Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Tiga Puluh Satu

Happy reading. 💜

***

Harusnya Hansya memikirkan risiko dari tindakannya kemarin. Belum 7x24 jam Hansya memilih Kiki di Grab Me! Yusrizal sudah menyuruh lelaki itu untuk membawa gadis itu ke rumah mereka. Yusrizal beralasan jika ia ingin mengenal lebih dekat dengan sekretaris Hansya yang baru itu. Padahal Hansya sudah tahu pasti, bukan itu alasan di balik permintaan Yusrizal untuk membawa Kiki ke rumah mereka.

"Lo yang ngasih tahu bokap gue?" tembak Hansya langsung begitu mereka sudah di dalam mobil.
Andre yang duduk di samping sopir langsung menoleh. Menggeleng untuk meyakinkan Hansya jika ia bukan pelakunya.

"Gue langsung tidur begitu pulang. Kan elo ngasih gue tugas buat lembur dan ngebiarin Kiki pulang duluan," dumel Andre.

Hansya mendengkus, membuang pandangan ke luar jendela. Jalanan yang cukup padat langsung menyapa lelaki berkacamata itu.

"Lagian, apa lo nggak mikirin dampak dari tindakan lo yang kemarin?"

"Yang mana?" tanya Hansya, pura-pura tidak acuh.

"Grab Me!," ucap Andre, nyaris berbisik. Ia tidak ingin sang sopir mencuri dengar percakapan mereka. Walaupun sudah dari dulu sang sopir selalu mendengar percakapan mereka di luar kantor.

Hansya tersedak ludahnya sendiri. Dugaannya tepat, pasti Andre akan membahas tindakan impulsifnya kemarin.

"Entahlah," jawab Hansya. Menyadarkan punggungnya, lelaki itu mendesah. "Gue juga nggak ngerti kenapa kemarin gue ngelakuin itu."

Andre ingin membalas. Namun saat sadar mereka sudah tiba di tempat tujuan, lelaki itu mengurungkan niatnya. Menyimpan kembali kata-katanya dan keluar dari mobil bersama Hansya.

Setelah keduanya keluar, barulah Andre berujar, "Lo cemburu?"

"Ha? Cemburu?" Dahi Hansya berkerut. "Maksud lo?"

"Ya, lo cemburu ngelihat Kiki ada di sana. Kenalan sama cowok lain dan hampir diambil sama salah satu konsestan."

Hansya membisu. Ingin menyangkal, tetapi seperti ada yang menahannya. Ia lantas memilih meneruskan langkah membuat Andre hanya geleng-geleng kepala.

"Kalau lo mulai naksir Kiki, akuin aja. Udah kepala tiga, masa masalah kayak ginian masih bertingkah kayak abege?" sindir Andre saat mereka berada di lobi kantor percetakan. Saat ini mereka akan menemui manajer di percetakan tersebut.

"Siapa yang kayak abege?" sahut Hansya tidak terima.

"Ya elo lah. Siapa lagi? Masa iya gue? Gue mah kalo cinta tinggal bilang cinta ke bini gue. Makanya gue bisa nikah sama dia, karena gue to the point. Langsung ke sasaran."

Tidak disangka Hansya merespons dengan tertawa. Setelah tawa lelaki itu terhenti, ia langsung mengubah ekspresi menjadi dingin.

"Saat ini gue nggak ada rasa apa pun ke Kiki. Gue juga nggak tahu kenapa kemarin bisa narik dia keluar dari Grab Me dengan cara seperti itu."

"Iya, sangkal aja terus. Sangkal aja."

Hansya tidak menanggapi. Pertemuan yang sudah menunggu mereka lebih penting ketimbang obrolan mengenai dirinya dan Kiki. Menurut Hansya, ia melakukan hal tersebut karena tidak ingin sekretarisnya dicap yang aneh-aneh.

Ya, Hansya harus berpikiran seperti itu.

****

Kiki menggigiti jemarinya, tanda gusar. Berulang kali ia melirik jam di dinding, di lengannya, bahkan di ponsel dan tablet di pangkuannya. Kiki tidak tahu kenapa segugup ini semenjak Hansya menyuruh gadis itu untuk mengosongkan jadwal malam nanti. Segala pikiran buruk berkecamuk di kepala Kiki.

"Apa dia bakal mecat gue, ya? Apa dia nggak suka lihat gue di Grab Me karena takut kerjaan gue keteteran? Makanya dia kemarin bawa gue keluar dengan cara kayak gitu?" monolog Kiki.

Melirik lift yang masih bergeming, Kiki mendesah. Waktu yang makin merangkak naik, ditambah nihilnya keberadaan Hansya di kantor membuat Kiki makin gusar.

"Gue aja baru kerja, masa harus dipecat, sih?" lirihnya, miris.

Seharusnya, jika melihat jadwal Hansya hari ini, lelaki itu sudah tiba di kantor sejak 30 menit yang lalu. Kalaupun tengah macet di jalanan sana, harusnya lelaki itu sudah ada di kantor. Minimal di lobi. Namun, masa Kiki harus turun demi mengecek apakah Hansya dan Andre sudah tiba di kantor atau belum, sih?

Kiki dilanda kebimbangan. Melirik lift sekali lagi, akhirnya gadis itu berdiri dari kursi tunggu dan mulai menarik langkah. Belum lima langkah ia ambil, tiba-tiba ia melihat sosok Hansya dan Andre dari balik pintu menuju tangga darurat.

Alih-alih lift, kedua lelaki itu malah memilih tangga darurat. Kiki tidak habis pikir dibuatnya.

"Apa ada orang yang mencari saya?" tanya Hansya saat disadarinya Kiki berada di koridor, alih-alih meja kerjanya.

Kiki menggeleng, membuat kerutan di dahi Hansya terlihat jelas. Menyadari hal tersebut, gegas Kiki menjelaskan, "Saya merasa tidak nyaman berada di dalam sendirian."

"Kamu takut?" tanya Hansya geli.
"Ah, bukan begitu. Hanya saja ....". Kiki tidak melanjutkan. Ia sendiri bingung ingin memberikan alasan apa. Namun sepertinya Hansya tidak ambil pusing. Karena setelah menepuk pelan pundak Kiki, lelaki itu segera berlalu dan masuk ke ruang kerjanya.

Namun bukan Andre namanya jika tidak melihat celah dari obrolan singkat barusan.

"Kamu nungguin Hansya?" tebak Andre yang tepat sasaran. Karena kalau tidak benar, mana mungkin Kiki menampakkan ekspresi terkejut sedemikian rupa.

"Ah, nggak kok. Aku tadi cuma-"

"Ya udah, yuk balik kerja," potong Andre cepat. Namun ekspresi matanya tidak berkata demikian. Ada sesuatu di sana yang tidak bisa Kiki tebak secara pasti.

Mencoba kembali fokus ke pekerjaan, Kiki pun mulai memeriksa email dan laporan yang masuk. Namun suara Andre langsung memecah konsentrasi gadis itu. Ditambah kalimat Andre yang langsung membuat Kiki ketar-ketir dibuatnya.

"Lo siap-siap aja, ya, bakal ketemu ortunya Hansya."

"Ah? Kok gitu?" Kiki berusaha tenang, walaupun dadanya bergemuruh hebat.

"Karena Hansya kemarin ikutan Grab Me! dan elo yang dia pilih."

Kiki mengerjapkan mata berulang kali. Tidak percaya dengan apa yang ia dengar.

"Te-terus?" tanya gadis itu.

"Ya, elo siap-siap aja," tambah Andre. "Eh, nggak usah tegang gitu. Pak Yusrizal sama Bu Alda baik kok. Beneran deh."

"Eh, tapi, kenapa harus?"

"Ya, nggak tahu. Nanti juga mungkin lo bakal tahu." Karena Kiki masih bergeming, sibuk dengan pikirannya, buru-buru Andre melanjutkan, "Nggak usah dipikirin. Santuy aja. Pulang dari kantor lo sama Hansya ke sana."

Benar seperti yang dikatakan Andre, begitu jam pulang kantor, Hansya langsung mengajak Kiki menuju mobilnya. Kiki yang baru pertama kali berduaan dengan lelaki di dalam mobil hanya bisa duduk kikuk. Dengan mantan-mantannya, Kiki hanya berboncengan motor, tidak pernah naik mobil.

Sebenarnya, Kiki sedikit risi. Bagaimanapun juga, ia dan Hansya adalah makhluk berlawanan jenis. Pun mereka sudah cukup umur. Kiki masih ingat nasihat orang tua, jika berduaan dengan lawan jenis, maka orang ketiganya adalah setan. Namun, Kiki meyakinkan diri, jika Hansya tidak mungkin berbuat yang tidak-tidak padanya. Lagipula, Kiki rasa, ia bukan tipe wanita yang akan membuat Hansya jatuh hati.

Ah, Kiki sudah insekyur saja.

Hening menemani selama perjalanan. Hansya yang memang tidak terlalu cakap dengan wanita memilih diam. Pun Kiki yang tidak sepenuhnya mengenal Hansya dan baru menjadi sekretaris lelaki itu. Hingga akhirnya Hansya menghentikan mobilnya di bawah carport sebuah rumah yang cukup luas, barulah Kiki sedikit bernapas lega.

Namun, bukan berarti Kiki benar-benar bisa bernapas dengan benar, karena ia tahu, di dalam sana Yusrizal dan Alda tengah menunggu mereka.

"Ayo," ajak Hansya sembari mengisyaratkan Kiki untuk mengikuti.

Kiki mengangguk singkat. Sebelum benar-benar mengikuti Hansya, ia menyempatkan diri mematut diri di spion. Memastikan jika ia tidak kucel-kucel amat untuk bertemu Yusrizal dan Alda.

Di luar dugaan, sambutan Yusrizal dan Alda sungguh ramah. Terlebih Alda tampak begitu antusias saat Kiki menampakkan batang hidungnya.

"Harusnya sejak dulu kita rekrut wanita untuk jadi sekretaris Hansya," komentar Alda sambil menuntun Kiki untuk memasuki ruang tengah. "Anggap aja rumah sendiri, Ki. Nggak usah sungkan."

"Ah, iya, Bu," balas Kiki sopan.

"Panggil Mama aja, nggak usah Ibu," pinta Alda. Saat tidak sengaja netra wanita itu bersirobok dengan sang suami, Alda tersenyum lebar penuh arti.

Hal yang tidak luput dari pandangan Hansya. Namun lelaki itu memilih diam, tidak berkomentar banyak. Mungkin karena ia juga sudah lelah.

"Jadi, ini pekerjaan pertama kamu?" tanya Alda setelah wanita itu menyuguhkan empat cangkir teh di atas meja.

"Iya, Bu. Eh, maksud saya, Ma."

Alda tersenyum lebar, lantas terkekeh. Dengan anggun ia meraih cangkir teh dan menyesapnya pelan. "Diminum tehnya, Ki."

"Iya, Ma."

Menuruti perkataan Alda, Kiki pun turut menyesap tehnya. Dari pinggir mata, ia melihat Hansya melakukan hal yang sama.

"Saya senang akhirnya Hansya mau menerima usulan untuk merekrut sekretaris baru. Apalagi berjenis kelamin perempuan," ucap Yusrizal. Ia menepuk punggung Hansya, tetapi lelaki itu tetap bergeming.

"Semoga kamu betah, ya, Ki. Apalagi Hansya orangnya dingin banget," harap Alda yang tidak langsung diiyakan Kiki.

Meski sambutan yang ia terima cukup hangat, tetapi entah kenapa Kiki merasa ada sesuatu di antara ketiga orang di hadapannya ini. Terlebih Hansya terlihat sekali menghindari kontak mata dengan orang tuanya.
Kiki hanya bisa menerka-nerka, tanpa tahu mana dari sekian terkaan itu yang benar.

***

Kiki udah ketemu sama camer, nih. Kira-kira gimana, ya Kiki&Hansya selanjutnya?

Makin jauh?
Deket?
Apa biasa aja?

Yang mau maki Hansya silakan. *Eh

Xoxo

Winda Zizty

29 Mei 2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro