Part 2
Jangan lupa tekan love dan komentar biar Incess rajin updatenya. Hindari komentar jahat (next,up,lanjut) itu sangat-sangat tidak menghargai author!
Mari kita saling menghargai.
Salam cinta dari Author, panggil saja Sayang 🤫🤣🤣
_
Ting tong!
Suara bel kamar hotel berbunyi membuat Meechella mengerang dalam tidurnya. Ah siapa yang membangunkannya sepagi ini. Dia harap acaranya pergi ke luar negeri selain untuk acara pernikahan saudaranya dia bisa bebas liburan tanpa ada gangguan dari siapapun. Termasuk gangguan bangun pagi.
Meechella dengan malas bangkit dari tidurnya menuju pintu, setelah menekan tombol open pintu itu langsung terbuka menampilkan sosok Abimanyu yang tersenyum ke arahnya.
"Mengganggu tidurmu El?" Abimanyu terkekeh, seakan dia tidak punya dosa sedikitpun mengganggu tidur keponakan jauhnya.
"Paman kenapa mengganggu tidurku! Aku baru tidur jam empat pagi," sungut Meechella.
Abimanyu melenggang masuk ke dalam kamar Meechella. Dia meletakkan dua box pizza untuk Meechella.
"Kenapa? Kamu tidak nyaman?" tanya Abimanyu penasaran.
Meechella menguap, dia mengucek matanya yang terasa masih ingin memejam.
"Damian sialan itu, dia mencegahku kembali ke kamar," umpat Meechella membuat Abimanyu ternganga.
Benar, Damian semalam berupaya keras menahan Meechella agar tidak kembali ke kamarnya. Lelaki itu mencoba mengulik lebih dalam kehidupan wanita yang sangat menarik di matanya.
"Siapa Damian? Kamu membawa pacarmu ke mari?" tanya Abimanyu penasaran.
"Dia hanya orang aneh," jawab Meechella sambil mencomot pizza yang dibawa Abimanyu untuk dirinya.
Abimanyu mengamati Meechella. Memang benar, garis keturunan keluarga Corlyn sangat luar biasa. Bahkan tantenya Sisil, dan Viona masih sangat cantik di usianya yang lebih dari setengah abad.
"Kenapa Paman datang sepagi ini?" tanya Meechella penasaran.
"Paman akan mengajakmu membeli gaun untuk besok malam."
Meechella mengelap mulutnya, dia berjalan menuju kulkas mengambil air mineral dan meneguknya hingga habis.
"Ah tidak usah Paman, Ella sudah bawa persiapan baju dari Indonesia. Grandma Nadia sendiri yang mendesainnya," jelas Meechella.
Di saat anak-anak konglomerat habis-habisan berfoya-foya mengikuti gengsi dan gaya hidup ala sosialita. Meechella tipikal wanita yang anti menghambur-hamburkan uang. Dia sangat tidak suka membeli barang-barang unfaedah yang akan memenuhi lemari kamarnya.
"Kalau begitu bagaimana jika kamu dan Siska jalan-jalan di negara ini? Nanti biar sopir hotel yang mengantarmu," usul Abimanyu.
"Wah saran yang bagus itu Paman, tapi kasih uang saku dong. Meechella lupa menukar rupiah dengan uang sini," ucap Meechella tersenyum geli, menampilkan gigi putihnya yang rapi.
"Iya-iya, Paman tidak lupa kok soal itu," jawab Abimanyu membuat Meechella bersorak bahagia.
Di negara ini memiliki banyak sekali ciri khasnya, dari makanan, minuman, pakaian, bahkan semuanya sangat berbeda. Meechella tidak bisa membayangkan apa saja yang nanti akan dia beli untuk oleh-oleh keluarga besarnya.
Bagaimana jika jaket?
Em, sepatu? Ah tapi dia tidak tau ukuran kaki keluarganya satu persatu.
Ataukah makanan? Tapi basi dong sampai Indonesia.
"Hemm aku pikirkan oleh-olehnya nanti, aku mau mandi dulu," ucap Meechella mengakhiri perdebatan pikirannya.
Sedangkan di Markas Tentara AD Iraq, terlihat para perwira tengah berlari dengan rapi.
"Satu, dua, tiga, tu-wa-ga."
Kegiatan rutin setiap pagi, personel tentara junior melakukan olahraga bersama mengelilingi komplek Markas Tentara AD untuk menjaga kesegaran jasmani dan rohani mereka.
Bagi mereka, latihan fisik mampu membantu daya tahan mereka ketika dikirim untuk menunaikan tugas negara dalam misi perdamaian dan juga keamanan. Semua ras dan juga suku bergabung menjadi satu untuk negara mereka yang tercinta.
"Ku dengar, komplotan Macan Putih membuat markas di sekitar Desa Tradisional." Seorang Letnan mengutarakan informasi terbarunya bersama dengan anggota misinya.
"Dia bisa menjual senjata tajam dan juga bahan peledak. Ini bisa mengacaukan keamanan negara ini," jawab salah satu rekannya.
Damian menatap layar LCD yang kini menampilkan sosok pimpinannya, lelaki botak bertubuh tinggi dan juga tatoan di lehernya.
"Kita habisi mereka," ucap Damian tanpa takut membuat semua orang yang ada di sana menoleh.
"Tapi kita belum tahu berapa banyak senjata tajam dan peledak yang mereka miliki," jawab Letnan
"Kapten, mereka memiliki anggota yang banyak." Kini Gary bersuara. Dia seorang Sersan bawahan Kapten Damian.
"Apa kalian akan menunggu mereka memporak porandakan keamanan negara kalian? Jika rakyat bebas mendapatkan senjata tajam dan juga peledak, bisa dipastikan negara kalian semakin rusuh dan juga hancur. Akan ada aksi saling membunuh diantara kubu yang berbeda. Lalu apa gunanya tim keamanan seperti kita?" Damian menatap semua orang yang ada di sana.
Semuanya diam, mereka tidak bisa menjawab ucapan dari kapten mereka.
"Gary, coba cari tahu di mana kelompok Macan Putih itu bersembunyi." Letnan memberikan sebuah kode GPS yang sengaja dipasang pada mobil salah satu anggota Macan Putih saat mereka tengah menyelidiki.
Gary langsung membuka GPS itu di laptopnya, butuh beberapa menit akhirnya dia tau tepat di mana mereka berada.
"Di utara desa tradisional, dua KM kearah hutan perbatasan," jawab Gary membaca maps yang kini ada dihadapannya.
Damian mengamati maps yang kini tertera di layar LCD.
"Di sana ladang ranjau, akan sangat berbahaya jika kita ke sana." Salah satu dari mereka mengutarakan pendapatnya.
"Bawa alat pendeteksi ranjau, alat penonaktifkan ranjau, dan juga bawa persediaan bahan peledak yang banyak. Kita akan menangkap mereka hari ini juga," putus Damian membuat semua orang terbelalak.
Letnan menggebrak meja, dia berteriak kepada Damian.
"Apa kau akan membunuh semua anggotamu dengan sia-sia?" teriaknya.
"Setidaknya kita mati saat tugas," jawab Damian menghendikkan bahunya acuh.
Damian berdiri, dia mengambil seragamnya di dalam loker.
"Gary siapkan pasukan dan keperluan kita," titah Damian sebelum dia berjalan meninggalkan ruangan pertemuan.
"Siap laksanakan," jawab Gary hormat.
"Kapten, ashhh dia sangat gegabah!"
"Kapten Damian tidak pernah gagal dalam misinya, dia selalu mempertimbangkan keputusan yang dia ambil," ucap Gary membungkuk dan memberi hormat kepada Letnan sebelum dia pergi menyusul Kapten Damian.
*
Meechella berteriak penuh suka cita menatap ratusan pedagang oleh-oleh di hadapannya. Kini dia dan Siska tengah berjalan-jalan di Desa Tradisional untuk membeli oleh-oleh karena lusa rencananya mereka akan kembali pulang ke Indonesia setelah pernikahan Abimanyu selesai.
"Lihat ini, astaga outer rajutnya sangat indah," pekik Ella, nama sapaannya.
Ella memegang rajut itu, bahannya sangat halus.
"Pak, berapa harganya?" tanya Meechella pada penjualnya.
"Ini hanya untuk resseler Nona, outer ini sangat langka."
"Aku akan membelinya, berapapun," ucap Ella penuh semangat.
Penjual lelaki itu menatap Ella sejenak.
"Ini sudah dipesan orang, kalau Nona mau. Nona bisa ikut saya ke produsennya."
"Jauh tidak Pak? Soalnya saya tidak bisa lama-lama," tanya Meechella.
Lelaki setengah tua itu menggeleng.
"Tidak, kita bisa naik motor. Cuma dua kilometer."
Meechella nampak berpikir, kalau naik motor hanya akan cukup berdua. Bagaimana dengan Siska?
"Nona Meechella, saya bisa tunggu di sini jika tidak lama." Seperti mengerti pemikiran Meechella. Siska mendahuluinya lebih dulu.
"Benarkah? Ya sudah Pak saya mau, di sana harganya lebih murah ya?" tanya Meechella diangguki lelaki penjual itu.
Meechella menaiki motor yang dikendarai si lelaki penjual, jika penjual eceran saja seramai itu bagaimana dengan produsennya, pasti lebih ramai dan banyak motif lainnya tentu saja dengan harga yang murah.
Jalanannya cukup sepi, bahkan dibilang ini hutan belantara. Lalu alarm tanda bahaya di otak Meechella berbunyi.
'Lelaki ini penculik' teriak batin Meechella.
Mata Meechella terbelalak. "Pak, berhenti Pak, kita kembali saja!" teriak Meechella namun tidak di gubris sama sekali.
Lelaki itu menusukkan jarum suntik di paha Meechella dengan kasar. Selang beberapa detik, Meechella ambruk ke depan tidak sadar. Lelaki itu memegangi tubuh Meechella hingga mereka sampai di sebuah markas.
"Kita dapat tawanan baru, cantik lagi," kekeh para komplotan mereka.
Mereka membawa Meechella kesebuah sel kecil, mengikat tangan Meechella keatas dan menyumpal mulut Meechella.
Merasa anak atasannya tak kunjung kembali, Siska menelpon kantor polisi terdekat melaporkan bahwa ada penculikan. Apalagi ditambah keterangan penjual sekitar yang mengatakan tidak mengenal lelaki asing yang berjualan disana.
Polisi di sana melakukan olah TKP, mereka mencium bahwa ini memang benar-benar penculikan.
"Penculiknya ke arah ladang ranjau," ucap anggota polisinya.
"Kita hubungi markas tentara, kita minta bantuan mereka karena ini masalah yang sangat serius," ucap komandan mereka.
Di sisi lain, Gary menerima panggilan dari nomor darurat kepolisian Iraq.
"Telah terjadi penculikan WNI, lokasi Desa Tradisional. Arah penculiknya menuju ladang ranjau."
Gary mengloudspeaker panggilannya, Damian mengambil alih panggilan itu.
"Di sini Kapten Damian, menerima laporan. Seorang laki-laki atau perempuan? Bagaimana ceritanya?"
"Siap Kapten, seorang wanita dewasa. Siapa nama temanmu Nona? Ah namanya Meechella William Corlyn. Penjual itu menawarkan Nona Meechella untuk diantar ke tempat produksi rajut," jelas polisi di seberang sana.
"Apa katamu? Meechella William Corlyn?" Damian mengepalkan tangannya marah.
Itu Meechellanya, dan Meechellanya diculik!
"Bedebah sialan itu mencari gara-gara, nyalakan helikopternya kita berangkat sekarang. Akan aku habisi mereka semua jika kekasihku sampai terluka!" desis Damian penuh peringatan.
"Wanita itu selalu saja bodoh, bagaimana jika terjadi sesuatu padanya? Sialan!" teriak Damian menendang kursi di hadapannya membayangkan jika wanita yang di klaim sebagai kekasihnya sampai terluka.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro