Dua Puluh Enam
Happy reading. 💜
***
Entah apa yang membisiki Hansya hingga ia kini memilih menonton televisi, ketimbang mengecek berkas mengenai Halo TV. Mungkin juga karena ucapan Andre tadi, yang mengatakan jika malam ini Grab Me! akan ditayangkan. Sebagai pemimpin di Halo TV, Hansya ingin mengetahui seperti apa tayangan tersebut. Sebenarnya, Hansya ingin melihat secara langsung proses syuting di studio. Namun jam syuting hari ini bertepatan dengan pertemuan dengan kolega bisnisnya, membuat lelaki itu mengurungkan niat.
“Lain kali aja,” ucap Hansya kala itu. Saat Andre menawarkan untuk melihat proses berlangsungnya pengambilan gambar.
Saat itu mereka tengah berada di perjalanan dan Andre malah membahas tentang Grab Me! Seandainya Andre bercerita saat mereka masih di kantor, mungkin Hansya akan meminta untuk memundurkan waktu pertemuannya.
“Oh iya, biodata cewek-cewek yang ikut Grab Me! masih di elo, 'kan?” tanya Andre pada Hansya yang sibuk dengan ponselnya.
Tanpa menoleh, Hansya menjawab, “Iya, masih di gue. Kenapa?”
“Nggak. Nanya aja, sih.”
Hansya tahu, bukan itu jawaban yang sebenarnya, tetapi ia memilih diam, tidak memperpanjang percakapan. Gantinya, ia memilih topik lain untuk dibahas, seperti pembangunan hotel dan malnya.
“Lo kayaknya pengen cepet-cepet ngusir gue, ya?” canda Andre.
“Bukannya elo yang pengin cepet-cepet berhenti jadi sekretaris gue?” olok Hansya, balik.
Andre terkekeh. “Omong-omong, gue penasaran, deh, siapa yang bakal Pak Yusrizal pilih buat gantiin gue.”
Hansya mengendikkan bahu, tak acuh.
Sikap Hansya yang tak acuh tersebut memancing tanya Andre, “Emang elo nggak penasaran?”
“Siapa pun orangnya, gue nggak bisa nolak, 'kan.”
Ucapan Hansya bukan sebuah pertanyaan, tetapi sebuah pernyataan. Andre pun bungkam, kembali fokus pada jalanan.
Kini, fokus Hansya kembali pada televisi. Iklan salah satu produk kecantikan tengah ditayangkan sebelum acara Grab Me! dimulai. Tak berselang lama, sosok Roy Silam pun menyapa, pun beberapa kalimat pembuka yang lelaki itu lontarkan.
Melewatkan adegan saat para gadis memasuki panggung, Hansya memilih membuat secangkir kopi. Saat tubuhnya sudah berada di dinding pemisah antara dapur dan ruang tengah, Alda muncul dari sisi yang berlawanan.
“Belum tidur, Ma?” tanya Hansya.
Alda menggeleng, tersenyum tipis. “Belum. Kamu sendiri? Lembur?”
“Nggak. Lagi nonton aja.”
“Oh, Mama kirain lembur.”
“Nggak kok, Ma. Cuma malam ini aja.”
“Jangan keseringan lembur,” pesan Alda.
“Iya, Ma.”
Keduanya pun melangkah memasuki dapur. Hansya meraih cangkir di dalam kabinet, sedangkan Alda mengambil sesuatu di kabinet yang lain. Hansya tidak tahu apa, karena mereka saling membelakangi.
“Mama ke kamar duluan, ya.”
Belum sempat Hansya menjawab, saat lelaki itu menoleh, Alda sudah tidak ada lagi. Mengendikan bahu, Hansya pun kembali sibuk meracik kopinya. Aroma khas kopi hitam pun menguat ke udara. Tanpa membuang waktu, Hansya kembali ke ruang tengah, di mana televisi kini menayangkan seorang lelaki yang tengah mencari pasangan.
Menyesap kopinya perlahan, Hansya menajamkan indera pendengarannya. Alisnya menukik naik, saat Roy Silam menyebutkan nama dan profesi sang lelaki tersebut. Meletakkan kembali cangkir kopi demi fokus pada televisi, Hansya pun dibuat terperangah. Pasalnya, lelaki yang saat ini tengah disorot kamera adalah Ario, salah satu rekan bisnisnya. Pemilik salah satu firma arsitektur yang pernah menjadi narasumber dalam program mengenai desain rumah.
“Jadi bener yang Andre omongin?” monolog Hansya, kaget.
Andre memang pernah memberitahu jika lelaki yang mengikuti Grab Me! bukanlah lelaki sembarangan. Para CEO yang sibuk bekerja, biasanya menjadikan Grab Me! sebagai jalan pintas untuk mencari pendamping hidup. Hansya tidak menyangka jika acara reality show di stasiun televisinya seterkenal itu.
Setelah melewati beberapa tahap, Hansya mengembangkan senyum tipis saat Ario menggandeng tangan seorang gadis yang bernama Dina. Keduanya tampak tersenyum malu-malu saat digoda Roy Silam sebagai pasangan yang bisa mematahkan hati para jomlowan dan jomlowati se-nusantara.
Setelah pasangan Ario-Dina menghilang di balik layar, tayangan iklan salah satu produk kesehatan pun menjadi pengalih. Hansya menggelengkan kepala. Masih tidak percaya dengan apa yang baru saja ia lihat. Bahkan kenalannya pun ternyata mengikuti acara tersebut.
Waktu pun berlalu, tanpa sadar malam sudah larut. Tayangan Grab Me! pun sudah mengudara selama satu jam lamanya. Hansya yang sudah menghabiskan kopinya, hendak pergi ke dapur untuk kembali membuat minuman hitam pekat tersebut. Namun, gerakan Hansya terhenti saat matanya menangkap sesosok wanita yang tampak familier.
“Kiki,” ucap Hansya pelan. Membaca nama yang tertera di sana.
Gadis bernama Kiki itu tampak tidak nyaman saat kamera menyorot dirinya. Padahal yang tengah ditanyai Roy Silam bukanlah dirinya, melainkan gadis di sampingnya. Entah kenapa, Hansya jadi sedikit kasihan melihat ketidaknyamanan yang Kiki perlihatkan secara nyata itu.
“Buat apa gue peduli?” ujar Hansya kemudian. Kamera pun tidak lagi menyorot Kiki dan Roy Silam, hal itu digunakan Hansya untuk pergi ke dapur.
Namun entah kenapa, bayangan akan sosok Kiki tidak menghilang dari benak Hansya. Lelaki itu merasa yakin jika ia pernah melihat Kiki di suatu tempat. Tapi di mana?
“Ah, kayaknya semakin tua, gue semakin susah buat inget muka orang.”
***
Kiki langsung membenamkan wajahnya ke dalam bantal begitu acara Grab Me! berakhir. Ia ingin menangis saat mendapati wajahnya yang jauh dari kata oke.
“Ancur banget, parah. Kyaa! Kenapa harus gitu, sih, muka gue yang ketangkep kamera?” celotehnya, kesal.
Memukul kasurnya, tepat di samping bantal, Kiki masih tidak bisa menghilangkan bayang dirinya yang ada di program Grab Me! barusan. Bahkan saat Della ditanyai Roy Silam, ekspresi wajah Kiki menunjukkan ketidaknyamanan. Sebut saja ia grogi dan demam panggung.
“Tapi, kan, nggak kayak orang bego juga, Ki.” Kiki semakin kesal.
Sebenarnya, syuting hari ini berjalan baik. Sangat baik malah. Meski ia dan Ajeng belum beruntung mendapatkan pasangan. Bahkan tadi, Kiki yang lebih dulu mematikan lampu, karena tidak mau menerima penolakan jika para lelaki mematikan lampunya.
Ia tidak mau seperti Ajeng yang sudah empat kali lampunya dimatikan. Bahkan Ajeng hampir saja mendapat pasangan. Tentu saja jika si lelaki tidak mematikan lampunya.
“Bisa diulang lagi, nggak, sih?”
Ingatan Kiki pun memutar ulang kejadian beberapa jam yang lalu. Saat ia dan Ajeng pertama kalinya ikut proses syuting Grab Me! Kiki kira acara tersebut hanyalah settingan belaka, ternyata ia salah besar. Grab Me! benar-benar ajang pencarian jodoh yang tidak pernah menerima lelaki yang identitasnya tidak jelas.
Setidaknya, fakta tersebut membuat Kiki sedikit tenang. Masalah lainnya adalah, Kiki belum siap menerima komentar para tetangga yang sering nyinyir, jika ia ketahuan mengikuti ajang pencarian jodoh. Meski Grab Me! mempunyai kelasnya sendiri, alias tidak abal-abal.
“Bodoh amatlah omongan tetangga,” ucap Ajeng saat mereka berada di ruang rias. “Kenapa harus dengerin kata orang, sih? Kalau lo mau maju, jangan pernah dengerin omongan kiri-kanan yang nggak mendukung elo biar lebih baik.”
“Terus, kalau tetangga gue ngegosipin gue nggak laku, gimana?”
“Astaga, Kiki ... zaman udah berubah, emang kita ini barang dagangan yang mesti laku? Kuncinya cun satu, nggak usah dengerin nyinyiran tetangga. Enggak mutu dan nggak guna!”
“Kayak hopeless banget nggak, sih?” tanya Kiki lagi.
“Terserah elo deh. Capek gue ngomongnya.”
Ajeng masih mendiamkan Kiki, meski gadis itu berkali-kali merengek. Seolah Ajeng kini telah tuli dalam sekejap.
Menyadari Ajeng yang enggan berkata lagi, Kiki pun bungkam. Namun, ia masih merasa ingin mundur dari acara Grab Me!, padahal syuting pun belum dimulai.
Sebenarnya, Kiki bingung sendiri, kenapa ia bisa sebimbang ini. Kenapa ia mesti jadi orang yang plin-plan?
Menatap langit-langit kamarnya, Kiki mendesah panjang. Padahal Lira sudah memberi restu jika Kiki mengikuti Grab Me!, meski tetap saja wanita itu ingin melihat Kiki bekerja. Karena memang, Kiki sering mengeluh ingin bekerja, minimal setahun.
Melirik jam di dinding, Kiki kembali mendesah. Daripada terlalu memusingkan kejadian yang sudah berlalu, lebih baik ia mengistirahatkan tubuhnya setelah seharian berada di luar rumah.
***
Nggak tahu lagi mau nulis apa. Semoga suka, ya.
Xoxo
Winda Zizty
16 April 2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro