Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

D u a

Kejutan Takdir - 02

Ketika seseorang telah jatuh cinta, maka sejuta keburukan orang yang dicintainya akan sirna karena sebuah kebaikannya. Begitulah, keajaiban menyihir setiap orang yang terkena virus bernama "cinta".

┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈

Kantin fakultas teknik tampak begitu padat siang ini. Semua sudut di ruangan itu terpenuhi, hingga meja yang biasanya hanya muat untuk 6 orang terpaksa dipadatkan menjadi 10 orang per meja. Hari ini adalah hari Senin, dimana sudah menjadi rutinitas bagi mahasiswa dan mahasiswi fakultas teknik dari berbagai prodi untuk berkerumun membentuk satu kumpulan di kantin itu.

Jika biasanya, ada mahasiswi yang lebih memilih makan di luar kantin, maka hari Senin adalah pengecualian. Hal yang membedakan antara Senin dengan hari yang lainnya adalah makanannya. Anak-anak fakultas teknik menyebut hari Senin sebagai Korean day. Dimana pada hari itu, semua menu makanan Indonesia diganti menjadi serba Korea. Ada japchae yang sekilas mirip seperti bihun goreng yang sering kita makan. Ada bibimbap yang merupakan nasi campur khas Korea. Ada juga ramyeon, tteokbokki, kimchi, kimbap, dan makanan khas korea lainnya. Sungguh makanan yang begitu menggugah selera.

Namun sepertinya, seporsi japchae yang ada di depan Vien tidak lagi terlihat menggugah selera. Buktinya, gadis yang kini mengenakan kemeja berwarna biru tua itu sedari tadi mengabaikan japchae miliknya. Gadis itu lebih memilih memusatkan pandangannya pada seseorang yang tengah tertawa begitu lepas di antara kepadatan kantin. Untungnya, Vien pandai mencari posisi yang strategis, karena meski berjarak kurang lebih 3 meter, Vien masih dapat melihat wajah berseri orang tersebut tanpa terhalang sesuatu apa pun.

"Vien, itu makanannya keburu dingin, tuh. Kamu gak lapar apa?"

Daraya Devanie, atau Dara, satu-satunya teman perempuan Vien di kampus menegur gadis itu. Bibimbap yang menjadi pilihan Dara untuk dihabiskan di waktu makan siang saja sudah nyaris tersapu bersih. Sedangkan Vien? Ia bahkan belum menyentuh makanannya sedikitpun. Japchae-nya masih utuh seperti semula.

Vien masih terdiam, tidak membalas pertanyaan Dara. Gadis itu masih terfokus pada seseorang itu. Karena penasaran akan apa yang dilihat oleh Vien, Dara mengikuti arah pandangan gadis itu, hingga akhirnya Dara mendapatkan alasan yang kuat.

"Oh, itu alasannya, sampai lupa makan." Dara menjentikkan jarinya di hadapan Vien, membuat gadis itu sontak tersadar dari lamunannya. "Makan tuh japchae-nya, kalau gak mau, bilang. Biar aku habisin."

Vien mengangguk patuh, kemudian mulai memakan japchae-nya. Dara yang melihat Vien mulai memakan japchae-nya tersenyum, karena setidaknya temannya itu sudah mengisi perut kosongnya dengan makanan. Akan tetapi, yang membuat Dara seketika menjadi kesal ialah tatapan gadis itu yang masih berfokus pada seseorang. Dan, seseorang itu ialah Bhara.

"Vien, udah cukup kali ngelototin Bharanya. Bola mata kamu udah hampir keluar tuh."

Vien mencebikkan bibirnya. "Apaan, sih, Dar? Siapa juga yang melototin si Bhara." Vien berusaha membangkitkan nama baiknya. Lagian, mana ada Vien melotot. Ia kan hanya menatap wajah tampan sahabatnya itu.

"Iyain aja, deh. Mending kamu buruan habisin makanan kamu. Habis itu, temenin aku ke perpus, aku mau balikin buku yang kemarin aku pinjam."

Vien menganggukkan kepalanya dua kali sebagai jawaban. Gadis itu dengan perlahan menghabiskan makanannya. Fokus gadis itu terbelah dua, karena ia masih sibuk memandangi Bhara dari jauh. Lelaki itu benar-benar terlihat tampan dari tempat Vien duduk. Ah, Vien lupa, bahwa sahabat nya itu memang tampan. Ralat, sangat tampan. Mau dilihat dari sudut manapun, Bhara itu benar-benar selalu mampu menarik Vien untuk tetap berada pada gravitasi lelaki itu.

"Vien," panggil Dara, untuk menyadarkan temannya itu dari jin Bhara yang sepertinya sudah merasuki jiwa gadis itu.

"Eh, iya, hehe." Sebuah cengiran sukses tercipta di wajah Vien. Dengan langkah yang dipercepat, gadis itu menghabiskan makanannya. Vien sedikit menoleh ke sebelahnya dimana satu per satu teman semejanya sudah beranjak pergi-pertanda telah makan selesai.

"Vien, aku heran deh sama kamu. Kamu itu kan tinggalnya deketan sama Bhara, otomatis kamu sering ketemu sama Bhara. Tapi, kok, rasanya kamu gak cukup ya mandangin Bhara terus? Sampai pas makan aja, masih mandangin itu cowok."

Vien mengunyah habis makanan yang ada di mulutnya, sebelum gadis itu menjawab pertanyaan dari Dara. "Iya, emang, sih. Aku sama Bhara itu selalu ketemuan. Tapi, tetap aja, aku gak bisa berhenti mandangin dia. Ya, gimana, ya, Dar? Pesonanya Bhara itu kuat banget. Dan, aku gak mampu nahan."

Dara menggeleng-gelengkan kepalanya mendengar jawaban Vien yang mungkin sedikit hiperbola. Gadis itu berucap dengan sedemikian antusiasnya, membuat Dara ingin pingsan di tempat saja.

"Bhara itu ibaratnya titisan dewa Hermes yang ganteng. Bhara juga cerdas. Bedanya, kalau dewa Hermes itu dewa penuntun arwah di ceritanya, kalau Bhara itu penuntun kehidupan aku. Aish, kenapa Bhara sempurna banget, sih?"

Dara menepuk jidatnya. Jika ia tega, maka sudah sedari tadi ia akan pergi meninggalkan Vien sendirian di kantin dan membiarkan gadis itu mengoceh hingga ia puas. Akan tetapi, Dara tidaklah setega itu. Vien adalah temannya.

"Tapi, dia juga mirip Dewa Apollo. Ganteng-ganteng, tapi jones." Vien sedikit terkekeh mengakhiri ucapannya barusan.

"Ngaca, Vien. Kamu juga jones," ujar Dara membalas ucapan Vien.

"Hiii, aku gak jones, ya. Aku jomblo ada alasannya, yaitu karena lagi menanti sang pangeran berkuda putih datang buat jemput aku. Cuma, pangerannya gak datang-datang, jadi capek aku nunggunya."

"Pangerannya mana tahu kamu nungguin dia. Makanya buruan akuin ke pangerannya, kalau kamu itu lagi nungguin dia. Si pangeran kan gak pekaan orangnya."

Ucapan Dara membuat Vien terdiam. Benar juga, Bhara adalah tipe lelaki yang tidak peka terhadap sekitar. Pernah sekali, Vien berpura-pura merajuk di depan lelaki itu. Namun, alih-alih mendapat hal manis seperti bujukan. Bhara malah tidak bereaksi apa-apa dan bertindak seperti biasanya.

Lalu, apa itu tandanya, Vien harus memberi kode terhadap Bhara terlebih dahulu?

Namun, lagi-lagi perasaan takut akan risiko dijauhi membuat Vien harus memikirkan ulang niatnya.

🌺🌺🌺

Selain hari Senin yang menyenangkan karena menu di kantin yang begitu menggugah selera, hari ini juga sekaligus menjadi hari yang meresahkan bagi para mahasiswa program studi arsitektur. Atas dasar apalagi, jikalau bukan karena mata kuliah PAB yang diletakkan pada hari ini.

Mata kuliah PAB seolah menjadi momok yang menyeramkan bagi seisi kelas reguler A1 arsitektur. Ketegangan merambat di wajah masing-masing dari mereka. 30 orang yang terdiri dari 17 mahasiswa dan 13 mahasiswi itu tengah menyiapkan mental mereka untuk bertemu dengan Pak Yogi-dosen PAB- yang terkenal akan kegarangannya. Dosen yang kepalanya begitu bersinar karena tidak memiliki rambut itu menjadikan mata kuliah PAB yang sudah meresahkan, menjadi semakin meresahkan.

Pada kelas mata kuliah yang diampu beliau, semua mahasiswa berambut gondrong harus mengikat rambutnya menjadi satu, sama seperti halnya mahasiswi yang ada di kelas. Ditambah lagi, baju yang dipakai haruslah sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh Pak Yogi. Salah satunya ialah kriteria baju yang harus berwarna gelap.

"Vien," panggil seseorang dari arah belakang. Vien menoleh dengan perasaan setengah takut. Takut bila tiba-tiba saja Pak Yogi datang dan menegurnya.

"Kenapa, Vai?" tanya Vien kepada Vai yang duduk tepat di belakang gadis itu.

"Tugas kamu udah selesai?"

"Udah."

"Oh, syukurlah."

Vien kembali fokus pada pandangannya ke depan. Sementara Vai, bernapas lega karena tugas Vien sudah dikerjakan. Ia sedikit takut bila Vien kelupaan mengerjakan tugasnya seperti minggu lalu. Beruntungnya, pada saat itu Pak Yogi sedang berhalangan hadir, sehingga pengumpulan tugasnya ditunda hingga keesokan harinya.

Suasana di dalam kelas semakin menegang, ketika terdengar suara alas kaki yang bertabrakan dengan lantai. Suara yang menjadi soundtrack yang terkesan menyeramkan layaknya di film-film horor.

"Siang semuanya."



Hayoloh, di sini siapa yang berniat masuk arsitektur? Calon-calon arsitek harus punya tekad yang kuat, ya. Jangan sampai kayak si Vien, yang milih jurusan arsitektur karena si Bhara. Hem, gimana ceritanya? Kok bisa Vien ambil jurusan arsitektur karena Bhara?

Penasaran? Nantikan jawabannya di part berikutnya, ya!❤️

Sekarang, jangan lupa klik bintang di pojok bawah dulu, ya, dan berikan komentarmu untuk part ini. Terima kasih❤️

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro