7~Nekat
Sato Keita berupaya membuka pintu tetapi pintu lemari yang tidak terkunci itu seperti ditahan dari dalam. Keinan yang di dalam takut kalau-kalau itu bukan Keita, alih-alih Kolonel Sato, ayah Keita. Sekuat tenaga Keinan menahan pintu lemari dari dalam agar tidak terbuka.
Dengan sekuat tenaga, Keita menarik gagang pintu lemari, membuat yang di dalam ikut terpelanting keluar menabraknya. Keseimbangan Keita rubuh saat Keinan jatuh menimpa dirinya.
Cup.
Bibir mereka bertemu. Bola mata Keinan membulat begitu juga dengan kelopak mata sipit Keita melebar karena terlihat kaget. Keinan buru-buru bangkit dan mengibaskan gaunnya dengan angkuh seperti bukan seorang penyelinap. Keita yang masih berada di lantai menyangga badannya dengan siku tangan kiri dan tangan kanannya mengusap bibir yang semakin memerah karena hantaman keras bibir Keinan.
"Kamu gila! Sudah kuperingatkan jangan ke sini!!" hardik Keita dengan suara tertahan supaya tidak terdengar dari luar. Malam hari membuat suara sekecil apapun bisa terdengar.
"Aku ke sini untuk mengetahui nasib masku, Raka."
"Ssstttt.!!! Jangan kau sebut nama itu atau kita berdua akan celaka!" Mata Keita semakin mendelik. Dia memberi isyarat dengan jari telunjuk di depan bibir tipisnya.
Kita berdua? Apa maksudnya? Kalau aku sudah pasti, pikir Keinan.
"Kumohon ... tolonglah kakakku...." Keinan kembali jongkok karena sedari tadi Keita masih terduduk di lantai.
"Oh, dengan apa kau akan memohon?" ucap Keita sinis dan menegakkan tubuhnya bersandar pada telapak tangan kirinya. Keita mencondongkan wajahnya sangat dekat dengan Keinan, berusaha menyelisik apa yang dipikirkan perempuan itu.
"Apapun. Apa pun akan kuberi bahkan nyawaku ... asal lepaskan masku."
"Apapun?" Keita menyeringai membuat bulu kuduk Keinan berdiri. Wajah mereka yang sangat dekat itu memungkinkan Keinan melihat secara detail wajah Keita.
"Termasuk ini?" lanjut Keita menantang Keinan. Keita mengusap lembut pipi dan bibir Keinan membuat wajah Keinan pucat pasi.
"Sayangnya...," bisik Keita tepat di samping telinga Keinan. Keita terdiam sejenak. Embusan napas dari bibir Keita membelai telinga Keinan. Keinan saat itu begitu ketakutan. "Aku tidak berminat denganmu!!" sergah Keita mendorong jatuh Keinan sampai tersungkur.
Ucapan Keita barusan membuat air matanya berderai. Tangannya mengepal.
Ya ... kalau harus kehilangan semuanya akan kulakukan asal Mas Raka bisa bebas.
Keita memegang rahang Keinan dengan kuat, menariknya sehingga Keinan kesakitan. Lelaki itu memicingkan matanya dengan bengis seraya berbisik, "Aku tidak berminat dengan wanita yang terlihat takut saat kupegang seolah aku adalah monster."
"Bukankah kalian sama saja dengan monster?" desis Keinan, lalu satu tamparan mendarat di pipinya. Mata Keinan nanar. Pipinya terasa panas. Gadis itu hanya bisa mengelus pipi kanannya.
"Kembali ke ruanganmu atau kamu menyesal seumur hidupmu!!" seru Keita.
Keinan berlari keluar menuju pavilliun. Hatinya remuk oleh rasa malu dan murka.
"Cih! Berani benar dia menyebutku monster!!" umpat Keita.
Keinan menyesal dan mengutuk kenekatannya menemui Keita. Dia berpikir Keita malam itu benar-benar akan merenggut kesuciannya namun hal itu tidak terjadi.
"Aku tidak berminat denganmu...."
Kata itu terngiang di kepala Keinan.
"Syukurlah kamu tidak berminat. Aku jauh tidak berminat denganmu!!" gumam Keinan bergolak dipenuhi kemarahan.
Dia memandang bayangan wajahnya di cermin yang memar di pipi kanannya seraya menatap dari ujung kaki dan ujung kepala.
"Besar kepala sekali kamu, Keinan. Kamu itu tidak can- tik, dan berbadan seksi, namun berusaha menggoda seorang tentara berpangkat tinggi." Keinan tersenyum sinis mengingat kebodohannya.
"Setidaknya, dia mempunyai selera yang tinggi dan tidak asal memuaskan nafsunya saja setiap bertemu wanita," gumamnya. "Tapi lihat saja nanti. Kalau ada apa-apa dengan Mas Raka, aku tidak akan memaafkanmu!!"
***
Paginya, Raka dibawa ke Semarang sesuai rencana. Kolonel Sato memastikan semua berjalan lancar dan bergegas menuju Semarang lebih dulu. Sedang Keita ditugasi untuk memimpin jalannya pengiriman tahanan. Keita sudah menunggu di luar gerbang barak sementara Raka dikawal dua serdadu menuju mobil pick up. Raka berjalan pincang karena luka di kakinya yang belum terlalu sembuh.
Mata Keita dan Raka beradu. Pandangan mereka samasama sengit. Serdadu yang mengawal itu memaksa Raka segera naik.
"Ikou (Berangkat)!" perintah Keita.
Mobil berderetan melaju di tanah yang berdebu. Di depan ada dua mobil dan di belakang ada dua mobil. Sesampainya di tepi sebuah hutan mobil tahanan berhenti. Mobil di belakang ikut berhenti dan diiringi baku tembak.
Kejadian itu begitu cepat saat mobil tahanan akhirnya meledak.
Mobil yang Keita kendarai ikut terpental karena dentuman keras dari ledakan. Namun Keita masih bisa selamat. Beberapa anggotanya lari menyelamatkan diri. Tidak berhasil dalam tugas artinya bunuh diri atau siap dibunuh.
Kolonel Sato yang mendengar insiden itu sangat murka. Dia menyalahkan anaknya yang tidak ikut prosedur dengan melakukan penahanan sementara pengiriman tahanan di baraknya.
Kolonel Sato segera pulang mendapati anak sulungnya dengan penuh kemurkaan.
"KEI-CHAN...KEI-CHAN!" Keita yang sedang dirawat lukanya oleh Haru segera berdiri. Kolonel Sato mendobrak pintu kamar dengan berang. Dicengkeramnya kerah baju Keita sehingga dia seperti tercekik.
"Pengawal! Tangkap Letnan Sato!!" Suara Kolonel Sato membahana sampai ke pavilliun.
Keinan sedang bersandar di tempat tidurnya memperhatikan kalung yang diberikan Dewa saat suara itu menguar keras sampai di kamarnya. Gadis itu menegakkan duduknya.
Ketakutan.
Keinan hampir keluar, tetapi ditahan oleh Mbok Parti. Buru-buru Mbok Parti masuk ke kamar Keinan dan mengunci pintunya.
"Kalau ada apa-apa, kamu keluar lewat jalan ini." Mbok Parti menunjukkan sebuah pintu dibawah tempat tidurnya.
"Lorong ini, hanya Tuan Muda Kei yang tahu dan Simbok saja," tambah Mbok Parti.
"Ada apa, Mbok?" Keinan bingung.
"Tuan Muda gagal melaksanakan misinya. Dia ditangkap karena dituduh berkomplot dengan perusuh...."
Mata Keinan membelalak. "Lantas tahanannya?" tanya Keinan ingin tahu nasib Raka.
"Mobil tahanannya meledak dan bisa dipastikan tahanan dan pengawalnya meninggal."
Keinan terduduk lemas.
"Mas Raka! Kurang ajar monster itu!! Aku pastikan dia akan membusuk di tahanan selama-lamanya. "Keinan mengutuki Keita karena telah mencelakakan sang kakak.
Mbok Parti mengintip dari balik tirai jendela kamar. "Nduk, kamu segera keluar!! Lewat lorong itu dan segeralah lari. Mbok takut Mbok akan dibawa juga...." Mbok Parti mendorong Keinan dan membongkar kasur di bawah ranjang kayu yang ternyata adalah jalan rahasia. Keinan setengah hati masuk tetapi derap langkah prajurit semakin mendekat.
Mbok Parti segera menutup pintu rahasia dan membereskan tikar serta kasur di atasnya sehingga jalan rahasia itu tidak terlihat. Pintu diketuk. Mbok Parti membukakan pintu bagi tentara itu.
"Ada apa?" tanya Mbok Parti berusaha tenang.
"Ikuti kami! Anda ditahan!" Mbok Parti hanya bisa pasrah sementara Keinan yang belum lari hanya meringkuk ketakutan dalam perasaan sedih, benci dan terluka.
Suara di atasnya terdengar bising. Keinan menduga bahwa mereka sedang menggeledah isi kamar. Tanpa pikir dua kali Keinan lari menyelamatkan diri mengikuti sepanjang jalan yang pengap dan lembab.
Keinan lari dan terus berlari. Sesekali dirinya jatuh kare- na terantuk batu namun tak dihiraukannya.
Kumohon ... segeralah sampai. Tempat ini terlalu gelap.
Keinan menangis. Isakannya menggaung kencang. Sesekali Keinan menoleh ke belakang walaupun dia tahu dia tidak akan melihat apa-apa karena lorong itu sangat gelap. Sampai akhirnya Keinan berada di ujung lorong. Ditariknya dengan kuat pintu itu sampai terbuka.
Cahaya matahari menyilaukan matanya. Keinan menyibak sulur tanaman yang menyembunyikan pintu tersebut. Tak terasa Keinan berada di sebuah lembah di bawah barak tentara.
Keinan menutup pintunya. Mengembalikan sulur-sulur itu untuk menyamarkan pintu masuk. Keinan berjalan gontai. Luka di lutut dan telapak kakinya karena jatuh dan menginjak kerikil tajam tak dirasakan.
Keinan masih terisak mengingat Raka yang ikut dalam insiden. Membuat Keinan sangat membenci Keita. Monster berwajah manusia yang menghancurkan hidupnya. Keinan melangkah melawan terik dan jalanan yang terasa membara. Peluhnya menetes membasahi wajah. Gaun yang bagus itu tampak lusuh dan koyak di sana-sini. Keinan hilang waspada sampai akhirnya telapak tangan besar membekap mulutnya.
Keinan meronta-ronta minta dilepaskan. Namun orang itu menyeretnya. Keinan menangis mengutuki nasibnya. Sampai akhirnya dia kehabisan tenaga dan pingsan di tanganorang itu.
💕Dee_ane💕💕
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro