuah tinjuan mendarat di rahang kokohnya. Ia menatap Vai yang sepertinya lebih emosi daripadanya, namun masalahnya sekarang, Bhara tak merasa pernah berbuat salah pada Vai.

"Lo masih bisa tanya apaan? Lo gak nyadar, apa yang udah lo lakuin, Cowok berengsek?" hardik Vai, dengan nada yang tinggi. Lelaki itu sudah tidak lagi peduli akan dirinya yang kini menjadi pusat perhatian. Yang jelas, ia harus memberikan pelajaran pada lelaki berengsek yang telah memarahi gadisnya.

"Sumpah, gue masih gak paham. Gue gak berbuat salah sama lo, trus lo tonjok gue. Ditambah, lo bilang gue gak sadar? Apaan, sih? Lo lagi drama?"

"Lo kata gue lagi drama? Sekarang gue tanya sama lo. Apa yang udah lo lakuin sama Vien sampai dia nangis?"

Bhara mengerutkan keningnya. Vien menangis? Apa itu karena ulahnya memarahi gadis itu tadi?

"Vien nangis? Karena apa?" Bhara mencoba memastikan, bahwa tangisan Vien tidak disebabkan olehnya. Akan tetapi, melihat wajah Vai yang semakin menggeram, lelaki itu dapat menyimpulkan bahwa tangisan milik Vien memang disebabkan olehnya.

Vai mengacuhkan pertanyaan Bhara, yang lebih cocok disebut sebagai pernyataan itu. Lelaki itu memberikan tinjuan kedua yang mendarat di rahang sebelah kanan Bhara. "Ini buat lo yang udah buat Vien nangis."

Tinjuan ketiga. "Ini buat lo yang udah pura-pura gak ngerasa bersalah."

Tinjuan keempat. "Ini buat lo, cowok berengsek yang bisa-bisanya marahin cewek."

Tinjuan selanjutnya datang. Namun, bukan dari Vai, melainkan dari Bhara. Lelaki itu menghajar Vai, membuat lelaki itu sedikit terhuyung ke belakang sebagai refleks. Vai berusaha kembali seimbang, hendak mendaratkan tinjuan lagi pada Bhara, namun terlambat. Suara histeris dari seorang gadis yang bercampur dengan isak tangis itu mengacaukan fokus Vai.

"Stop! Jangan berantem," teriak Vien, yang langsung berlari, memposisikan dirinya di antara Bhara dan Vai. Gadis itu memeluk tubuh Bhara, mengingat tangan Vai yang masih terkepal sempurna di udara.

"Kalian kenapa berantem, sih?" tanya Vien. Bahunya naik turun, berusaha menetralkan tangisnya. "Kalian juga, kenapa pada diam aja pas Bhara dan Vai berantem?" Mata gadis itu menatap tajam orang-orang di sekitarnya, yang hanya bisa menjadi penonton, tanpa mencoba melerai.

"Dia yang duluan, Vien. Dia datang-datang main nonjok aja," ujar Bhara, yang membuat fokus Vien teralihkan pada luka lebam yang ada di rahang lelaki itu.

"Aku gak bakalan nyerang duluan, kalau dia gak buat kamu nangis, Vien." Vai mencoba membela dirinya.

Vien tidak menjawab. Gadis itu mengelus sebentar rahang Bhara yang dipenuhi lebam itu, kemudian meminta lelaki itu menunggu sebentar. Vien menarik tangan Vai, menjauh dari Bhara. Vien membawa lelaki itu hingga ke depan sebuah kelas yang sudah sepi akan mahasiswa. Gadis itu menatap Vai dengan tatapan yang seolah meminta penjelasan.

"Maaf." Hanya satu kata yang dapat terlontar dari mulut Vai. Sisanya, lelaki itu memilih bungkam. Ia tahu, pasti Vien kecewa dengan dirinya. Vai tahu, Vien membenci lelaki yang hobi bermain kekerasan. Namun, seandainya Vien tahu, ia terpaksa melakukan semua ini, agar Bhara tak kembali semena-mena terhadap Vien, dan membuatnya menangis. Sungguh, Vai membenci setiap bulir air mata yang keluar dari sudut kanan pelipis gadis itu.

"Cuma maaf?" Vien bersidekap dada. Gadis itu tengah menampakkan raut kecewanya, dan Vai jelas paham dengan kekecewaan gadis itu.

"Maaf, Vien. Aku gak bermaksud buat berlaku kekerasan sama Bhara. Aku cuma—"

"Tapi, nyatanya kamu udah ngelakuin tindak kekerasan, Vai."

"Maaf, Vien."

"Jangan maaf terus Vai. Kamu tahu, gak? Kamu udah buat anak orang mukanya lebam-lebam gitu. Trus sekarang, kamu minta maaf doang? Kamu gak menyesali perbuatan kamu?"

"Tapi, Bhara juga—"

"Kamu mau bilang, Bhara juga ninju kamu? Iya, kan?" cecar Vien. "Wajar Bhara gitu. Karena kamu duluan."

Sudut bibir Vai yang sedikit mengeluarkan darah akibat tinjuan Bhara yang tepat sasaran itu tidak sama sekali membuat lelaki itu meringis. Namun, entah mengapa, hanya dengan Vien membela Bhara terus-terusan, dan memojoki dirinya seperti ini, membuat hati Vai meringis.

Ia iri pada Bhara, yang selalu mendapat pembelaan di mata Vien, sedangkan dirinya tidak.

"Aku tahu, Vai." Nada bicara gadis itu melembut. "Aku tahu, kamu marah sama Bhara karena dia udah marahin aku, dan buat aku nangis. Tapi, itu gak berarti kamu harus ninju dia, Vai."

"Sebenarnya, Bhara itu gak salah. Justru aku yang salah. Mungkin, aku terlalu berekspektasi agar Bhara selalu ke rumahku, nemenin aku belajar, bantu aku nugas, dan lain sebagainya. Sedangkan realitanya, Bhara juga seorang mahasiswa kayak aku, yang dunianya gak hanya aku aja. Dunia Bhara juga tentang diri dia sendiri, tentang keluarganya, dan kuliahnya. Tapi, selama ini, seolah-olah aku memaksa Bhara buat di sisi aku terus."

Vai tak lagi bisa berkutik mendengar ucapan Vien. Gadis itu benar-benar ajaib. Baru saja ia mendengar tangisan gadis itu mengetuk rungunya, namun sekarang, gadis itu membuatnya takjub dengan kedewasaannya.

"Vien, aku minta maaf. Aku tahu, aku salah, dan aku nyesal udah ninju Bhara. Kamu mau kan maafin aku?"

Vien menggeleng. "Jangan minta maaf sama aku, minta maaf sama Bhara. Kan, yang kamu tinju itu Bhara, bukan aku."

Vai hendak menolak permintaan Vien. Bagaimana bisa ia meminta maaf kepada Bhara, setelah ia menyebabkan lebam di wajah lelaki itu? Ditambah lagi, sejujurnya di relung hati Vai, ia masih cukup emosi dengan Bhara. Mau bagaimanapun, entah itu karena harapan Vien yang terlampau besar, atau apapun itu, Bhara tetap salah. Ia sudah berani memarahi Vien, yang notabenenya hanya bertanya— tidak bermaksud memaksa agar lelaki itu stay di sisinya.

"Eits, jangan nolak." Vien menaruh telunjuknya tepat di bibir Vai yang hendak terbuka, mengeluarkan suara. "Sekarang, kamu ikut aku, minta maaf sama Bhara. Gak ada penolakan!" tegas Vien, yang membuat lelaki di hadapannya tidak berkutik.

Tidak. Vai bukannya terpaku pada ketegasan Vien. Namun, gadis itu sepertinya baru saja mengalirkan energi listrik ke tubuh lelaki itu, lewat jemari mungilnya. Vai nyaris mati, tersetrum oleh rasa cintanya kepada Vien- yang tak akan pernah terbalas.

🌺🌺🌺

"Vai, aku gak mau tahu, nanti kamu harus minta maaf sama Bhara yang ikhlas. Jangan terpaksa. Jangan mentang-mentang aku yang minta kamu minta maaf sama Bhara, trus kamu kesannya terpaksa. Bisa, kan?"

Vai hanya mengangguk, mendengar celotehan panjang gadis itu. Sejak kejadian setruman cinta itu, di sepanjang koridor, Vai lebih banyak diam, membiarkan Vien yang berceloteh tiada lelah.

"Vai, kamu bisu, ya? Kok cuma ngangguk?"

Vai menggeleng.

"Is, kamu, nih. Aku ajakin ngomong, ya, jawab pakai suara. Jangan cuma geleng, ngangguk doang kayak orang bisu."

"Iya, Vien," jawab Vai pasrah. Vien tidak lagi menanggapi lelaki itu. Mereka berbelok ke sebelah kiri, dan mencari Bhara yang sepertinya masih di sekitar sana.

"Nah, itu Bhara, kamu cepetan min—" Ucapan gadis terputus, tatkala melihat Bhara yang kini tengah bersama dengan gadis lain. Vien tidak dapat mengetahui siapa gadis itu, karena posisi gadis itu yang membelakanginya.

Tapi, yang jelas, gadis itu tampak begitu perhatian pada Bhara. Bahkan, gadis itu membantu Bhara menyeka lebamnya dengan kain basah. Mereka terlihat begitu ... serasi.

"Vai, minta maafnya ntar aja. Bhara lagi diobatin, tuh."

Di saat itu juga, ada dua hati yang sama-sama dikecewakan. Yang pertama, hati seorang gadis yang harus melihat orang yang ia kagumi bersama dengan orang lain. Yang kedua, ialah hati seorang lelaki yang hancur melihat raut kesedihan kembali hadir di wajah gadis yang ia kagumi— untuk ke sekian kalinya, setelah berulang kali ia berusaha menjaga senyum itu selalu terbit.




Nyesek, ya, Vien💔

Give ur comment, here👇🏻

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro