Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Prolog

"Jika hidup, adalah tujuan. Maka tujuan hidup, adalah Akhirat. Dunia ini tempat mengembara. Untuk mencari bekal, memilih, surga atau neraka."

                                            #Azrani_Firdaus

"Bekal hidup adalah amal. Segala amal ada sebab, akibat. Maka, perbanyaklah amal kebaikan."

                                          #Hanan Alfarizi

"Cinta itu fitrah. Akan suci, bila dengan cara suci. Begitu juga sebaliknya."

                                        #Azrani Firdaus

"Cinta itu adalah rasa, ia memiliki tingkatan.
Rasa yang terpusat pada satu titik, maka ia disebut Cinta.

Rasa yang terpusat pada dua titik, ia disebut bakti.

Rasa yang terpusat ke beberapa titik, tapi jumlahnya terbatas, disebut sayang.

Dan rasa yang menyebar tanpa batas, disebut kasih.

Cinta yang haqiqi hanya terpusat pada Allah. Lalu, karena Allah lah, kita mencintai yang lain. Termasuk Rosulullah, Orang tua, Orang yang special, teman dan lainnya.

Jika pusat cintanya salah, maka ia akan rusak."
                                             #Hanan_Alfarizi

Perjalanan hidup seorang gadis sederhana, yang memiliki rasa cinta penuh terhadap Rabb-nya. Allah. Lika-liku hidup yang diterjang, tiada habisnya.  Perjalanan hidup, yang penuh keberkahan akhirnya. Buah hasil dari sebuah 'kesabaran, ketaatan, dan ikhlas.'

Bertemu dengan seorang pemuda yang sempurna akhlak dan adabnya. Tapi, ia hanya manusia biasa.Yang tak akan luput dari 'khilaf.'

Apakah Ujian sang gadis bernama Azrani ditinggal pacar? Ditinggal orang tua? atau, perceraian orang tua? Atau, dibully?

Dan, siapakah Pemuda tersebut? Dan, apa khilaf yang dilakukannya?

Next, Happy reading:)

~##~

Cerita ini mengandung sedikit unsur kekerasan, harap bijak dalam membaca🍁🍁🍁

Kawakib ...

Gadis berumur 18 tahun itu, kini tengah mengadah kelangit menatap tiap-tiap ciptaan Allah yang amat ia sukai. Dinginnya malam tak membuat gadis itu kedinginan, ia selalu rutin ketaman tiap selepas isya. Alasannya hanya satu, menatap dan mentafakuri betapa indah ciptaan-NYA yang satu ini. Yaitu, kawakib. Yang berarti bintang. Entah kenapa, ia sangat menyukai benda langit yang satu ini, menatapnya membuat hati tenang. Meski lebih tenang saat ia membaca kalam-kalam indah milik Tuhan-nya. Karena itu, ia tak pernah lupa untuk membawa benda yang berisi firman-firman-NYA. Agar ketenangan hatinya sempurna. Selepas membaca ayat-ayat suci, ia selalu mengadah kelangit untuk melihat bintang-bintang bertaburan, seakan hanya dirinyalah  yang bisa menatap bintang tersebut. Hanya dengan hal sederhana tersebut, tercetak sabit di wajahnya. Meski tak ada yang melihat karena tertutup secebis kain diwajah, tapi ... percayalah. Siapapun yang melihat wajahnya sekarang, pasti akan ikut bahagia. Alis yang terukir rapi dari lahir, hidung yang sederhana. Tidak terlalu mancung, dan tidak pesek. Bibir manis bak bulan sabit. Tipis dan sedikit panjang. Mata indah. Lebat dibagian atas, celak yang menambah kesan indah di bawah matanya. Sungguh, Allah menciptakan bentuk rupa hamba-NYA dengan porsi yang pas. Bagi siapapun yang beruntung dapat melihat wajahnya tengah tersenyum. Tak akan bisa lupa akan manis senyumnya. Indah, mempesona, tak cantik tapi manis.

***

"Assalamu'alaikum," ucapku mengetuk pintu.

"Wa'alaikumsalam warohmatullah," seseorang menjawab dari dalam rumah.

"Eh, kamu? Ayoo! Masuk, silahkan duduk. Bentar, ya? Aku ganti baju dulu," ujarnya. Aku mengangguk.

Sepuluh menit kemudian ...

"Ayo," ajaknya.

"Pakai motorku saja. Motorku udah ada di depan halaman soalnya, " lanjutnya. Mengunci pintu rumah.

"Lantas, motorku?"

"Simpen aja di garasi," jawabnya. Menunjuk ke garasi.

Segera kuparkirkan motorku di garasi miliknya, tak lupa kututup pintu garasi tersebut.

"Ayo, naik!" pintanya. Tak ada jawaban.

"Az?"

"Azrani! " ulangnya. Meninggikan suara.

"Eh, iya! Apa?" sahutku, sedikit tersentak.

"Ayo, naik! Kamu mau, kita telat latihan? Entar dimarahin sama pelatih, " ingat-nya.

"I-iya, Vin," anggukku. Masih kebingungan.

"Kamu kenapa, sih?" khawatirnya.

"Gak tahu, Vin. Tiba-tiba, firasatku gak enak." Azrani menjawab seadanya. Entah, ia pun bingung dengan perasaannya saat ini. Seperti akan ada kejadian yang tidak baik menimpanya.

"Sudahlah, itu hanya firasat. Kamu berdo'a saja sama Allah, semoga kita berdua selalu berada dalam lindungan Allah," nasehatnya.

"Iya, Vin. Aamiin."

~##~

Membelah jalanan yang masih ramai akan pengendara. Pagi hari yang cerah, membuat semua orang ingin keluar menikmati sejuknya udara pagi hari.

Sudah beberapa bulan belakangan ini, aku dan Vina mengikuti  latihan silat disalah satu perguruan ilmu bela diri, disalah satu pusat kota kuningan. Letak dari rumah ke tempat latihan, memakan waktu yang cukup lama. Yaitu, sekitar dua sampai tiga jam. Itupun, jika jalanan tak macet. Rumah kami yang berada di perdesaan tak membuat aku dan Vina berhenti berlatih. Sebab tujuanku dan Vina, ikut bela diri bukan untuk yang lain. Melainkan, untuk melindungi diri sendiri dan membantu orang-orang lemah. Sebab itu, kami berdua selalu berangkat pagi hari, meski jadwal latihan pukul sepuluh. Berangkat lebih awal demi melatih kedisiplinan.

Pukul sepuluh kurang lima belas menit, hampir saja telat. Hukumannya berat kalau sampai telat datang, tidak diperbolehkan ikut latihan selama tiga pertemuan. Yang artinya, satu pekan.

~##~

"Pagi!" seru salah satu pelatih.

"Pagi! Kak,"

Beruntungnya aku dan Vina, bisa berlatih ilmu bela diri dimana perempuan dan laki-laki berlatih secara terpisah. Jadi, aku  tidak perlu khawatir untuk mengenakan celana. Meski celana khusus latihan terbilang longgar. Tapi tetap saja, bila dilihat laki-laki itu kurang baik.

Secebis kain di wajahku  tetap aku kenakan, meski tak ada laki-laki. Aku takut, jikalau tiba-tiba mereka datang, hanya untuk berjaga saja. Seperti kejadian waktu itu, Vina yang kegerahan dan ribet akan cadarnya saat berlatih, ia memutuskan untuk melepasnya saat latihan. Dan ya, tiba-tiba dua orang pelatih laki-laki masuk ke gedung pelatihan putri. Vina yang menyadari akan hal itu biasa saja, toh menurutnya mereka juga tidak tahu bahwa ia bercadar. Katanya.

Berbeda denganku, tahu ataupun tidak. Yang namanya laki-laki ajnabi tetap tidak boleh melihat rupaku. Jadi kuputuskan, untuk tetap memakainya. Meski tengah berlatih.

Aku dan Vina. Hanya kami berdua yang memakai cadar di pelatihan bela diri tersebut. Lebih banyak yang berkerudung, sebagian ada yang memakai kerudung syar'i. Tapi, itu saja alhamdulillah. Setidaknya mereka menutup aurat.

Syar'i tak akan membuatku rugi. Syar'i tak akan membuatku kepanasan. Syar'i tidak akan membuatku ribet. Jika Allah me-Ridhoi, maka akan Allah permudah.

~##~

Latihan telah usai beberapa jam yang lalu. Kini, Azrani dan Vina tengah beristirahat di sebuah mesjid selepas menunaikan kewajiban shalat ashar.

"Az," panggil Vina. Memegang tangan kiri Azrani yang memar akibat terjatuh saat latihan.

"Iya?"

"Tanganmu, gak pa-pa? " tanyanya. Dengan nada khawatir.

"Insyaa Allah, enggak. Hanya sedikit ngilu saja, nanti juga membaik." Azrani menjawab dengan senyuman. Meski tak terlihat, tapi Vina tahu, Azrani tengah tersenyum. Terlihat dari matanya yang menyipit.

"Pulang, yuk? Udah pukul empat, takut bunda nyariin." Vina memegang tangan Azrani, berniat memapahnya. Takut-takut Azrani kehilangan keseimbangan. Padahal yang luka tangan, bukan kaki. Ah, sang sahabat terlalu cemas.

"Iya, aku juga mau ngobatin tanganku. Takut lusa gak bisa latihan lagi," ujarnya.

"Kamu si, latihannya terlalu di forsir. Jadinya gini kan, kamu kehabisan tenaga dan kehilangan keseimbangan." Vina menasehati. Persis seperti ibu kepada anaknya.

"Iya, ma'af." Azrani hanya bisa menunduk lesu.

"Yaudah, yukk .. jalan? Nanti dirumah langsung di obatin," ajaknya. Menaiki motor, yang di angguki sang penumpang.

Setengah perjalanan pulang tak ada kejadian aneh sedikitpun, tak ada tanda-tanda juga.

Segerombolan preman menghadang mereka. Bukan hanya satu motor, atau dua motor. Melainkan, lima motor yang berboncengan. Itu artinya, berjumlah sepuluh orang.

Vina yang mengendarai hanya bisa meneguk salivanya dengan kasar. Ia berani jika yang menghadang satu atau dua orang. Ini lebih, kemampuan bela dirinya belum seperti Azrani yang melebihi pelatih. Sedangkan orang yang dimaksud, tepat berada di belakang nya tengah memar. Akibat semangat berlatih yang terlalu di forsir.
Azrani hanya bisa memejamkan mata, meminta pertolongan pada Sang maha Kuasa. Ia bisa saja melawan mereka sekaligus dengan secepat kilat. Tapi, keadaan tangannya tengah terluka. Ia tak yakin bisa melawan mereka.

"Hai, Neng!" goda salah satu preman. Sambil tetap mengelilingi motor mereka berdua.

"Wahhh ... Kita dapet mangsa shalihah nih!"

"Bercadar coyyyy, pasti cantik wajahnya. Matanya aja indah banget broo!" timpal salah satu dari mereka.

"Yoii, bro!" mereka menghentikan motornya. Tak terdengar suara bising kenalpot lagi di telinga.

Salah satu dari mereka turun menghadap Vina. Vina yang menyadari itu, langsung memegang tangan Azrani kebelakang.

"Wawww! Tangannya aja di sarungin broo! Item semua," ucapnya.

Memperhatikan Azrani dan Vina dari ujung kepala sampai bawah. Azrani dan Vina segera turun dari motor, menyadari preman tadi nekat memegang tangan Vina, yang langsung di tepis oleh Azrani.

"Jangan sentuh, haram!" ujarnya. Azrani tak takut apapun, kecuali Allah.

"Woww. Galak juga ternyata," balasnya. Tak kalah sangar, yang diketahui adalah ketuanya. Terdengar dari mereka ada yang memanggilnya 'bos.'

"Bro, gimana? " tanyanya. Dengan senyum evil yang manis. Bagi mereka berdua amat mengerikan.

"Pegang dia," tunjukknya pada Azrani.

"Dia yang sok melawan! Gue gak suka sama orang yang sok jagoan, dan sok-sok-an mau MELAWAN gue!" tegasnya. Sambil menekan kata 'melawan' melotot ke arahnya.

Azrani menyadari dua temannya mendekat kearanya. Segera ia keluarkan jurus ilmu bela diri. Dan, mereka berdua tumbang secara bersamaan.

Prokk ... Prokk ... Prokk ...

"Lumayan juga, ilmu bela diri lo." ia berjalan kearah Azrani.

"Lihat, temen lo yang lemah itu. Dia udah ada di tangan gue,"ujarnya. Mengeluarkan senyum evilnya yang paling manis.

"Vina!"

"Az ... Tolong aku! " ucapnya. Vina hanya bisa menunduk pasrah ketakutan.

Vina belum menguasai banyak ilmu bela diri seperti Azrani. Meski mereka berlatih bersama, tapi Vina selalu lupa mengasah kemampuan bela diri dirumahnya. Karena faktor kesibukannya yang harus membantu sang bunda di kantor.

"Arghhhh! " Azrani meringis. Tangan memarnya di cengkram kuat.

Segera ia berusaha melepaskan cengkraman tangan kekar ketua preman tersebut. Tapi hasilnya nihil, tetap tak bisa. Kondisi tangannya yang memar, membuatnya melemah.

Allahu akbar ... Allahu akbar ...

Alhamdulillah, sudah masuk waktu magrib. 'Batinya.'

Teringat salah satu waktu mustajab untuk berdo'a adalah antara adzan dan iqomah. Segera ia berdo'a. Harap, Allah segera mengirimkan pertolongan untuknya dan Vina.

'Sudah masuk waktu shalat. Allah, andai hidupku berakhir disini. Ampunilah segala dosa-dosaku yaa Rabb. Jika memang kau masih memberikan kesempatan aku untuk memperbaiki diri, maka segeralah kirim pertolonganmu kemari yaa Allah.' lanjutnya, berdo'a dalam hati.

"Ayooo! Bawa mereka berdua," titahnya.

Sebelum Azrani dan Vina dipaksa naik kemotor ...

"Bughhhhhh!" seketika orang itu tersungkur kebawah. Mengeluarkan cairan merah kental dari mulutnya.

Sekuat itukah tenaga orang tersebut? Siapa dia? Mereka berdua tak dapat melihatnya dengan jelas ditengah kegelapan waktu magrib. Akan susah menangkap objek saat waktu magrib.

"Lepaskan mereka!" salah satu dari mereka berucap dengan tegas.

"Hahaahaha, " gelak ketawa mereka begitu nyaring. Terlihat kebahagiaan di wajah mereka, tapi terlihat seram untuk dua gadis tersebut.

"Lo?" tunjuk ketua preman pada laki-laki tersebut.

Yang bisa dilihat dua pemuda tersebut memakai koko dan sarung, lengkap dengan kopiah.

"Mau jadi jagoan? Mentang-mentang gaya lo sama kayak dia, sama-sama sok baik, munafik!" tunjuknya kearah dua gadis, yang tak jauh darinya.

"Astaghfirullah ... Bang, kalian gak takut dosa? Itu perempuan loh, perbuatan kalian itu gak baik. Tobat bang, Allah pasti mau nerima tobat abang semua sebanyak apapun dosa yang diperbuat, " nasehatnya.

"Banyak omong lu!" serangnya.

Terjadi perkelahian diantara enam preman yang mengeroyok dua pemuda berkoko tersebut. Tiga lawan satu. Tidak adil, bukan?

Sementara dua gadis tadi saling mengode agar bisa terlepas dari tahanan empat orang yang menjaganya.  Segera mereka keluarkan jurus ilmu bela diri dengan sisa-sisa tenaga yang ada. Begitu pula dengan Vina, ia mengangguk memberi isyarat.

"Bismillah, Allahu akbar! " ucap mereka bersamaan.

Empat orang tumbang sekaligus dengan satu kali jurusan yang Azrani keluarkan. Vina yang membantu menopang tubuhnya untuk menggerakan kaki melawan mereka. Tubuhnya yang sedikit kecil dari Vina,  membuat Vina tidak terlalu sulit untuk menahan tubuh Azrani.

"Ayoo! Lari, Vin!" pintanya. Yang di angguki Vina.

Dua pemuda yang menyadari kepergian dua gadis bercadar tersebut segera memberi isyarat untuk naik kemotor dan menolong mereka. Sebelum para preman itu bangkit dari jangkauan aspal.

"Ukh, ma'af. Anti ikut saja sama kami. Naik kemotor, insyaa Allah kami gak ada niat buruk sama sekali," ujar salah satu pemuda tersebut.

Entah dorongan dari mana, Vina sudah naik duluan kemotor salah satu pemuda tersebut. Azrani yang masih diam ragu, segera ditarik salah satu pemuda tersebut untuk naik kemotornya.  Ia tersentak, terkejut lebih tepatnya. Bagaimana tidak? Selama ini, belum pernah disentuh oleh lelaki ajnabi manapun.

"Ma'af, ayo naik! Sebelum preman itu sampai ketempat kita," tunjuknya.

Tanpa babibu lagi, ia segera naik. Sebanyak mungkin  sang supir dan penumpang merapalkan istighfar dalam hati, berharap Allah mengampuni dosa mereka malam ini. Karena telah sedekat itu dengan yang bukan mukhrim.

"Woi, berhenti!" tegas ketua preman. Yang sedikit lagi menjangkau posisi mangsa.

Segera dua pemuda tersebut melesat jauh dari segerombolan preman tersebut. Mereka berdua berpisah. Yaa, berpisah. Dua motor yang ditumpangi dua pasang lawan jenis terpisah karena segerombolan preman tersebut tak berhenti mengejar. Hingga akhirnya mereka kehilangan jejak.

"Stopp!" pinta seorang penumpang dari belakang. Ia menunduk, menghentikan motornya.

"Kita terpisah, aku terpisah dari temanku." Azrani menjelaskan. Sebelum sang supir bertanya.

"Ma'af, terlalu focus mengendarai agar selamat dari preman tadi. Sampai tak sadar kita terpisah," jawabnya.

"Tak apa, bisa kita kemesjid dahulu? Untuk memenuhi panggilan magrib yang sempat tertunda. Sudah masuk waktu isya juga," pintanya. Sambil menunduk, turun dari motor.

"Baiklah. Kebetulan, ana juga belum shalat. Kalau tidak salah, didepan ada mesjid. Mari kita kesana," ajaknya.

"Anti bawa tas, jadikan saja tas itu sebagai hijab diantara kita." ia yang seakan tahu isi hatinya.

Azrani hanya mengangguk.  Ia jadikan tasnya sebagai hijab antara dia dan sang supir. Sampai di mesjid, mereka terpisah mengambil air wudhu  dan melakukan empat rakaat di tempat masing-masing. Dengan  batasan tirai yang menjulang keatas.

Pukul sembilan, itu sebabnya tidak ada jamaah lain. Hanya ada beberapa sebagaian orang yang masih disini. Mungkin mereka sama seperti dua lawan jenis tadi,  Mampir.

Holaaaaa, guysss .... Masih banyak typo bertebaran. Maafkeun:(

Gimana? Gimana? Gimana apa si thor:v ituloh, ceritanya? Seru gak?

Oke ditunggu krisannya ya, kak say^^

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro