11~Berpisah
Up lagi boleh ya malam ini..
Author ngebut bikin cerita ini karena mulai minggu depan sampai juli author mungkin ga bisa banyak buka wp karena banyak kerjaan😭
Tapi sayang kalau yang sudah ada belum ke up..
Jadi lagi-lagi maaf memenuhi notif..
Buat yang belum cukup umur..jangan dilanjutin deh..cukup sampe disini aja..karena author tidak ingin meracuni kalian..
Oya..dukung kisah kei kei dengan baca, vote n komen..
🤧🤧🤧
101
Udara semilir masuk ke dalam kamar itumelalui jendela yang terbuka. Angin membuat tirainya melambai-lambai. Keinanbegitu gembira melihat keadaan Keita membaik dari hari ke hari. Dan hari ini,kedua orang itu fokus dengan apa yang mereka kerjakan tanpa suara. Diammenikmati masa-masa kebersamaan mereka. Keinan sibuk menyulam setelah membantumembalut luka Keita dan memakaikan kaus tipis untuk menutup tubuhnya. SementaraKeita bersandar di ranjangnya membaca sebuah roman tragis abad pertengahankarya William Shakespeare yang berjudul Romeo dan Juliet.
Walaupun mata Keita tertuju pada sebuah halaman di buku tersebut namun, sesekali bola matanya mengerling pada Keinan yang ada di depannya.
Gadis itu bukan tipeku. Gadis pendek berkulit gelap dan kasar. Berbeda dengan gadis Jepang yang anggun, pikir Keita menyugesti diri untuk tidak tertarik pada Keinan.
"Akh!" pekik Keinan.
"Kenapa?" Keita lantas menutup bukunya dan berusaha bangkit dari ranjang untuk melihat apa yang terjadi dengan Keinan.
"Tidak apa-apa. Hanya tertusuk jarum," kata Keinan sa-
mbil menghisap ujung jarinya yang berdarah.
Keita memaksakan diri turun dari ranjang dan berjalan mendekati Keinan. Lama tidak berjalan membuat badannya sempat limbung. Dengan cekatan Keinan menangkap Keita, membantunya berdiri.
"Aku tidak apa-apa," tepis Keita.
"Kalau Tuan Muda jatuh atau ada sesuatu, bisa jadi saya akan dihukum oleh Kolonel Sato, ayah Anda!" sahut Keinan masih memapah Keita. "Dengan anaknya saja seperti itu apalagi dengan saya!"
Jaa, sonna iwake de tsuzukete, boku wa anata ni chikaku naru kara, ucap Keita dalam hati.
Keita duduk di kursi di samping kanan Keinan. Dia mengamati apa yang dilakukan Keinan.
"Bukannya ini sapu tanganku?" Mata sipit itu memicing menyisakan mata yang membentuk garis. Keita mengambil dan mengamati sapu tangan itu
"Iya. Saya pinjam. Saya sulam supaya cantik. Lagipula saya menyulam untuk mengisi waktu, daripada hanya duduk diam dan mengantuk." Keinan meminta kain itu untuk melanjutkan aktivitasnya.
Keinan tampak serius menusukkan dan menarik jarum dengan telaten hingga membentuk setengah pola kelopak.
"Kei, umurmu berapa?" tanya Keita
"Panggil saya Hime, Tuan Muda."
Keita meledak tawanya yang membuat Keinan tersinggung. "Hime ... kamu tahu arti kata Hime?" Keita tidak berhenti tawanya sampai dia harus memegang perutnya.
"Tahu! Hime sama artinya puteri." Keita menganggukangguk sedikit kagum akan pengetahuan Keinan. Padahal Keinan juga baru tahu dari Mbok Parti bahwa Hime dalam Bahasa Jepang adalah seorang putri.
"Tidak cocok namanya untuk gadis sepertimu," sindir Keita. Keinan mencibir.
"Hime. Himeka. Ibu memberitahu saya bahwa artinya bermata emas, sedang Kinanthi adalah lagu yang indah," sanggah Keinan. Matanya masih fokus dengan jarum, benang dan kain.
Tatapan Keinan jauh menerawang ke arah luar jendela di mana dari situ bisa terlihat indahnya pegunungan Ungaran. Keinan teringat akan ibunya. Wanita yang melahirkannya dan mati-matian melindunginya.
Keinan kemudian melantunkan tembang Kinanthi, sebuah tembang mocopat jawa yang sering disenandungkan oleh ibunya. Suara pas-pasan Keinan memenuhi kamar itu. Irama lagu yang tidak pernah masuk di telinga Keita seolah mengusik kalbu hatinya.
"Cukup, jangan teruskan! Bisa pecah gendang telingaku!!" Bibir Keita berucap lain dengan apa yang ada di hatinya.
"Hahaha ... asyik kalau begitu! Suara saya bisa membuat Tuan Muda tuli," goda Keinan.
Saat Keinan hendak membuka mulutnya, Keita mem-
bekap mulut Keinan dengan tangannya, membuat wajah mereka berjarak sangat dekat.
"Diam ... atau kamu akan menyesal," desis Keita.
Mata Keinan tampak terkejut dengan tindakan Keita. Wajah Keita yang dekat itu membuat jantung Keinan serasa ingin lompat keluar dari rongga dadanya.
Bagaimana bisa penjahat ini sangat tampan? Gusti, aku mikir apa? Sadar, sadar ... dia orang Jepang, sementara aku orang Jawa.
Keinan menutup mata menggeleng-gelengkan kepalanya. Keita menghempas kasar wajah Keinan lantas berjalan terhuyung ke kasur. Keita merebahkan dirinya dan berbaring miring membelakangi Keinan. Keinan memandang punggung Keita yang terbaring menghadap tembok.
Lagi-lagi hatinya sakit.
"Suara saya parah sekali ya?" ujar Keinan untuk mencairkan suasana.
Keita tidak menjawab, larut dalam emosinya yang campur aduk. Melihat topik pembicaraannya tidak disambut, akhirnya Keinan memilih diam.
Pukul empat sore, seperti biasa waktunya Keinan untuk menyeka badan Keita. Pekerjaan itu sudah dilakukan setiap hari sampai hari ini, hari keempat. Keinan mengambil dua baskom. Mengisi keduanya dengan air. Dengan tangan kecilnya Kei-nan mengangkat baskom itu meletakkan di atas meja.
Setelah siap, Keinan membangunkan Keita.
"Tuan Muda, diseka dulu badannya ya."
Keita sebenarnya selalu risi bila waktunya menyeka badan.
"Jangan lupa menyeka badannya sehari sekali supaya tidak infeksi. Tapi jangan sampai kena air lukanya." Begitu pesan Sato Riko sebelum berangkat ke Ungaran. Pesan itu selalu diingat oleh Keinan.
"Tuan Muda, ayo diseka dulu." Kali ini suara Keinan lebih keras.
Keita pura-pura tidak mendengar. Keinan jengkel setiap tiba saatnya menyeka selalu Keita mempersulitnya .
"Tuan Muda Keita, ayolah kumohon." Keinan menarik bahu Keita sehingga bisa berbaring dengan terlentang. Sekali tarikan tidak bisa menggerakkannya, dua kali tarikan yang lebih kuat tetap tidak bisa.
Keinan mendengkus kesal.
Ih ... jadi seperti menghadapi bayi raksasa saja. Keinan hanya bisa mengumpat dalam hati.
Keinan memicingkan mata dengan kedua tangannya berkacak pinggang. Bibirnya digigit-gigit sementara alisnya berkerut. Keinan mencari cara membujuk Keita agar bisa menyeka badannya.
Terlintaslah tiba-tiba ide yang akan meruntuhkan pertahanan Keita. Dengan senyuman miring Keinan membungkuk, mendekatkan dirinya ke badan Keita yang sedang berbaring.
"ARRRGGGHHH!!!!!" Keita berteriak dan spontan berbalik memegang tangan kecil yang menggelitiknya. Dengan satu gerakan Keita menarik pergelangan tangan Keinan yang membuat Keinan ambruk di atas dadanya.
Deg ... deg ... deg.
Jantung Keinan berdetak cepat.
Gawat! Kenapa jantungku suaranya keras sekali.
Tangan Keita yang menggenggam tangan Keinan berada di atas dada kiri Keinan membuatnya merasakan setiap degup dan detak jantung gadis itu.Wajah mereka sangat dekat. Mereka saling berpandang dalam diam.
"Aku sudah memperingatkan, kalau macam-macam denganku kamu akan menyesal," desis Keita menyadarkan Keinan. Keinan mendorong Keita namun satu tangan Keita sangat kuat memegang tangannya.
"Lepaskan saya, Tuan...."
"Jangan panggil Tuan Muda. Panggil Kei, sama sepertimu, Kei." Napas Keita berembus di telinga Keinan, membuat hatinya berdesir dan membangkitkan sesuatu yang Keinan sendiri tidak bisa mengerti.
"Kumohon, jangan mempersulit saya," pinta Keinan dengan wajah memelas. Kini dirinya menyesal sudah melakukan ide bodohnya.
"Biarkan, sebentar saja. Aku ingin merasakan detak jantungmu yang cepat." Keinan yang sedari tadi memalingkan mukanya membelakangi Keita sekarang berbalik menoleh menghadap wajah tirus itu.
Keita terkekeh melihat reaksi Keinan. Pipinya merah padam. Sikap Keinan itu membuat dirinya tidak bisa mengendalikan dirinya. Jarak bibirnya dengan bibir Keinan begitu dekat. Sebagai laki-laki walaupun dalam kondisi seperti itu pun hasratnya cukup tergoda.
Tangan kanan Keita merangkul Keinan, mengikis jarak diantara mereka. Telapak tangannya mendekatkan wajah Keinan ke wajahnya. Keinan berontak. Namun tangan Keita begitu kuat merengkuhnya, membuat Keinan berpikir bahwa sebenarnya Keita sudah lebih baik keadaannya. Bola mata Keita menghujam tajam memandang gadis yang sudah ada di pelukannya.
"Aku sudah peringatkan dari awal, jangan macammacam atau kau akan menyesal." Sesudah mengatakan itu, Keita menarik kepala Keinan mengecup lembut bibirnya.
Keinan seperti tersengat aliran listrik dashyat. Kecupan itu membangkitkan gairah terpendamnya. Keita tidak menyianyiakan kesempatan saat Keinan masih terkejut dan melumat setiap inci bibirnya.
Tidak. Ini tidak boleh terjadi.
Namun antara otak, badan dan hatinya tidak bisa berjalan seirama. Nalar Keinan berpikir agar tidak diteruskan namun badannya masih menikmati setiap sentuhan dan lumatan di bibirnya.
Hasrat Keita sudah tidak bisa dibendung lagi. Sudah lama Keita ingin merasakan bibir gadis itu, bahkan kalau perlu menyentuh dan memiliki tubuh serta hati Keinan seutuhnya. Tapi nalar manusianya berkata untuk menahan.
Pipi Keita terasa basah oleh butiran bening yang menetes dari pelupuk mata Keinan dan membuatnya menyudahi apa yang dia buat. Begitu cengkeraman Keita mengendur, Keinan menegakkan tubuhnya serta mendorong Keita. Matanya berkaca-kaca dengan satu tangan mengusap bibir.
Keinan merasa dirinya seperti perempuan yang melacurkan diri. Bukan ini balas budi yang dimaksud.
Ini keliru. Ini salah. Bukan ini yang aku minta.
Keinan menampar pipi kanan Keita. Tamparan yang mendarat itu justru membuat Keita menyunggingkan sudut bibir atas kanannya. Buru-buru dia menegakkan tubuhnya, mencengkeram lengan Keinan, menahan gadis itu untuk beranjak dari ranjangnya.
"Berani sekali kamu menamparku? Bukannya kamu juga menikmatinya?" Seringai Keita nampak di mukanya. Seringai yang sangat dibenci Keinan seperti yang terjadi pada pertemuan kedua mereka.
"Jangan bermimpi," sangkal Keinan.
Keita mendengkus. "Bukankah kamu yang berusaha menggodaku?"
Keinan berusaha mengurai satu persatu jemari Keita. Tangannya gemetar. Keinan meringis. Cengkeraman itu menyakitinya.
"Aku yakin ini ciuman pertamamu," bisik Keita yang kali ini membuat Keinan tidak berkutik.
"Kumohon ... lepaskan aku!!" Keita mendorong keras Keinan hingga Keinan tersungkur ke lantai.
"Pergi dari sini, kalau kamu tidak ingin sesuatu yang le-
bih dari ini terjadi padamu."
Keinan duduk bersimpuh di lantai. Hatinya remuk, seolah hatinya yang dilemparkan oleh Keita saat itu.
"PERGI DARI SINI!! PERGI!!!" Telunjuk Keita mengarah ke pintu masuk kamarnya. Mata sipitnya melotot menegaskan perintah.
Tanpa disuruh untuk kedua kalinya, Keinan bangkit berdiri dan berlari ke luar dari tempat itu. Namun saat membuka pintu,gadis pribumi itu disambut seorang perempuan berbaju kimono.
Plak!
Perempuanitu melayangkan tamparan ke pipi Keinan dan sesudahnya penjaga menyergapnya."Seret perempuan ini ke penjara!"
Baiklah, beralasanlah seperti itu terus supaya aku bisa berdekatan denganmu.
💕Dee_ane💕
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro