46 : Last Part (Crash Landing On You)
WARNING (18+)
(Tidak ada adegan syur, tetapi ada dialog dan kalimat dewasa)
•••
"Ayo..." Pak Shaka mengulurkan tangannya setelah membuka pintu sebuah rumah yang dia pesan untuk kami menghabiskan waktu setelah resmi menjadi suami istri yang sah, lagi.
Dua minggu kepulangan dari Turki, kami mengulang akad di sebuah Masjid dengan sangat sederhana, bahkan aku tak memakai gaun, hanya kebaya sederhana. Namun, khitmadnya masih terasa karena pernikahan kami kali ini tak terikat kontrak dan tentunya ada cinta di antara kami.
Lake Lungern in Obwalden, Swiss. Kalian tahu? Lokasi syuting drama korea Crash Landing On You, aku sering membicarakan tempat itu setelah menonton kepada Nania. Entah bagaimana bisa Pak Shaka mengajakku ke sini untuk bulan madu. Aku senang bukan main, tentu saja.
Namun, begitu sampai di tempat ini. Aku merasa canggung, tanpa ada apa-apa jantungku berdetak kencang tanpa alasan, pipiku panas dan bulu kuduku meremang. Aku tidak percaya bisa menikah lagi dengan Pak Shaka dan sekarang sedang berbulan madu. Bulan madu?! Hal itulah yang membuatku seperti orang gila dalam diamku.
"Hm." Aku menyambut uluran tangan Pak Shaka, dia menarikku untuk masuk ke dalam sebuah rumah lantai dua yang semua sudutnya terbuat dari kayu.
"Kamarnya ada di lantai dua, kamu ke sana aja dulu. Aku mau ambil koper di mobil," katanya dan aku mengangguk.
Hal lain yang berubah adalah panggilan kami, kata 'kau' berubah lembut menjadi 'kamu'. Dia selalu memanggilku 'Sayang' dan aku memanggilnya 'Mas'. Ah, lucu aku dulu sering menyebutnya 'Duda Gila' dan dia tahu itu.
Aku melangkah menanjaki tangga untuk lantai dua, kupikir masih ada ruangana lain ternyata langsung sebuah kamar. Lebih menakjubkan lagi, pemandangan Danau Lungern, persis seperti adegan terakhir Crash Landing On You tapi saat ini sudah gelap, meski begitu tetap indah. Aku jadi curiga kalau Pak Shaka menonton drama itu sebelum mengajakku ke sini.
"Uwaah... bagus banget." Aku melepas jaket dan sling bag, berlari mendekat ke jendela. Padang rumput, Danau Lungern dan suasana pedesaan yang kulihat ini seperti mimpi. Aku tidak percaya bisa melihatnya langsung.
"Kamu suka?"
"Astagfirullahalazim!" pekikku kaget tiba-tiba Pak Shaka sudah ada di depan pintu membawa dua koper. "Ngangetin aja sih!" sewotku.
Pak Shaka terkekeh sambil berjalan meletakkan koper di dekat lemari, "Ini yang ke-enam kalinya aku mendengar kamu beristigfar. Aku suka."
"Enam? Bukannya lima?"
Dia menggeleng sambil mendekat kearahku, "Enam, yang ke-lima waktu kamu nabrak aku di Bandara Phuket."
"Nabrak?" aku mengerutkan kening mencoba mengingat-ingat, tiba-tiba saja ingatanku terburu-buru mengejar pesawat di bandara Phuket melintas sekelebat, aku menabrak seseorang, dia juga membantuku membereskan isi tasku yang tumpah, "Oh, jadi waktu itu... kamu ya, Mas?"
Pak Shaka tersenyum sambil mengangguk.
"Huuh, aku merinding...segitunya takdir kita. Pantes sih, pantes banget waktu itu aku seperti kenal bau parfumnya. Waktu itu aku juga lihat jet pribadimu terparkir. Uwaah... jadi benar kamu di Negara itu juga." Aku mengusap lenganku yang merinding sambil menoleh kembali ke pemandangan Danau Lungern.
"Seperti di film-film aja, hihi." Aku terkikik tidak percaya dengan kebetulan itu.
"Waktu kamu lari setelah kita ketemu di Istana Topkapi itu kenapa?"tanyanya seraya memelukku dari belakang.
Bukannya aku tidak suka dengan perlakuannya hanya saja aku tidak suka dengan reaksi kimia dalam tubuhku, perutku seolah teremas sesuatu yang menggelitik, aku menegang sesaat dan berhenti bernapas sejenak. Meski ini bukan pelukan pertama, tetapi sangat berbeda. Aku bisa merasakan jantungku seolah tersapu badai, berdetak tak keruan.
"Hm?" Dia menjatuhkan dagunya ke pundak kananku.
"Emm—ak—aku lupa," bohongku karena gugup.
"Karena takut gagal move on, ya?"
"Hm? Ka—kata si—siapa, jangan kepedean! Udah, aku mau mandi dulu, gerah." Aku mencoba melepas tangannya yang melingkar di perutku, tetapi dia tidak mau melepaskannya.
"Kenapa gerah? Kan, di sini lagi winter."
"Huh? Emm, udah deh, jangan menggodaku. Aku beneran gerah." Aku berusaha keras melepas lingkaran tangannya.
Dia terkekeh puas menggodaku, "Mandilah, aku tunggu."
Mataku langsung menyipit kearahnya, "Menungguku? Kenapa?"
Pak Shaka mengerutkan keningnya, "Kenapa apanya? Aku juga mau mandi. Di sini kamar mandinya cuma satu." Lalu dia terkekeh, "Mikir apa?"
Aku langsung membeliakkan mata ketahuan sedang berpikir yang lain, "Mikir apa aja terserah aku, bwe!" aku langsung membalikkan badan dan berjalan kearah kamar mandi. Lupa sesuatu, aku kembali membuka pintu kamar mandi dan mendapati Pak Shaka tersenyum sendiri tidak jelas.
Kami saling bertatap, dia mengangkat dagu seolah bertanya, "Apa?". Aku menggeleng berlari mengambil koper dan berjalan masuk lagi ke dalam kamar mandi. Di balik pintu kamar mandi, aku tidak bisa menahan untuk tidak tersenyum. Ah, dasar aku sama –sama gilanya dengan pria itu.
Aku memulai ritual mandi dan setelah itu membuka koper dan terkejut apa yang kulihat dalam koper. Sial, sial, Nania benar-benar membuatku sial! Dia sama sekali tidak memasukan piyama yang kusiapkan, dia hanya memasukan nigthware transparan banyak sekali. Ah, dasar gadis itu mengerjaiku!
Terpaksa, aku memakai nigthware jahanam itu. Haish, kesannya aku mencoba menggoda Pak Shaka dengan pakaian ini. Aku akan membuat perhitungan dengan gadis itu pulang nanti!!!
Aku membuka pintu ragu-ragu, rencanaku setelah keluar mandi aku langsung berlari ke kasur dan tenggelam di selimut setelah itu pura-pura tidur, lagian tubuhku capek sekali setelah melewati perjalanan panjang dari Jakarta ke sini. Begitu knop pintu berputar, aku mengintip terlebih dulu memastikan dia tidak ada di kamar atau sedang melakukan sesuatu dan tak menyadari keberadaanku.
Eh, tidak ada di kamar? Mungkin dia ke bawah mengambil sesuatu, ini kesempatan banget! Tanpa ragu lagi, aku membuka pintu lebar-lebar dan keluar dari kamar mandi.
"Uhuk! Uhuk!"
Aku menoleh ke sumber suara dan mendapati Pak Shaka tersedak minuman yang minum. Dia baru saja masuk kamar.
"Ehem," aku berdeham, "Kenapa? Ada yang salah?" berusaha menutupi rasa malu, aku bernada sewot sembari meliriknya tajam seolah tidak terima dengan reaksinya.
Dia berjalan kearah meja masih dengan terbatuk-batuk, tangannya meletakkan gelas di meja kemudian menghadapku sambil tersenyum, "Maaf, aku hanya tidak siap melihatmu berpakaian seperti itu."
Aku menarik napas panjang kemudian mengembuskan kasar sembari berjalan kearah kasur, "Nania mengerjaiku, piyamaku diganti nightware semua. Jangan mikir yang lain, ya? hm!" aku membuka selimut kemudian menenggelamkan tubuhku di sana.
"Oh," jawabnya, aku mendengar dia berjalan entah kemana, "kalau begitu aku harus berterima kasih kepada Nania. Dia memang sahabat yang pengertian."
"Haish!" aku menyibak selimut dan bangkit dari petiduran, "Apa maksudmu?"
"Aku mau mandi dulu, jangan tidur dulu, ya," katanya seraya masuk ke dalam kamar mandi.
"Bodo, aku mau tidur! Ngantuk! Haish!" aku membanting diri kembali tenggelam di bawah selimut.
Pikiranku kemana-mana. Ah, sial. Apa aku kunci saja dia kamar mandi? Haish, diakan suamiku sekarang. Suami sah! Sah tanpa kontrak! Ah, menyebalkan. Tetapi, lucu juga Tuhan memberi kejadian ini, dulu aku pernah menolak nightware yang dia belikan, eh sekarang malah aku yang seolah menantangnya.
Ini semua gara-gara Nania!!!
***
Rencana kami di sini hanya seminggu, karena tidak mau menghabiskan waktu hanya di dalam rumah penginapan, aku langsung mengajak Pak Shaka menjelajah setiap lokasi syuting Crash Landing On You. Mulai dari jembatan Panoramabrücke Sigriswil, jembatan saat Yoon Se-ri berniat bunuh diri dan bertemu dengan Kaptern Ri bersama Seo Dan. Kemudian ke Danau Brienz, lokasi memorable saat Kapten Ri memainkan piano di pinggir danau sebelum balik ke Korut. Lanjut ke Schorren, Iseltwald, Klein Scheidegg dan terakhir Lindenhoff, Zurich lokasi opening saat Yoon Se-ri berpapasan dengan Kapten Ri.
Sebenarnya masih ada beberapa tempat, tetapi aku merasa itu sudah cukup. Aku puas mengambil gambar sebanyak mungkin di lokasi-lokasi tersebut. Aku tak sabar memamerkan gambar itu ke Nania, gadis itu pasti iri bukan main.
"Tinggal dua hari di sini, mau kemana lagi?"
Sambil melihat satu persatu foto di kamera, aku menjawab, "Sudah cukup, aku tak mau kemana-mana lagi."
"Beneran? Katakan mau kemana, karena kita tidak bisa kembali ke sini dalam waktu dekat."
Aku meletakkan kamera di meja, "Iya beneran, nggak mau kemana-mana lagi,"kataku sambil menghadapnya. Tiba-tiba aku teringat satu hal, "Oh, ada!"
Pak Shaka tersenyum seperti sudah menebak bahwa pasti aku ingin melakukan sesuatu di sini, "Mau ke mana lagi?"
"Mau piknik di bukit depan rumah ini! Kayak adegan terakhir Yoon Se-ri sama Kapten Ri. Ya?"
Pak Shaka mengangguk sambil tersenyum, "Apapun itu, aku mau melakukan semua keinginanmu."
"Haish... apa ini bisa jadi alasan cintaku bertambah?"
"Mungkin," jawabnya dan aku tergelak mendengarnya.
Sesuai rencana, esoknya kami berpiknik kecil-kecilan di bukit tak jauh dari rumah penginapan, di depan tempat piknik kami terhampar pemandangan Danau Lungern yang sangat indah. Udara yang dingin-dingin sejuk menyambut musim semi dan matahari meski terik tak begitu terasa panas membuat suasana benar-benar sempurna.
Aku duduk menikmati embusan angin sedangkan Pak Shaka membaca buku dengan kepalanya di pangkuanku. Ada kudapan kue dan teh hangat menemani piknik kami.
"Jadi,..." Pak Shaka meletakkan bukunya, "apakah mereka akhirnya menikah?"
"Hm?" Aku menurunkan pandangan dan menatapnya, "Siapa?"
"Itu... Yoon Se-ri sama Kapten Ri."
Aku tergelak melihatnya penasaran, "Emm... entahlah, mereka hanya ke sini setahun sekali selama dua minggu untuk menghabiskan waktu. Kurasa, mereka tidak pernah menikah karena hubungan Negara mereka yang buruk."
"Ending macam apa itu?" cibirnya.
"Entahlah, hahaha."
Tawaku terhentikan oleh usapan tangannya yang menggantung di leherku, tatapan kami saling serobok. Bibirnya mengulas sebuah senyuman, sedangkan aku tak mampu untuk berbuat sesuatu selain menatapnya. Jemarinya berjalan ke daguku, dia mengusap lembut permukaan bibirku dengan ibu jarinya. Setelah itu...
Dia menarik daguku dan mengecup bibirku.... my first kiss with him after we married with love.
" I'm truly completely love you..." ucapnya lembut.
Aku tersenyum lalu membalas, "Me too."
***
Aku mendengar detak demi detak jantungnya dengan jelas, menghirup aroma tubuhnya jauh lebih dekat, menyentuh permukaan kulitnya tanpa ragu dan merasakan embusan napasnya begitu dekat.
Dia memelukku erat dengan mata terpejam, sedangkan aku menari-narikan jemari di antara dada dan perutnya. Tiba-tiba tangannya menahan jemariku, "Jangan menggodaku kalau tidak mau tidur sampai pagi."
Aku terkekeh dan malah lebih menggodanya dengan mengecup permukaan kulit dadanya. Dia membuka mata dan mendorongku melesak di antara bantal. Aku tergelak sambil menolaknya mendekat. Dia menggelitikku dengan ciuman tanpa ampun sampai mataku berair. Endingnya, aku berakhir dalam dekapannya, lagi.
"Kenapa kamu selalu menggambar bentuk hati dengan warna biru?"
"Arti warna biru adalah kesetiaan dan ketenangan. Menurutku juga demikian, setiap melihat warna biru hatiku merasa tenang. Cinta seharusnya juga begitu, kesetiaan dan ketenangan. Kalau warna merah, otakku hanya mengarah pada amarah, obsesi, emosi dan darah. Maka dari itu, aku selalu memberi warna biru pada bentuk hati."
"Kupikir karena biru adalah namaku."
"Hm, mungkin itu juga bisa jadi alasan."
"Sayang?"
"Hm?"
"Aku penasaran."
"Tentang?"
"Sejak kapan kamu jatuh cinta padaku?"
"Hmm... entahlah, aku juga tidak sadar. Mungkin... waktu kamu menciumku di rooftop penthouse. Mungkin sejak saat itu... kalau kamu?"
"Em, waktu itu aku pernah bilang kalau aku memikirkan orang lain saat menciummu, aku berbohong."
"Haish!"
"Aku sadar kalau aku menciummu, mungkin jauh sebelum itu... aku sudah jatuh cinta padamu."
"Jadi, kamu melanggar kontrak, Pak Arshaka! Kamu yang membuatnya, kamu sendiri yang melanggarnya," cibirku.
"Hm, aku mengakuinya."
"Haish, dasar! Jadi, jawablah tepatnya kapan kamu jatuh cinta padaku?"
"Emm... sejak di kedai?"
"Kedai? Yang kapan?"
"Yang itu."
"Yang mana?"
Bukannya menjawabku, dia malah memelukku dan mendaratkan ciuman di bibirku beberapa kali.
"Haish, jawablah!"
Dia kembali mengecup bibirku.
"Arshaka! Berhentilah menciumku dan jawab pertanyaanku."
Kini dia melesakkan wajahnya ke bantal dan tak menghiraukanku. Aku memaksanya untuk menjawab, tetapi dia malah pura-pura tertidur. Aku tahu, dia malu mengakuinya, meski menyebalkan kupikir cukup manis melihat tingkahnya menghindari pertanyaanku.
"Arshaka!" aku memekik saat dia menenggelamkan seluruh tubuhku di bawah selimut.
Di bawah selimut dia menatapku lalu berkata, "Kapan aku jatuh cinta kepadamu itu tidaklah penting, apa kamu tahu apa lebih penting?"
Aku menggeleng.
"Cintaku untuk kamu, sekarang, nanti dan selamanya."
Aku tersenyum lalu berkata, "I Biru you..." sebelum mendaratkan ciuman di bibirnya.
"I Biru You too," balasnya kemudian juga membalas ciumanku.
---TAMAT---
HAPPY ENDING uhuyyy!
Kalau mau berakhir seperti ini, aku saranin yaudah deh, jangan lanjut next part. Tapi kalo mau baca satu konflik lagi, KUYLAH Lanjut!!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro