Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 1. SISWA POPULER

Pagi ini SMA Cakrabuana digegerkan dengan suara melengking milik Bu Susi selaku guru BP, karena kenakalan Justin yang masuk ke sekolah dengan cara merusak pagar pintu belakang sekolah.

"Justin! Berhenti kamu! Ibu bilang berhenti, Justin!"

Justin akhirnya menghentikan langkahnya setelah sejak tadi ia justru berlari untuk menghindari amukan guru BP tersebut.

"Keterlaluan! Entah dengan cara apa lagi Ibu bisa menghukum kamu, Justin! Kamu selalu saja membuat masalah, ibu sampai bingung menghadapi kamu! Ibu tidak tau lagi harus menghukum kamu bagaimana lagi!" Dengan suara khasnya yang melengking, Bu Susi yang menghardik Justin seperti itu kini menjadi pusat perhatian siswa-siswi SMA Cakrabuana.

Oh, pada dasarnya bukan Bu Susi yang menjadi pusat perhatian, melainkan Justin, si siswa yang terkenal sebagai pembuat onar itu. Meski pembuat onar, Justin memiliki banyak penggemar karena parasnya yang dikatakan mendekati sempurna itu.

"Kalau Ibu bingung mau kasih hukuman apa pada saya, lebih baik tidak usah kasih saya hukuman. Gimana, Bu? Saya tidak mau bikin Ibu tambah stres, Bu." Justin dengan gayanya yang tak ada takut-takutnya itu, berbica demikian, membuat Bu Susi semakin meradang.

"Kamulah yang membuat Ibu stress, Justin! Biar bagaimanapun kamu tetap harus dihukum!" seru Bu Susi lagi dengan napas yang sedikit tersentak karena terlalu emosi sepagi ini.

"Ah, ya sudah Ibu pikirkan dulu hukuman apa yang mau Ibu kasih buat saya, sekarang saya permisi dulu, mau menyapa calon pacar saya. Bye, Ibu Susi." Justin mengayunkan tangan sejenak kemudian berlari secepatnya menghampiri Kayshila yang terlihat berjalan di lorong bersama dua bodyguardnya.

Bodyguard? Tentu saja itu julukan dari Justin untuk Gavin dan juga Vano, dua sahabat Kay yang selalu berada di dekat Kay hampir sepanjang waktu.

Ya, selain Justin, Gavin dan Vano juga merupakan para cowok populer yang memiliki banyak penggemar. Kay sempat menjadi bulan-bulanan bagi para fans fanatik Gavin dan Vano, karena merasa cemburu Kay bisa bersahabat dengan dua cowok populer sekaligus.

Saat itu pembullyan diterima Kay hampir setiap hari, membuat Kay menderita sakit psikis. Hingga suatu hari Kay mengamuk, semua yang pernah membully-nya dihajar habis-habisan oleh Kay. Semua orang ketakutan. Kay yang dinilai gila itu akhirnya harus menjalani terapi psikiater untuk beberapa waktu lamanya.

Setelah menjalani perawatan psikis, Kay justru menjadi gadis yang lebih pendiam dari sebelumnya, dan dia pun lebih andal mengendalikan emosinya dengan baik. Meski kini Kay terlihat baik-baik saja dan terlihat lebih pendiam cenderung cuek, dia tetap saja ditakuti oleh kebanyakan siswa-siswi SMA Cakrabuana. Mereka khawatir Kay kembali mengamuk sewaktu-waktu.

"Selamat pagi, Cantik!" Justin menyapa, sembari menaruh satu tangannya pada pundak Kay yang tengah berjalan di sisi kanan Gavin, sedangkan Vano berjalan di sisi kiri Gavin.

Kay tidak menyahut. Gadis itu menggeser langkahnya sedikit ke kiri sambil menggoyangkan pundaknya hingga tangan Justin terlepas dari pundaknya.

"Kok nggak dijawab?" Justin kembali berbicara, sambil melambaikan tangannya di depan wajah Kay yang terus berjalan.

"Lo ngomong sama gue?" tanya Kay datar.

"Ya iya dong, masa gue panggil Gavin cantik?" balas Justin mencoba membuat lelucon.

"Oh, sorry, gue nggak merasa terpanggil."

"Oke gue ulang. Selamat pagi, Kay!"

"Pagi."

"Kay, mau denger pengakuan dari gue nggak?"

"Nggak!"

"Oke gue kasih tau," ucap Justin mengabaikan penolakan Kay. Vano yang berjalan di ujung sana berdecak pelan mencibir Justin.

"Gue suka sama lo, Kay." Suara Justin kembali terdengar.

Gavin melirik sekilas pada Kay, cukup penasaran dengan apa yang akan Kay katakan untuk merespon pernyataan Justin. Karena memang belakangan ini Justin sering mendekati Kay.

Sedangkan Vano yang tak suka pada Justin, kembali mencibir dari tempatnya.

"Sorry, gue nggak suka lo!"

Justin tersenyum kecut. "Gue tau, tapi gue akan berusaha bikin lo suka gue, Kay."

"Jangan mimpi!" Vano merespon ucapan Justin dengan senyum meremehkan. Kini Gavin melirik pada Vano sekilas, namun mulutnya setia terkunci.

"Weekend nanti nonton yuk!" Justin kembali mengajak Kay bicara, tanpa mempedulikan Vano yang menatapnya tak suka.

"Gue nggak suka nonton!"

"Lo sukanya apa?"

Kay menghentikan langkahnya ketika ia mulai jengah mendengar pertanyaan demi pertanyaan dari Justin. Hal itu membuat Gavin dan Vano ikut menghentikan langkah mereka.

"Gue sukanya apa, penting banget buat kasih tau lo? Mending sekarang lo pergi, gue terganggu!" kata Kay penuh penekanan.

"Kalau lo usir gue terus gue pergi, itu namanya gue menyerah. Sorry, Kay, gue tetep akan ganggu lo, sampai lo--"

Belum sampai Justin menyelesaikan kalimatnya, Kay sudah memasang earphone di kedua telinganya, dan detik berikutnya ia melangkah pergi begitu saja.

Justin sama sekali tidak marah. Iya justru terkekeh sambil menggelengkan kepala.

Vano yang puas melihat Kay meninggalkan Justin begitu saja, ikut beranjak pergi menyusul Kay. Sedangkan Gavin masih tidak bergerak dari tempatnya.

Gavin memutar tumit, membuat dirinya menghadap pada Justin yang masih terus menatap punggung Kay yang semakin menjauh.

"Lo serius suka sama Kay?" akhirnya Gavin membuka mulut, melempar pertanyaan itu pada Justin, dengan ekspresi datar.

Justin ikut memutar tumit. Kini keduanya berhadapan. Untuk sesaat keduanya saling melempar tatap dalam diam. Kemudian Justin lebih dulu memalingkan wajahnya untuk mengakhiri tatapan matanya pada Gavin yang juga menatapnya lekat. Justin selalu merasa ia melihat dirinya yang lain jika bertatapan dengan Gavin seperti itu. Untuk itulah Justin tidak mau terlalu lama menatap mata Gavin yang jujur saja begitu mirip dengan matanya.

Justin menepuk pundak Gavin. "Lo tau jawabannya, tanpa gue kasih tau."

Justin melempar senyum yang sulit diartikan, kemudian pergi meninggalkan Gavin yang termenung sendiri setelah semua orang meninggalkannya satu-persatu.

Di sisi lain, Kay yang lebih dulu sampai di kelas, langsung diserang serentetan pertanyaan oleh teman sebangkunya, Nesya.

"Kay, lo tadi ditembak Justin 'kan? Kok nggak lo terima sih? Apanya yang nggak lo suka? Dia itu udah pinter, gentle, ada lucunya juga, dan dia nggak kalah keren dari Gavin. Please, deh, kalau gue jadi elo, udah langsung gue terima. Oh my God!" Nesya histeris tak karuan, membuat Kay yang baru saja membuka earphone-nya harus menutup kembali telinganya dengan tangan.

Benar, meskipun Justin sering disebut berandal oleh guru BP, namun kenyataannya Justin merupakan salah satu siswa yang selalu ikut olimpiade. Meskipun nakal namun Justin tetap punya sisi positif. Itulah yang disukai para penggemarnya.

"Sorry, gue bukan elo, Nes. Gue nggak tertarik sama dia!"

"Hm ... jadi lo lebih tertarik sama Vano? Atau Gavin yang sedingin bukit es itu?"

"Ck, lo ngatain gue bukit es? Pergi!" Gavin yang tiba-tiba saja sudah berada di dekat meja Kay, mengusir Nesya.

"Apa? Kenapa gue harus pergi? Ini tempat duduk gue!" Nesya mendebat.

"Gue mau duduk di sini. Lo duduk sama Vano! Atau lo mau duduk sama Tono?" Gavin kembali mengusir, masih dengan ekspresi datarnya.

Membayangkan wajah Tono yang memiliki tompel cukup besar di pipinya, lalu rambutnya yang keriting, membuat Nesya seketika merinding.

"Ton—"

"Iya-iyaaaa, gue pindah! Mending gue duduk sama Vano, udah ganteng, pinter lagi. Dari pada sama Tono, aduh nggak deh!" Nesya lebih dulu mengiyakan kemauan Gavin, sebelum Gavin mengaturnya duduk dengan Tono. Tak lupa Nesya menggerutu panjang pendek, namun Gavin sama sekali tak peduli.

"Ngapain duduk di sini? Lagi marahan sama Vano?" celetuk Kay sambil memasukkan earphone ke dalam tas.

"Ada yang mau gue omongin ke elo, Kay."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro