Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Ketiga

Pernah kamu merasa seperti sedang diawasi sesuatu tapi ketika kamu cari ternyata cuman halusinasi belaka?

Yap.

Itulah yang Feri lalui pagi ini selama dua subjek mata pelajaran sekaligus!

Berkali-kali mengubah posisi duduk karena kurang enak gimana gitu---berkali-kali juga bulu kuduk Feri meremang tiba-tiba.

Dilihat dari luar memang benar mata Feri menatap lurus ke depan sana, akan tetapi sejak awal visi penglihatannya selalu berlari-lari ke segala arah.

Konsentrasi tambah buyar waktu Pak Nuel—dengan segala pilihan yang ada—meminta untuk menyelesaikan soal di depan kelas.

Untung sekali Feri telah rampung mengerjakan soal itu dibukunya, jadi dia tinggal menyalinnya.

Jangan khawatir. ╮(╯▽╰)╭ 

Itu. Pikiran awal Feri.

Tapi...

Baru sadar setelah menulis jawaban di papan tulis, melihat dari depan kelas kalau hanya Feri saja yang tersisa dari barisan paling kanan sebelum tempat duduk milik cowok tinggi-ngeri-belakang-tempat-duduk.

Ini... Feri kelewatan apa gimana?

Semua membentuk kelompok dadakan, masing-masing dua meja.

Meja Jennar dengan meja di depannya, meja depannya lagi dengan meja di sampingnya, dan terus berurutan sampai kelompok dobel-dobel meja berakhir.

Ruang kelas Kayangan; satu deret terdapat empat sampai lima meja. Dan 10-C punya lima deret.

Sialnya Feri, sekarang pada deretnya ada lima meja (ketambahan meja kayu butut).

Hal tersebut diperburuk dengan Aldo yang—um, oke, menghilang entah kemana!

Seratus empat puluh menit sudah berlalu. Aldo belum kembali dari 'Pak, saya izin ke toilet'nya.

Toilet mana yang dia tuju? Rumahnya, hah!?

Tidak tahu Aldo lupa, ataukah melupa, tentang satu mata pelajaran setelah kalkulus;

Mulok Budaya Bahasa Daerah. ° 0 °

"Mas, Mbak e, sakniki kula ajeng teng kantor. Senajan tugas e wau dereng rampung, kula ganti dados ngumpulaken tugas menika benjing enjing. Lajeng ditambah malih kalihan piwulang tiga, mangke digarap nganti rampung."

Tidakkah menjadi teman yang baik, Feri tulus mengisi presensi dengan imitasi tanda tangan Aldo.

Sebaiknya dia punya alasan bagus untuk Feri tidak menyesal melakukan tindakan senekat ini.

Hingga pada saat Bu Salacia Nimas (Bu Sanim, singkatnya), Sang Nyai Blorong Kayangan, yang selesai membereskan barang-barangnya di atas meja guru.

Sehabis kalimat panjang medok khas daratan tengah itu datang ke titik, hanya ada suara kecil dari helaan napas berserah beberapa siswa yang duduk di bangku paling belakang, termasuk Feri yang diam-diam meradang dada.

Awal masuk semester genap dan sudah bertumpuk-tumpuk tugas bahasa daerah yang menunggu mereka.

"Nggih, cekap semanten menawi boten wonten pandangon, sugeng enjing."

"Sugeng enjing, Bu," semua menjawab serempak.

Datar.

Sangat amat datar.

Sampai-sampai terdengar seperti nada rendah notasi satu yang suram.

Tepat setelah beliau menghilang di lorong kelas dan Feri yang baru mau berdiri, ponselnya tiba-tiba berdering, volum maksimal, suara tema default aplikasi.

Cepat mengobrak abrik dalam ransel, Feri mengambil benda persegi mini hitam itu dan menggeser layar, melihat notifikasi ada di kepala.

Ah~ sebuah pesan masuk.

Feri tidak tahu ingin tertawa atau menangis. Sambil dalam hati bersyukur, beruntung baru berbunyi sekarang alih-alih waktu pelajaran masih berlangsung.

Kau tentu tidak ingin terkena masalah dengan Bu Sanim semasa tiga tahun berada di Kayangan (nasihat sangat baik kakak tingkat Feri).

Benar-benar lalai untuk mengubahnya dalam mode sunyi, Feri meringis ketika membayangkan hal tersebut akan menimpanya.

Kendati dengan segala penuh keengganan, Feri akhirnya membuka pesan itu.

LiNE Message

BloodyPrince : Lo sekarang ke RO. Ditunggu. Fast.👏
Batmenchibirun.jpg

Siapa yang menyangka~ adalah manusia yang duduk di sebelahnya-lah pengirim pesan itu.  ̄へ ̄
Dan dia saat ini sedang apa? ada di ruang OSIS? Betapa murid teladan.

Baru saat Feri mendengus dan akan pergi diselingi mengetik balasan bahwa 'Gue otw', tanpa sempat menghindar, bahunya ditubruk.

Cukup keras sampai-sampai Feri harus menyanggahkan tangannya di meja samping.

Ow! Feri sebenarnya tidak lebay tapi serius! Dia bahkan dapat merasakan seperti ada batu yang menghantam bahunya.

Sebentar saja Feri lengah, dan apa lagi ini!?

Ingin mengelak sia-sia, si penabrak dari arah belakang dan Feri sama sekali tidak peka karena dia mana mungkin punya mata bunglon, omong-omong! Jadi salah siapa di sini?

Feri ngilu, sambil memegangi lengan atasnya kemudian melirik, menemukan siapa pelaku yang dengan tidak bisa menggunakan matanya dengan seksama!

Dialihkan pandangan Feri ke orang tadi. Bukan niatnya malah menemui problematika lagi dengan cowok telenovela, Jaka Rahardja.

"Lain kali kalau kamu jalan hati-hati." Jaka, yang dengan begitu geramnya, Feri tidak tahu, dari nadanya yang menjurus ke amarah—memperingati.

Permisi?

Mata Feri membulat. Napasnya tercekat dan entah kena penyakit kulit atau apa, wajahnya berganti warna dari biru ke hijau.

Oh, jadi sekarang gue dinasihati?

Jelas sekali Jaka memiliki suatu urusan apapun itu dengan Feri. Seberapa susah untuk berbelok sedikit ketika jalan masih lebar dan ada seseorang di depanmu?

Gampang, bila kau bukan seorang Jaka Rahardja (jawaban Feri mulai sekarang).

Feri tarik kembali semua kata-kata positif yang ia sebutkan tentang para atlet untuk orang satu ini. Dunia memang selalu ada eksepsi!

Urgh... tempramen Feri makin mirip cewek period.

Sabar~ Sabar~ ingat peraturan keduamu, Feri~

Tidak ingin mencari masalah, Feri kembali menebalkan muka, menghirup banyak udara

"Ah, maaf-maaf. Gue yang salah enggak lihat belakang."

Tanpa ditulis juga paham ada penekanan di kata terakhir.

Tidak memberikan tanggapan lebih lanjut seolah apa yang barusan Feri ucapkan cuma angin lewat, Jaka Rahardja melewati pintu kelas.

"...."

Jennar yang kini berada di samping Feri, berbelasungkawa, "Punya dendam apa si Jaka Rahardja sama lo?

Feri membenarkan posisi kacamatanya, acuh tak acuh, "Gue enggak ngeh."

"Biar gue tebak," Jennar bersedekap, menekan-nekan pipinya gaya berpikir. "Jangan bilang lo nembak gebetannya pas liburan kemarin?"

Sedikit terkejut, Feri mengernyitkan alis, "Dia punya cewek?"

"Ya iyalah, sayangku. Hari begini tampang macam Rahardja masih ngejomblo? Tsk tsk tsk."

"Ngaca, dong."

"Lo juga."

"Hoo ... kalau gitu mau enggak jadi pacar gue?" Ini bercanda, tentu saja.

Ekspresi Jennar kelu; "...."

Hahaha, terima pembalasan yang manis ini!

Mengedipkan sebelah mata, "Uh-uh. Nggak usah baper, ya, sayangku. Bye~"

Feri kabur sebelum Jennar akan meledak lebih besar lagi.

Jennar, dengan pembulu darah kepala yang kini menonjol, "LO YANG BAPER, SEMUA KELUARGA LO YANG BAPER!!!"

|•'•|

OSIS Kayangan.

Kalau tidak salah Feri ingat-ingat waktu sesi keliling masa orientasi, terletak di lantai paling atas gedung Airavata.

Itu berarti dia harus melewati koridor penghubung antar gedung lalu menaiki tangga tiga kali berutut-turut.

Feri jarang pergi ke tempat sepenting itu. Paling-paling satu dua kali—cuma untuk menemani senior KYRC yang memiliki suatu kepentingan koordinasi dan yang berhubungan.

Duduk di kursi tunggu dekat dengan Ruang OSIS, tanpa sengaja mengintip lewat celah kaca yang saat itu terhalang gorden.

Kuuhh!! Jika tersingkap sedikit lebih lebar lagi supaya Feri bisa menyaksikan bagian dalamnya (biar Feri tidak kepo).

Salah Aldo karena tidak pernah cerita apa-apa walau dia teman dekatnya.

Sedikit yang Feri tahu.

Organisasi Intra Sekolah di Kayangan diberi hak yang lumayan istimewa.

Mereka dibebaskan untuk mengatur pengadaan segala kegiatan yang menyangkut siswa, entah itu acara tahunan, ekstrakulikuler atau agenda apapun di luar KBM, serta beberapa peraturan di luar KBM yang dirancang sendiri—secara tidak langsung memiliki tanggung jawab yang besar, meski masih dalam taraf pengawasan Dewan Sekolah.

Dengan sistem tersebut, setelah meninjau dan merasakan sendiri selama enam bulan ia bersekolah di Kayangan, dari situ Feri dapat menyimpulkan bahwa pihak Kayangan sangat bertekad memandirikan para siswanya agar siap berperan sebagai individual sukses di lingkungan masyarakat nanti.

Tentu ini hanyalah praduga Feri semata  ╮(╯▽╰)╭ 

Menelik lebih jauh mengenai misi jempolan idealis Kayangan yang 'Menciptakan generasi milenial yang beretika, unggul, dan cerdas, serta berpengalamandi dalam kehidupan bermasyarakat'.

Yah, namanya juga sekolah swasta, tahun lalu susah payah belajar siang malam hanya agar lancar mengerjakan ujian masuk, Feri pun hanya bisa mengikuti kebijakannya.

OSIS di Kayangan memberlakukan seleksi yang sangat ketat untuk menjaga kualitasnya.

Dua tahapan; dari tes tertulis gila ruwet sampai wawancara 'nihil ordinari' menegangkan bersama ketua OSIS itu sendiri.

Feri bahkan sempat meragukan Aldo perihal bagaimana ia dapat lolos (setelah semua curhatannya tentang seleksi pengurus pada Feri, membuatnya urung mencoba saat gelombang kedua dimulai).

Dan sekarang? Dengan gampang menyerahkan jabatannya kepada orang lain yang belum tentu memiliki kriteria (macam Feri, karena ia tahu diri) begitu saja?

Memperkirakan ini sejak tadi Aldo meminta Feri tapi belum sepenuhnya siap apabila diperintahkan untuk menjalani tes seleksi yang sama.

Namun dilihat dari manapun; Feri tetap tidak bisa tenang karena ini terlalu tiba-tiba!

Berdiri di ambang sudut anak tangga terakhir menuju lantai tiga.

Feri bimbang setelah menengkok kanan dan kiri sangat sepi~ sunyi~

Tidak mungkin dia salah arah karena Feri tadi melihat plang penunjuk ruang OSIS di lantai sebelumnya.

Ditambah pemandangan tidak asing; satu-satunya pintu kembar bercat putih diapit dua buah pot pohon palem mini—selera orang OSIS lumayan buruk daripada ruang guru di gedung utama—dengan ventilasi yang selalui tertutup rapat dan jajaran kursi panjang di dekatnya.

Persetan lah! Tak ada jalan kembali kalau sudah sampai di sini.

Apalagi Aldo yang bertindak tidak sabaran dengan mengirim berlusin pesan elektronik sesuatu mengenai 'dibikin santai aja, oke?' dan 'OSIS orang-orangnya baik hati dan tidak sombong. Percaya deh. Fight' diakhiri emot bisep penyemangat warna pink. Feri tidak ingin ngetik panjang dan menjawab menggubakan huruf 'y'

Saat Feri sudah ada tepat di depan ruang OSIS, berdebat dengan batin antara mengetuk pintu atau mengabari Aldo agar dia keluar dulu—seseorang menepuk pundak Feri.

Tidakkah hari ini orang terlalu suka berurusan dengan bagian belakangnya?

Kepala Feri berputar.

"Halo, adakah yang bisa dibantu untuk adik kecil ini?" Seraya tersenyum. Setiap mata pasti dapat melihat dua lesung pipi manis yang dalam itu.

"....!?" Tubuh yang lebih tinggi dari Feri, wajah cukup asing (yang Feri tidak pernah melihat di angkatannya), sudah begitu kata-kata mengayomi berlebihan yang buat Feri ill-feel.

Kakak tingkat OSIS.

"A-Anu ... begini, Kak. Saya ... mau ketemu Giovani kelas 10-C. Katanya dia ada di RO." Feri hanya bisa bicara kikuk.

Mengamati Feri dari atas ke bawah kemudian mengangkat kedua alis.

"Ooh! Pasti kamu temen yang terus dibicarain sama Grinaldo di grup chat itu, benar? Kalau begitu masuk dulu aja, yuk-yuk~"

Ya

Tanpa pikir panjang memegang pergelangan tangan Feri, memaksa.

"He?"

Sebentar-sebentar! Tolong jangan seenaknya menarik-narik begini, Kakak-laki-laki-yang-Feri-tidak-tahu-namanya!

Brukk!

Mendobrak pintu dengan ekstrem dan mengeluarkan suara berisik yang jika orang mendengar pasti ingin segera memukulnya.

"Semuanya! Lihat dan saksikan siapa yang wakil ketua kalian ini bawa!"

"....."

Tidak banyak yang ada di dalam ternyata, bisa dihitung dengan jari.

Kesambet kenapa dengan kakak ini!? Dan apa, wakil ketua?

"Siapa?" Salah satu dari orang-orang yang awalnya menatap datar kakak di sebelah Feri akhirnya tidak tahan untuk bicara.

"ini loh Feri, cepat banget 'kan datangnya. Padahal baru tadi pagi Grinaldo bilang udah nemu orang yang pas buat bantuin dia. Hebat, sungguh siswa teladan, Ferissa Isvara~"

Feri: *berkedut

Mereka, termasuk Aldo yang duduk lesehan di tikar merek Swan sambil berkutat dengan kertas-kertas berserakan, "Fer!"

Mengusap sudut bibir, mengibas-ngibaskan celana abu-abunya, kemudian mendatangi Feri—masih dengan penampilan yang seperti habis ngorok. "Ehehe, enggak kesasar?"

Kalau kesasar ngapain Feri tepat waktu sampai ke sini. →_→

Mengamati Aldo dari atas ke bawah.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro