Tiga Puluh
Happy reading.
***
Kiki sudah menyangka, Hansya pasti berjalan ke arahnya untuk memadamkan lampu. Karena itulah, gadis itu sengaja meletakkan tangannya di atas tombol, dengan harapan agar ia sendiri yang memadamkan lampu sebelum Hansya yang melakukannya. Tangan Hansya sudah terulur menuju tangan Kiki yang sudah hampir menekan tombol. Namun, hal yang Hansya lakukan selanjutnya tidak pernah terpikir di benak Kiki.
Alih-alih memadamkan lampu, Hansya menarik tangan Kiki, membuat gadis itu harus keluar dari podiumnya. Kiki semakin dibuat terheran saat Hansya membawanya menuju Clara. Dengan jemari yang masih digenggam Hansya, Kiki menekan tombol Clara untuk memadamkan lampu gadis itu. Tentu saja tekanan Hansya di jemarinya lah yang membuat Kiki terpaksa menekan tombol lampu Clara.
Setelah lampu di belakang tubuh Clara padam, Hansya menuntun Kiki untuk berada di tengah panggung. Bersisian dengan Roy Silam yang sudah menunggu keduanya dengan senyuman lebar.
“Ternyata malam ini adalah malam keberuntungan Kiki. Hansya telah menjatuhkan pilihan hatinya pada Kiki.”
Tepuk tangan langsung bergemuruh. Saking syoknya, Kiki hampir kesulitan bernapas. Bahkan ia melupakan fakta jika Hansya masih menggenggam tangannya erat, seolah enggan melepaskan.
Setelah berucap singkat, Roy Silam pun mempersilakan Hansya dan Kiki ke belakang panggung, sedangkan lelaki itu menutup acara. Kiki mengerjap berulang kali. Berharap ini semua hanya mimpi. Namun tangan Hansya yang masih menggenggam erat tangannya, pun ekspresi Andre yang menahan geli, menyadarkan gadis itu jika ia sedang tidak bermimpi
“Selamat, ya, pasangan baru,” goda Andre. Matanya mengarah pada tangan Hansya yang masih menggenggam tangan Kiki.
Tersadar, Hansya gegas menjauhkan tangannya. Berdeham pelan, Hansya memberi kode pada kedua sektretarisnya agar mengikuti langkah lelaki itu. Sebelum mereka keluar dari studio, Hansya sempat mengobrol singkat dengan Ilham. Sang produser hanya mengangguk sembari mengacungkan jempol. Tak lupa ia tersenyum pada Kiki yang menatapnya dengan dahi berkerut.
“Saya sudah meminta agar scene yang tadi tidak ditayangkan di televisi,” ucap Hansya saat mereka bertiga sudah berada dalam lift. Seolah tengah menjawab tanya di benak Kiki.
Andre yang berdiri di belakang Hansya langsung pura-pura tersedak. Saat lelaki berkacamata itu memelotot ke arahnya, sontak Andre menutup mulut. Sedangkan Kiki, gadis itu hanya bisa menatap Hansya dengan tidak percaya.
Tidak ada yang membuka suara, bahkan hingga lift sudah berhenti di lantai yang mereka tuju. Kiki masih dapat melihat senyum geli di wajah Andre meski Hansya sudah melangkah lebih dulu, meninggalkan keduanya.
“Baru kali ini gue ngelihat Hansya kayak gini,” jelas Andre tanpa diminta.
Tentu saja hal ini membuat kerutan di dahi Kiki makin nampak jelas.
“Maksudnya?” tanya Kiki.
Andre tidak menjawab. Memilih menggeleng dan menuju mejanya yang berseberangan dengan meja Kiki. Menyisakan tanya besar di benak gadis yang lupa untuk mengganti seragam kerjanya.
***
Seperti yang sudah Hansya katakan, adegan saat lelaki itu 'memilih' Kiki tidak ditayangkan sama sekali. Entah akan seperti apa episode selanjutnya, tanpa Kiki yang sudah 'terpilih', tetapi tidak diketahui khalayak. Namun sepertinya, hal tersebut tidak akan menimbulkan banyak tanya di benak penonton. Kiki tidak sepopuler Clara yang ia ketahui cukup banyak memiliki penggemar setelah mengikuti Grab Me!. Tentu saja penggemar Clara didominasi oleh kaum adam.
“Apa Pak Hansya tahu risiko setelah memilih elo di Grab Me!?”
Kiki sontak menoleh ke samping. Begitu banyak tanya di benak gadis itu membuatnya alpa akan sosok Ajeng yang malam ini menginap di rumahnya. Setelah syuting berakhir, Ajeng sengaja menunggu Kiki pulang kerja. Begitu gadis itu terlihat di lobi, lekas Ajeng mendekat dan mengutarakan niatnya untuk menginap.
Kiki mendesah. Punggungnya ia rebahkan di pinggir ranjang. Menatap kosong layar televisi yang tengah menayangkan iklan mi instan dengan artis Korea sebagai brand ambassador-nya.
“Nggak tahu. Pusing gue,” ucap Kiki. Ia lantas meraih guling dan memeluknya erat. Menyembunyikan wajahnya di sana.
“Apa kata orang di studio nanti, ya?”
“Nggak tahu, Jeng. Gue nggak tahu,” kata Kiki, frustrasi.
“Kira-kira, besok sikap Pak Hansya ke elo gimana, ya, Ki?”
“Nggak tahu Ajeng!” pekik Kiki. Gadis itu lantas naik ke atas ranjang. Mengabaikan Ajeng yang masih lurus menatapnya. “Udah, tidur sana. Udah malem. Mau tidur nggak lo?”
“Nanti aja deh. Gue masih mau nonton.”
“Terserah.”
Berusaha memejamkan mata, tetapi kantuk belum juga menghampiri Kiki. Ia bergerak gelisah hingga Ajeng merasa terganggu karenanya. Meski sudah mencoba abai, Kiki kepikiran juga dengan ulah Hansya tadi. Lelaki itu bahkan tidak keluar lagi dari ruangannya, padahal Kiki sudah pamit untuk pulang.
“Pulang aja, nanti gue sampein ke Hansya,” ujar Andre saat dilihatnya Kiki tampak ragu untuk pamit.
“Ya udah. Aku pulang, ya, Kak.”
Dan semenjak pulang hingga detik ini, Kiki masih juga tidak bisa mengusir tanya di benaknya. Ditambah pertanyaan Ajeng membuat gadis itu semakin kepikiran.
“Susah tidur?” tanya Ajeng. “Gerak terus kayak cacing kepanasan.”
Mengubah posisi berbaring menjadi duduk, Kiki membalas, “Sumpah, gue masih kepikiran kenapa Pak Hansya malah milih gue? Yang bikin syok banget, dia ngapain ikutan Grab Me! coba?”
“Ya mana gue tahu, makanya tadi nanya ke elo. Elonya juga jawab nggak tahu.”
“Duh!” decak Kiki. “Ngapain juga, sih, gue mikirin? Paling Pak Hansya nggak suka aja sekretarisnya ikutan acara nyari jodoh gitu.”
“Bisa jadi.” Ajeng mengendikkan bahu. “Atau bisa jadi dia takut lo diembat cowok lain. Jadi, sebelum orang lain yang dapetin elo, mending dia langsung ambil langkah cepat. Makanya, dia ikutan Grab Me! dan sengaja ngebuang scene tersebut biar nggak tayang di televisi.”
“Tahu deh,” lirih Kiki. “Gue mau tidur beneran. Besok mesti kerja lagi.”
“Awas aja lo kayak cacing kepanasan lagi. Gue iket lo ntar.”
Keesokan harinya, yang Kiki dapati adalah Andre yang tengah tersenyum lebar ke arahnya. Duduk di balik meja, Kiki membalas tatapan Andre dengan penuh tanya.
“Kenapa?” Kiki menyuarakan juga tanyanya.
“Nggak. Cuma masih keinget yang kemarin aja,” aku Andre jujur.
Ingin rasanya Kiki menyembunyikan dirinya saat itu juga. Namun hal tersebut tidak dapat ia lakukan karena sosok Hansya sudah muncul di hadapan mereka. Sontak Kiki dan Andre berdiri, menyambut kedatangan lelaki itu.
Hansya mengangguk singkat pada keduanya sebelum masuk ke ruangan. Sikap Hansya yang tak acuh, seolah tidak ada yang terjadi kemarin, membuat Kiki menghela napas lega. Namun hal tersebut berbanding terbalik dengan Andre.
“Kenapa, sih?"
Andre menggeleng, mengulum senyumnya.
“Nggak. Nggak kenapa-napa.”
Mengendikkan bahu, Kiki kembali duduk di kursinya. Mengecek jadwal Hansya hari ini di tablet yang dipinjamkan kantor. Namun belum semenit menekuri jadwal, Hansya keluar dari ruangannya dan berdiri di hadapan Kiki. Sontak gadis itu mengangkat wajah demi mendapati wajah Hansya yang tanpa ekspresi.
“Nanti malam kosongkan jadwal kamu.”
Usai mengucapkannya, Hansya berlalu bersama Andre yang mengangguk singkat ke arahnya. Mengecek jadwal Hansya sekali lagi, Kiki makin menyimpan tanya karena lelaki itu tidak turut mengajaknya untuk menemui klien di luar kantor.
***
Minal aidin wal Faidzin semua!! Mohon maaf lahir dan batin, ya.
Hansya-Kiki come back, nih.
Kira-kira, kenapa, ya, Hansya ngajak Kiki?
Ada yang tahu?
Xoxo
Winda Zizty
27 Mei 2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro