Hanya Dia
Rate: T-M
Genre: Romance, Hurt, Supranatural
Naruto©Masashi Kishimoto
Story by Nisadiyanisa
Pair: Sasori X Akabane Ran
Sumary
Hanya dia yang ada dalam bayangmu, dalam mimpi mu dan dalam kehidupan mu, hanya dia.
Warning!
Gaje, Ooc, typo, DLDR!
Happy reading minna-san!
.
.
.
.
.
.
Ran melangkahkan kakinya pelan di jalan yang tertutup salju, sesekali ia membenarkan letak syal di lehernya. Badai salju semalam tak menyurutkan keingannya untuk menemui sang kekasih, meski harus menempuh jarak yang cukup jauh sekalipun. Ran merutuk dalam hati saat hawa dingin mulai menusuk kulit mulusnya. Musim dingin kali ini lebih parah dibanding tahun kemarin. Banyak jalan tertimbun salju di musim dingin kali ini. Hingga membuatnya harus memutar balik arah dan mencari jalan yang lain.
"Kuharap dia tidak marah atas keterlambatan ku" gumam Ran pelan.
Bibirnya melukis sebuah senyum kecil saat tempat tujuannya telah berada didepan mata.
Ran mempercepat langkah kakinya untuk segera membuka gerbang yang tampak usang jika dilihat dari luar. Sekilas rumah di depannya ini memang terlihat tak terurus dan angker. Tapi jika kau masuk kedalamnya, kau akan sangat terkejut dengan isinya.
Ran membuka gerbang tersebut, kemudian menguncinya kembali. Saat didepan pintu, hatinya sedikit berdebar perasaan ragu mulai muncul tapi ini sudah tekadnya. Akhirnya ia membuka pintu tersebut, kemudian masuk kedalam rumah.
"Kau terlambat Ran" suara bas seseorang menyapa pendengaran nya, Ran hanya menjawab dengan sebuah ringisan kecil di bibirnya.
"Gomene Saso-kun" ujarnya tak enak.
Sosok yang di panggil Saso-kun hanya tersenyum tipis.
"Kau tak mau memelukku?" pertanyaan retoris memang dan Ran tersenyum geli karenanya.
Ran menerjang Sasori, dipeluknya sang terkasih dengan sangat erat, seolah-olah mereka akan lama terpisah.
Harum mawar menyeruak di penciuman Ran, ia sangat menyukai aroma ini. Ia lebih membenamkan wajahnya pada leher Sasori, wangi mawar semakin tercium dan membuatnya mabuk. Lengannya mendekap tubuh tegap itu lebih erat, seakan jika ia melepasnya maka takkan bisa lagi untuk meraihnya.
Setelah cukup memeluk pujaan hati Ran sedikit melepaskan pelukan tersebut dan menatap lekat wajah yang terlihat muda meski sudah beranjak dewasa.
"Saso-kun" panggil nya pelan, matanya tak lepas menatap sang pujaan hati.
"Hm?" Sasori hanya menggumam, meski senyum manis tak lepas di bibirnya.
"Aku iri padamu" ungkap Ran jujur.
"Kenapa?" tanya Sasori bingung.
"Kau selalu terlihat muda, meski umurmu sudah tua" ujar Ran sambil mempeotkan bibirnya.
"Aku belum tua" sanggahnya dengan senyum geli.
"Terserah sajalah" ujar Ran sambil memalingkan pandangannya kearah lain, jantung nya berdetak lebih kencang saat wajah Sasori semakin dekat.
"Aku mencintaimu Akabane Ran" ungkap Sasori tulus, Ran kini memandang Sasori dan menatap netra yang hampir sama dengan miliknya. Tak ada kebohongan disana, jantungnya semakin berdebar tak karuan ketika hembusan nafas Sasori menerpa wajahnya.
"Aku lebih mencintaimu Akasuna no Sasori" ujar Ran tanpa ragu, ia juga mendekatkan wajahnya ke Sasori.
"Sungguh" tanya Sasori memastikan.
"Ya, aku sangat mencintaimu Saso-kun" jawab Ran sambil menatap Sasori tulus.
"Menikahlah denganku Ran" ujar Sasori mantap, Ran sedikit terkejut dengan ungkapan Sasori.
Ran tersenyum manis, ia takkan menyia-nyiakan kesempatan ini. Hatinya pun telah memilih, dimana tempat yang akan menjadi sandaran nya.
"Tentu, aku mau menikah dengan mu" ucap nya pelan tanpa ragu.
"Kau takkan meninggalkan ku kan?" dahi Sasori menempel pada dahinya, dan itu semakin membuat Ran berdebar.
"Aku janji Anata~" hidungnya mulai bersentuhan dengan hidung Sasori.
"Arigato hime" Sasori merengkuh kembali gadisnya.
"Douita" detik itu juga, mereka saling menautkan bibir. Saling merengkuh satu sama lain, seakan jika melepasnya maka takkan bisa lagi untuk meraihnya.
Pandangan Ran mulai buram ketika Sasori melepas satu persatu kancing mantel yang di kenakan olenya.
"Bolehkah?" tanyanya sambil menatap Ran sayu. Meminta izin untuk melakukan hal yang lebih.
"Tentu saja, hanya untukmu" jawab Ran pelan, pandangan matanya tak lepas dari sang pujaan hati.
"Terimakasih" ucap Sasori pelan, kemudian membawa Ran kedalam kamarnya yang terletak di lantai atas.
Setelah masuk kedalam kamar, Sasori kembali menyerang Ran dengan ciumannya.
"Saa~ ayo kita mulai honey" ujar Sasori dengan seringai kecil di bibirnya.
"Hmmpht"
Normal pov
Ran tersentak dari tidurnya, melirik jam yang ia letakkan di nakas. 1:39 am.
'Mimpi itu lagi' Ran merutuk dalam hati. Kemudian beranjak dari tempat tidur menuju jendela kamarnya, membuka sedikit tirai.
Matanya menatap terkejut saat melihat sosok yang tadi sempat mampir kedalam mimpinya.
Disana, dibawah pohon yang tertutup salju Sasori menunggu nya.
Tunggu! Ran menatap kalender yang tak jauh dari tempatnya berdiri.
20 Desember, sebentar lagi natal! Teriak Ran dalam hati kemudian menatap kembali keluar jendela. Sasori masih disana, menunggu nya dengan tatapan sendu.
Ran segera bergegas keluar kamar, tak lupa memakai mantelnya. Mengingat ini musim dingin.
Ran menuruni tangga dengan tergesa, Naomi yang melihatnya merasa heran. Untuk apa Ran keluar rumah di jam seperti ini? Batinnya bertanya-tanya.
Ran segera membuka pintu utama kediaman Akabane. Ia langsung menuju kearah taman dimana sang pujaan hati berada.
Seulas senyum terbit di parasnya yang cantik. Surai merahnya melambai tertiup angin.
Sedikit lagi, ia akan sampai di pelukan sang kekasih.
Sasori tersenyum tipis melihat kekasihnya berlari menuju kearahnya. Ia merentang kan kedua tangannya, bermaksud menyambut pelukan hangat yang biasa mereka lakukan.
Ran tersenyum geli, dengan segera ia merentang kan tangannya juga, dan merengkuh tubuh yang dingin itu.
"Maafkan aku" Ungkap nya pelan, air matanya menetes menuruni pipi.
Isakannya teredam, karena ia membenamkan wajahnya pada dada bidang Sasori.
"Untuk apa kau meminta maaf hm? Aku yang harusnya meminta maaf padamu"
Ujarnya pelan.
Sasori mengusap pucuk kepala Ran sayang, tak lupa ia menciumnya.
Ran menggelengkan kepalanya, isakan kecil terdengar di heningnya malam.
Ran mendongak menatap lekat sosok yang tak pernah berubah sedikitpun.
Jemarinya menyentuh pipi pucat nan dingin pria yang berdiri didepannya.
Hatinya teriris perih, meski Sasori kini berada didepannya.
Sasori menikmati sentuhan lembut dipipinya. Ia memejamkan matanya perlahan, senyum manis masih terukir di bibirnya. Senyum yang selalu disukai oleh Ran.
"Sebentar lagi natal, dia akan ulang tahun yang ke lima belas. Cepat sekali ya" ucap Ran memecah keheningan. Kelopak mata Sasori terbuka pelan, sebelum menjawab.
"Aku tahu"
"Dia selalu menanyakan mu" ucap Ran lagi.
"Aku tahu" jawaban Sasori masih sama. Entah kenapa Ran sedikit kesal karenanya.
"Dia sangat mirip dengan mu" ujar Ran pelan, ia menatap intens Sasori.
"Benarkah?" tanya Sasori penasaran.
"Mmm"
"Dia memang putraku, wajar bila dia mirip dengan ku" ujar Sasori pelan.
"Kau ini" Ran terkekeh geli.
"Tahun kemarin kau tidak datang, kenapa?" tanya Ran pelan, ia menatap heran Sasori.
"Aku sibuk" jawab Sasori singkat.
"Harusnya kau datang" ujar Ran pelan, sebelum merengkuh Sasori kedalam pelukannya.
"Tapi aku datang sekarang kan?"
"Baiklah, jangan dibahas lagi" mereka kembali berpelukan saling melepas rindu satu sama lain.
Ran tak menyadari, bahwa Naomi sedari tadi menatap datar kearahnya.
"Dasar gila" desisnya kesal sebelum beranjak meninggalkan tempat persembunyian nya.
Keesokan harinya
Sarapan pagi ini cukup tegang, Ran sendiri tak memikirkan hal itu tapi Naomi tiba-tiba berkata.
"Semalam kau berdiri diluar, untuk apa?"
Tubuh Ran mendadak menjadi kaku, Naomi tersenyum dingin setelah nya.
"Saya sudah bilang pada anda Tou-sama, Ran gila. Beberapa kali aku pernah melihatnya berbicara sendiri. Dan semalam aku juga melihatnya" ujar Naomi datar.
Akabane Rui menatap datar pada putri sulungnya, yakni Akabane Naomi.
"Ran tidak gila Naomi, dokter pun telah memeriksa nya beberapa kali. Jika Ran gila, mana mungkin dr. Shisui mengijinkan nya pulang?" ujar Rui pelan. Rui mencoba untuk bersabar, bagaimana pun juga ini berawal dari kesalahan nya.
Hati Ran teriris ketika pembicaraan ini terangkat kembali, keluarga nya sendiri menganggapnya gila. Cukup Ran sudah tidak kuat, akhirnya Ran beranjak dari meja makan menuju kamarnya.
Rui menatap datar kepergian Ran, ia menghela nafas berat.
"Harusnya kau jaga ucapanmu itu Naomi"
"Aku hanya berkata seadanya Tou-sama, sumimasen"
Ran masuk kedalam kamarnya, ia mengepak semua pakaian nya kedalam koper. Air matanya menetes tanpa bisa di cegah.
Setelah selesai, Ran menuju kamar putranya. Ia pun memasukan semua baju putranya kedalam koper.
Karma melihat Ran bingung, ia baru bangun tidur tiba-tiba ibunya masuk dan memasukan baju-bajunya kedalam koper. Ia tak mengerti.
Ran tersenyum tipis melihat reaksi putranya.
"Bangun dan cepat mandilah, kita akan pergi dari sini" ujar Ran yang masih berbenah.
"Pergi?" tanya Karma pelan, dahinya berkerut tanda bahwa ia tengah bingung.
"Hu'um"
"Kemana?" tanya Karma penasaran.
"Ketempat ayah" jawab Ran singkat. Mendadak tangannya berhenti diudara.
"Eeh? Hontou ni?" tanya Karma terkejut.
Ran tersenyum tipis, dari nada Karma tadi sedikit antusias meski samar.
"Hai"
"Aku pergi mandi dulu! Jangan tinggalkan aku ibu" serunya sambil berlari.
"Ibu akan menunggumu sayang"
Ran duduk di tepi kasur sambil menunggu putranya selesai mandi.
Tak berapa lama
Karma keluar dari kamar mandi, ia sudah rapih, dan wangi tentunya. Kemudian mendekati Ran, sang ibu.
"Ibu, kita mau ketempat ayah kan?" tanyanya memastikan.
"Iya sayang, ibu sudah janji padamu kan?" jawab Ran sambil bertanya balik.
Mereka pun beranjak dari kamar sambil membawa koper mereka masing-masing. Rui sudah berangkat pergi ke kantor, Naomi pun sudah pergi kebutiknya. Dan Ran bersyukur karena takkan ada yang menghalangi niatnya.
'Saso-kun tunggulah kami' batinnya, sambil menatap sendu kearah putranya.
Ran segera mengambil mobilnya yang terparkir manis di garasi. Kemudian menatap lekat Kearah putranya.
"Karma-kun mau ikut Ibu kan?" tanya Ran pelan.
"Hu'um" Karma merasa heran kali ini, ibunya tampak berbeda.
"Pakai sabuk pengamannya sayang" ujar Ran sambil tersenyum manis.
"Hai"
Ran mulai menyalakan mesinnya, kemudian meluncur kearah tujuan mereka.
Dalam perjalanan mereka hanya ada keheningan.
Tak berapa lama mereka sampai di depan rumah besar yang tampak tua. Ran turun untuk membuka gerbang nya, saat Ran membuka gerbang nya sedikit berderit, mungkin karena sudah termakan usia.
Karma hanya menatap datar pada ibunya. Saat ia mendongak menatap rumah tua itu, pandangan matanya terpaku pada sosok pemuda bersurai merah yang tengah menatapnya juga.
Sosok itu berdiri di depan jendela lantai atas, kemudian ia tersadar saat Ran kembali menyetir mobilnya.
Karma turun dari mobil diikuti oleh Ran, saat Karma ingin menuju kearah gerbang Ran segera mengambil alih.
"Ibu saja yang menutupnya"
Karma hanya mengangguk heran lalu memutuskan untuk menuju kearah pintu utama sambil membawa koper.
Setelah Ran mengunci pintu gerbang, Ran berlari kecil untuk segera membuka pintu utama.
Ketika mereka masuk hawa dingin menyapa mereka, perabotan rumah tertutup kain putih panjang, kecuali bingkai foto yang tampak menarik bagi Karma.
Tanpa sadar, langkah nya mendekat pada bingkai tersebut.
Foto itu berisi pemuda bersurai merah dan seorang gadis bersurai cokelat sebahu. Warna mata mereka mirip, ia merasa familiar dengan wajah si pemuda.
Ah sekarang ia ingat, pemuda yang berada di foto itu adalah pemuda yang dilihatnya tadi. Sedangkan si gadis ia seperti pernah melihatnya. Tapi dimana? Karma melirik pada sang ibu yang tampak melamun sambil menatap sebuah foto yang tampak usang.
"Ibu" panggil nya pelan.
Ran tersentak kaget, ia menatap Karma.
"Ya?"
"Siapa orang difoto ini?" tanya Karma penasaran.
"Itu, kau akan tahu nanti" jawab Ran sambil mengalihkan pandangannya.
"Tapi ibu-" kalimatnya terpotong.
"Sabarlah sayang, kau akan tahu cepat atau lambat" ujar Ran yang kini menatap sendu kearah putranya.
"Sekarang ayo ibu antar ke kamar barumu~" ujarnya mengganti topik, dan itu cukup berhasil meski raut penasaran nasih tercetak jelas di wajah Karma.
"Hai"
Ran memimpin jalan didepan, Karma mengekor di belakangnya.
Saat mereka sudah berada di lantai atas langkah mereka berhenti. Ran berbalik menatap putranya sambil tersenyum manis.
"Ini kamarmu, maaf kalo kotor. Ibu akan membersihkan nya nanti" ujar Ran dengan raut cemas, maklum ia sudah lama tak membersihkan rumah ini. Terakhir kali satu tahun yang lalu.
"Tak apa ibu, aku bisa membersihkan nya sendiri" Ujar Karma pelan.
"Souka"
Mereka memasuki kamar masing-masing.
Ran masuk kedalam kamar disambut dengan senyum manis dari Sasori.
"Tadaima" ucapnya pelan sambil tersenyum manis.
"Okaeri" balas Sasori sambil tersenyum.
"Saso-kun!" seru Ran sambil menghambur ke pelukan Sasori.
Sasori terkekeh pelan melihat tingkah Ran yang tak berubah sama sekali.
"Aku sudah melihatnya tadi" ujar Sasori tiba-tiba. Ran mendongak menatap lekat pada Sasori.
"Begitu ya?" gumamnya pelan.
"Hm, dia sangat mirip denganku" ujar Sasori sambil tersenyum tipis.
"Apa dia spesial?"tanya Sasori penasaran.
"Maksudmu?" Ran bertanya balik, jujur saja ia sedikit bingung.
"Kurasa dia menyadari keberadaanku" ujar Sasori sambil mengendikan bahunya cuek.
"Tentu saja, bukankah dia putra mu?" ujar Ran sedikit kesal.
"Benar juga" jawab Sasori pelan.
"Dasar Bakasori"
"Kau nengataiku?"
"Siapa lagi memangnya?"
Tok tok tok
Ran dan Sasori saling berpandangan ketika mendengar ketukan pintu.
Ran beranjak untuk membuka pintu nya.
"Ibu" suara Karma terdengar dari luar pintu.
"Ya sayang?" Sahutnya kemudian membuka pintunya.
"Aku lapar" pipinya bersemu merah, Karma malu sebenarnya tapi mau bagimana lagi. Mereka baru pindah tadi, otomatis di dapur tak ada bahan makanan.
"Eh?! Ibu lupa belum belanja!" seru Ran tiba-tiba, ia panik! Sangat, bagaimana mungkin ia melupakan hal sekecil itu. Oh lupakan masalah acara pindahan yang sangat mendadak.
"Apa?"
"Kau mau menunggu sebentar? Kalau Karma-kun lapar sekali, ibu bawa susu stroberi tadi" ujar Ran yang masih panik
"Baiklah, jangan lama-lama ya bu~" ujar Karma sambil berbalik berniat untuk kembali ke kamar nya.
"Hai-hai"
Ran sadar ketika Sasori yang tengah menatapnya heran, kemudian ia kembali ke luar kamar menuju kamar putranya.
"Karma!"seru nya tertahan, Karma nongol sedikit dari pintu dan menatap sang ibu heran.
"Ya?"
"Kau ingin bertemu dengan ayah bukan?"tanya Ran sedikit ragu.
Karma menaikan alisnya heran, kemudian mengangguk dengan semangat.
Ran menggandeng tangan Karma menuju kamarnya. Mereka masuk dan Karma hampir tersedak Susu stroberi nya saat melihat pemuda bersurai merah darah yang tengah menatap datar pada nya.
Ran mendengus samar melihat respon suami dan putranya yang tampak berlebihan.
"Sasori-kun" panggil Ran pelan.
"Hn?" Sasori hanya menggumam.
"Dia putra kita" Ujar memberi tahu.
"Aku tau" Jawab Sasori pelan.
"Eeh?! Maksud ibu?" Karma terkejut, ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Karma-kun, dia ayahmu" jelas Ran tenang.
"Eeeh?!" Karma masih tak mengerti dengan keadaan ini.
"Aku mau belanja dulu, kalian baik-baik dirumah!" seru Ran tanpa perduli, bahwa Karma membutuhkan penjelasan lebih darinya.
"Tap-" Kalimat nya terputus.
"Kenapa?" tanya Sasori heran.
"Chotto ibu!" seru Karma berusaha memanggil Ran.
"Jangan berteriak, percuma saja."ujar Sasori tiba-tiba.
"Aku tidak percaya ini!" seru Karma sambil menggelengkan kepala.
"Apanya?" tanya Sasori bingung.
"Bagaimana mungkin ayahku-" kalimatnya terpotong, kata-katanya tersangkut di tenggorokan. Fakta memang menyakitkan.
"Hm?"
"Ayahku masih muda?! Itu tidak mungkin!" ucap Karma masih enggan mengakui Sasori.
"Memang nya kenapa kalau aku ayahmu?" pertanyaan Sasori mengambang di udara.
Karma menatap nya datar, Sasori menyerah. Ia menghembuskan nafas lelah.
"Begini, mau mendengar sebuah kisah?" ujar Sasori tenang, pandangannya beralih ke luar jendela.
"Dongeng kah?"
"Bukan dongeng, ini kisah nyata"
"Baiklah"
"Duduklah disini"
"Hai"
"Jadi begini ceritanya...."
Sasori pov
Dulu, Aku mencintai seorang gadis. Tapi kasta kami berbeda, namun begitu aku tak mempermasalahkannya.
Dia seorang putri dari bangsawan, sedangkan aku hanya seorang pelukis dan pembuat boneka kayu. Gadis itu namanya adalah Sarutobi Tenten. Aku menjalin hubungan dengannya secara diam-diam.
Satu tahun kami menjalin kasih, tanpa ketahuan oleh keluarga nya. Hingga malam itu terjadi, aku melakukan kesalahan yang fatal, tapi Tenten memaafkanku dia bilang kami melakukannya atas dasar cinta. Aku mencoba berfikir positif saat itu.
Tapi saat setelah kejadian itu, aku mendengar bahwa Tenten akan dijodohkan dengan anak bangsawan yang seimbang dengan keluarganya.
Aku terpukul setelah mendengar berita itu, bagaimanapun aku sangat mencintainya. Malamnya aku pergi ke lembah hitam untuk berburu kijang. Karena Tenten sangat suka dengan daging kijang.
Tapi saat aku sampai disana, aku bertemu dengan sekumpulan perampok. Mereka menyerang ku, aku kalah karena jumlah mereka yang banyak, sedangkan aku hanya seorang diri.
Saat nyawaku diambang batas, aku melihat Tenten yang berlari kearahku sambil menangis tersedu karena melihatku yang sekarat. Aku menatapnya pedih, mungkin sampai disini perjalanan kisah cinta kami.
Aku menutup mataku, karena aku sudah tidak kuat lagi.
Saat aku terbangun dia tampak bahagia, sangat. Aku ikut bahagia, kupikir aku tidak bisa kembali hidup. Aku sangat bahagia saat mendengar kabar darinya, bahwa ia tengah mengandung anakku.
Kami memutuskan untuk menikah, dan hidup bahagia setelah kelahiran putri pertama kami, namanya Akasuna Sara. Dia memiliki surai merah sepertiku dan warna matanya gabungan antara aku dan Tenten.
Lima tahun berlalu, ada penyihir datang ke kediaman kami. Saat itu aku tidak ada dirumah, aku sedang ke hutan untuk mencari bahan membuat boneka. Saat aku kembali Sara dan Tenten sudah tak bernyawa.
Mereka dibunuh oleh para penyihir. Aku tidak tau apapun tentang sihir, tapi mereka selalu bilang bahwa Tenten adalah penghalang bagi para penyihir.
Satu tahun berlalu saat bulan purnama. Seorang wanita mendatangi kediamanku, dia mengatakan bahwa dia adalah ibu Tenten.
Dia menceritakan semuanya, termasuk aku yang kembali hidup.
Dia berkata bahwa Tenten dulunya adalah iblis, awalnya aku tak percaya. Tapi saat dia bilang bahwa Tenten menolongku agar aku kembali hidup dan mengorbankan dirinya sendiri, aku melihat masa lalu dan akhirnya aku mempercayai nya. Dia juga berkata bahwa aku sekarang adalah sosok iblis, karena aku yang telah mati di bangkitkan kembali.
Ibu Tenten menyuruh ku untuk menikahi seseorang, agar keturunan iblis tak punah. Karena banyak manusia yang mengincar para iblis untuk dijadikan senjata. Aku awalnya enggan, namun ibu terus memaksaku.
Kemudian aku bertemu dengan Ran, dia mirip seperti istriku Tenten. Lama kami berteman dan kami pun menjalin kasih.
Orang tua Ran tak setuju dengan hubungan kami, karena mereka tau bahwa aku adalah iblis tapi aku mencoba menyakinkan nya. Aku mendesak orang tua Ran, agar dia menyetujui hubungan kami.
Saat orang tua Ran sudah setuju dengan hubungan kami, itupun karena paksaan dari ibu karena orang tua Ran lah yang membunuh Tenten, Ibu yang masih tak rela atas kepergian Tenten, terus mengancam keluarga Akabane agar mereka bertanggung jawab atas kematian putrinya juga cucunya Sara.
Kami menikah setelah menjalin kasih setahun lamanya, tapi karena dunia kami berbeda. Orang biasa akan menganggap Ran gila karena mereka hanya melihat Ran, mereka tak bisa melihat sosokku yang berada disamping nya.
Setahun pernikahan kami, Ran mengandung dirimu. Banyak orang yang mencerca nya, mereka menghina dan menghujat Ran. Karena yang mereka tahu, Ran belum menikah. Dan akhirnya Ran depresi, tepat setelah hari kelahiran mu Ran di masukan kerumah sakit jiwa.
Sasori pov end.
Karma termenung setelah mendengar penjelasan dari Sasori.
'Jadi aku keturunan iblis?' batinnya sendu. Ia menertawakan dirinya dalam hati, betapa menyedihkan nya dirinya.
Karma akui, ia bahagia karena akhirnya bisa bertemu dengan sang ayah. Sosok yang selalu ingin di ketahui olehnya.
"Bagaimana pendapatmu?" ujar
Sasori bertanya.
"Entahlah ayah" hanya itu yang keluar dari bibirnya.
Dada Sasori menghangat ketika Karma memanggilnya ayah, tanpa sadar air matanya jatuh menetes.
"Jadi aku keturunan iblis?" tanya Karma pelan, ia hanya ingin memastikan sesuatu.
"Ya"
"Apa itu benar?" tanya nya lagi.
"Apakah sebegitu buruknya menjadi iblis?" Sasori bertanya balik.
"Aku hanya bertanya ayah, apa salahnya? Aku sering melihat ibu dihina, mereka bilang ibu gila. Sekali dua kali, aku hanya diam tapi saat itu aku kesal dan hilang kendali. Aku membunuh orang itu" rasa sesak merambat dihatinya ketika mengingat kejadian itu.
"Saat itu umurku masih 7thn, aku membunuh nya. Tapi ibu yang dipenjara, mereka mengira bahwa ibu yang membunuh orang itu. Aku sedikit bingung, kenapa mereka tak menyadari keberadaan ku? Bahkan Kakek dan Bibi, padahal kami tinggal satu atap. Tapi mereka tak menyadari nya, Bibi selalu mengejek ibu gila. Karena berbicara sendiri, padahal aku ada didepannya" Karma menghela nafasnya berat.
"Kenapa ayah membuat ibu menderita?" tanya nya.
"Semua bukan salahku, andai Kakekmu tak membunuh istriku dulu. Tak mungkin kau dan Ran bernasib seperti itu" Jawab Sasori tenang.
"Jadi ayah hanya balas dendam?"
"Aku bukan pendendam, bagaimanapun dulu aku adalah manusia biasa. Aku mencintai Ran dengan tulus, begitupun dengan mu" entah harus bagaimana Sasori menjelaskan nya.
"Aku selalu datang saat kau terlelap dan setiap kau ulang tahunpun aku datang. Aku hanya mengunjungi kalian setiap akhir tahun, tepatnya menjelang natal"
"Karena aku tak ingin melihat Ran yang dihina dan dicaci ketika berbicara denganku"
"Aku sendiri awalnya tak menyukai diriku yang sekarang, tapi itu mungkin sudah takdirku"
Mereka terdiam, tak berapa lama Ran kembali. Tapi dia tak membawa apapun, tangannya kosong. Padahal ia berniat pergi belanja tadi.
"Apa aku meninggalkan sesuatu?" tanyanya sambil tersenyum manis.
Karma hanya diam tak menjawab.
"Tidak sama sekali" jawab Sasori tenang.
'Aneh sekali' Sasori membatin, ia tak menyadari keberadaan Ran. Seketika matanya membola dan menatap Ran terkejut.
"Ran kau?"
"Ya?"
Ran hanya tersenyum melihat respon Sasori.
End..
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Omake
Rui menatap nanar pada mobil putri bungsunya, para polisi tengah menyelamatkan Ran yang terjebak diantara mobil dan jurang.
'Inikah akhirnya? maafkan tou-san nak, jika saja tou-san tak melakukan kesalahan itu. Kau takkan mengalami nasib buruk ini' batin Rui yang menyesali perbuatannya di masa lalu.
"Penyesalan memang selalu datang di akhir" ujar sosok wanita bertudung hitam. Setelah mengatakan kalimat tersebut, wanita itu pergi.
Rui menoleh ketika mendengar ucapan tersebut, ia mencari keberadaan wanita itu. Tapi nihil tak ada wanita disana. Hanya beberapa polisi dan diri nya.
Kediaman Akasuna
Ran tersenyum manis saat melihat putra nya tertawa bahagia dengan Sasori.
Ia sempat ragu karena Karma sempat tak percaya dengan penjelasan nya. Namun akhirnya seiring waktu Karma menerima Sasori.
Perjuangannya selama ini tak sia-sia, dengan akhir yang bahagia.
Hanya dia yang ada dalam bayangku, mimpiku, serta hidupku.
Sampai kapanpun akan kuperjuangkan cintaku untuknya, karena hanya dia yang bisa menjadi obat dari segala keterpurukanku, kelemahanku, serta kesakitan ku.
Akabane Ran
Masa lalu ku yang kelam, memang takkan bisa terlupakan namun dengan hadirmu dihidupku telah merubah semuanya.
Hidupku tak berarti tanpa hadirmu dihidupku. Cintamu yang membuat kita bersama, abadi, selamanya.
Akasuna no Sasori
Terlahir menjadi seorang iblis membuatku banyak memahami segala hal.
Kasih sayang, cinta, kebencian, ketamakan dan kesengsaraan.
Aku memahami semuanya, terlebih aku yang mengalaminya sendiri.
Namun aku tak pernah menyalahkan ibu maupun ayah, aku sangat berterima kasih. Berkat mereka aku bisa menghirup udara dunia ini.
Meski harus menjadi iblis sekali pun, aku takkan menyesal.
Terimakasih ibu, ayah aku menyayangimu.
Akabane Karma.
End
Hola minna!
Kalian mungkin menyesal karena telah membaca karya ku yang gaje ini.
Sekedar pemberi tahuan, ff ini lanjutan dari cerita ku yang lain berjudul Setia Untukmu kalian pasti tau kan?
Eh gak tau ya? Kal gitu abaikanlah~
Mohon kritik serta sarannya ^_^
Kutunggu vote serta komennya juga, maaf bila para reader kurang suka dengan cerita ku ini.
Ah ya! Maaf kan aku karena belum menyelesaikan request serta dare nya, bagi yang merasa aku minta maaf.
Cerita nya sudah dibuat kok, cuma belum selesai hehe//ditabok reader.
Sekian dan terima kasih
Nisadiyanisa 220817
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro