Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

His Dark Materials Trilogy - Philip Pullman


Judul: His Dark Materials Trilogy (The Golden Compass #1, The Subtle Knight #2, The Amber Spyglass #3)

Penulis: Philip Pullman

Penerbit: Scholastic

Genre: High Fantasy

KOMENTAR PRIBADI

Tahun baca: 2008

Nilai: 4,8

Saya cinta mati dengan buku-buku high fantasy. Nah, tapi saya benci buku ini. Lho, tapi kok nilainya tinggi? Alasannya lagi-lagi karena bukunya memang bagus, saking bagusnya, beberapa poin yang diangkat membuat saya trauma dan menghantui saya bertahun-tahun. Kalau disuruh baca ulang, saya tidak mau. Mungkin kalau saya baca di umur sekarang, efeknya tidak akan separah itu. Tapi saya baca buku ini di sekolah dasar, kalau tidak salah kelas 4 atau kelas 5 SD.

Tokoh utamanya seusia remaja awal. Namanya Lyra. Dulu saya kira buku ini cocok untuk anak-anak, karena saya mulai baca ketika The Golden Compass masuk layar kaca (kebetulan saat usia sekolah dasar). Dan saya baru tahu sekarang kalau target pembacanya adalah dewasa muda. Pantas saja saya trauma.

1. The Golden Compass

Latar awalnya di Oxford, di sebuah perguruan tinggi ternama. Lyra anak yatim-piatu yang dirawat oleh salah satu pengurus kampus. Dia punya teman dekat bernama Roger. Masalah dimulai ketika Roger hilang, diculik komplotan bernama Gobblers.

Satu hal yang paling mencolok di buku ini adalah keberadaan dæmon. Dæmon adalah manifestasi dari "inner-self" seseorang yang berbentuk hewan, terlihat seperti hewan yang selalu mengikuti mereka kemana-mana. Sebelum pubertas, dæmon bisa berubah bentuk menjadi hewan apa saja, tapi kalau sudah dewasa bentuknya akan permanen menjadi satu hewan. Pamannya Lyra, Lord Asriel, punya dæmon berbentuk macan tutul salju (keren banget asli di filmnya).

Saya baca buku ini waktu masih kecil, jadi tidak akan sedetail dan sekritis ulasan terhadap buku yang belum lama saya baca.

Intinya, Lyra terjebak di tengah dua kekuatan politik yang sedang berperang. Gereja dan golongan yang mau meruntuhkan kekuasaan gereja. Poin penting trilogi ini adalah dunia paralel, dæmon, debu, dan alethiometer. Debu dianggap gereja sebagai representasi dari dosa. Dæmon representasi dari kepribadian manusia. Alethiometer alat yang digunakan untuk bertanya kepada Debu, yang nantinya bisa menjawab semua pertanyaan. The Gobblers adalah organisasi rahasia gereja yang bercita-cita menghentikan Debu. Pemimpinnya bernama Marissa Coulter, tokoh antagonis utama di cerita.

Sedangkan Lord Asriel merupakan pemimpin kelompok pemberontak gereja. Pokok permasalahannya adalah eksperimen The Gobblers. Mereka berusaha memotong hubungan antara manusia dan dæmon dengan bereksperimen pada anak kecil. Hubungan dengan dæmon dianggap membuat manusia bisa merasakan emosi yang buruk. Tapi sayangnya, manusia yang terpotong dari dæmonnya akan langsung mati. The Gobblers membunuh ratusan anak kecil miskin dan yatim-piatu demi eksperimen itu.

Di akhir cerita, terungkap kalau ternyata Lyra anak dari Lord Asriel dan Mrs. Coulter. Terus saya kaget (dan ilfeel). Buku ini bagus kalau kalian tipe pembaca yang tidak suka garis tegas antara hitam dan putih pada tiap karakter. Mrs. Coulter suka menculik anak-anak jalanan dan gipsi tapi selalu melindungi Lyra. Lord Asriel mengurus Lyra dari kecil tapi membunuh Roger, sahabat Lyra, dengan memotong hubungan bocah itu dengan dæmonnya demi membuka pintu ke dunia paralel. Begitu bukunya selesai, saya jadi galau, sebenarnya orang bisa dibilang baik itu karena apa.

(Tanda-tanda buku bagus kan kalau pembaca ikut merasakan krisis moralnya?)

2. The Subtle Knife

Di sini ada lebih banyak penjelasan. Dunia paralel tidak saling terhubung, harus dibuka dengan pisau khusus. Sayangnya setiap dunia paralel terbuka, ada makhluk jahat bernama Spectre yang lahir. Spectre suka memakan Debu dan menyerang orang dewasa. Lord Asriel berambisi menumbangkan rezim malaikat bernama The Authority dan Metatron, lalu mengalirkan debu antar dunia paralel. Debu adalah bagian dari kehidupan, seluruh kehidupan butuh Debu.

Konsepnya tumpang tindih. Tapi kalau suka novel fantasi yang berbau agama Kristen/Katolik mungkin akan senang. Saya sih, tidak suka.

Yang saya suka adalah penjelasan tentang dunia paralel. Jadi, Lyra hidup di dunia paralel di mana manusia bisa melihat dæmonnya. Lalu Lyra bertemu dengan laki-laki bernama Will di sebuah dunia, yang berasal dari dunia di mana dæmon tidak terlihat (dunia kita sekarang). Will sendiri sedang mencari ayahnya di dunia ("Cittàgazze") itu. Kemudian ada banyak dunia paralel lainnya, semuanya hanya bisa dibuka menggunakan pisau kepunyaan Will.

Di satu momen, Will akhirnya bertemu dengan ayahnya, tentara angkatan laut, yang hilang saat menjelajah di Antartika. Ternyata ayahnya masuk di pintu antar dunia yang terbuka secara alami, kemudian terdampar di dalamnya tanpa bisa pulang. Lalu ayahnya meninggal, dibunuh oleh musuh Will dan Lyra. Cerita ditutup dengan kematian ayah Will dan penculikan Lyra.

Sepanjang cerita, Will dan Lyra dikejar-kejar oleh pihak Gereja, pihak Lord Asriel, dan pihak Metatron (supposedly lieutenant of God The Authority who went berserk—'The Authority' itself is the first angel who act as a God). Mereka kabur dari dunia ke dunia. Ada dunia yang sudah mati karena Debu habis. Debu bocor ke dunia lain, akibat terlalu banyak pintu antar dunia dibuat dengan paksa. Umumnya, Debu merupakan partikel tidak kasat mata di dunia paralel, namun ada satu dunia bernama Mulefa di mana debu terlihat secara jelas.

Di buku ini, saya suka petualangannya. Dunia paralelnya keren-keren, terutama kalau memang suka cerita fantasi. Tapi konflik utamanya terlalu berat buat bocah SD: politik agama dan ketuhanan. Saya curiga buku ini alasan kenapa saya anti banget sama cerita-ceritanya Dan Brown. Terpapar isu seperti itu terlalu dini, akhirnya saya kapok dan tidak mau dekat-dekat lagi.

3. The Amber Spyglass

Saya paling suka buku yang ini. Bagian awalnya bikin saya sebal sih, karena Lyra ternyata diramalkan sebagai Hawa yang baru ("the new Eve"), di mana kematian Lyra sangat diinginkan oleh pihak Gereja untuk mencegah dosa masuk ke dunia. Omong-omong, itu alasan Mrs. Coulter menculik Lyra. Si antagonis hendak melindungi anaknya dari pihak Gereja, sisi yang ia dukung dari awal cerita.

Saya tidak ingat persis alurnya, tapi saya ingat Lyra dan Will akhirnya harus berhadapan dengan Metatron, tokoh antagonis yang lebih antagonis dari Mrs. Coulter. Di sana mereka juga dikejar oleh Mrs. Coulter dan Lord Asriel. Tapi ternyata, kedua mantan sejoli (walau lebih tepat disebut selingkuhan) itu memilih untuk membunuh Metatron dengan lompat ke dalam abyss, demi menyelamatkan anak mereka. Yay. Plot twist.

Setelah semua musuh mati, Lyra dan Will digambarkan tinggal di Mulefa untuk menyelamatkan sesuatu (atau seseorang, saya lupa). Di sana, waktu lagi makan marzipan (buah warna merah), mereka baru sadar kalau mereka saling jatuh cinta. Mereka ciuman, habis itu masing-masing dari mereka mengalirkan Debu. Dæmon mereka berubah bentuk secara permanen. Pokoknya, menandakan kalau mereka sudah dewasa. Dulu logika saya belum sampai, tapi sekarang saya baru sadar kalau adegan itu merupakan adaptasi dari cerita Adam dan Hawa, serta usaha mereka melawan godaan dan hawa nafsu ("temptation").

Dari semuanya, saya paling terpesona dengan bagian akhir cerita. Lyra dan Will memutuskan untuk kembali ke dunia mereka masing-masing karena: (1) mereka dan dæmon mereka hanya tahan hidup sepuluh tahun di dunia yang bukan dunia asli mereka, (2) pintu antar dunia harus ditutup untuk mencegah kebocoran Debu, (3) tiap pintu antar dunia dibuka dengan pisau Will, mereka menciptakan Spectre baru, (4) Spectre suka bunuh orang.

Will dan Lyra lalu berjanji untuk duduk di bangku taman Oxford yang sama persis di dunia masing-masing tiap pertengahan musim panas, supaya mereka bisa merasa dekat dengan satu sama lain. Yang paling saya suka, setelah Lyra kembali ke dunianya, Will merusak pisaunya supaya tidak ada lagi yang membuat pintu antar dunia. Tahu dengan apa? Pisau itu kan ceritanya sakti, bisa membelah apapun hingga ke partikel yang paling kecil. Nah, pisau itu rupanya tidak bisa membelah rasa cinta Will. Awalnya pisau itu pernah patah ketika Will memikirkan ibunya. This time he thinks of Lyra and the knife shatters, as it is unable to cut through his love for her.

KESIMPULAN
Waktu masih bocah, saya tidak menaruh curiga terhadap judul triloginya. His Dark Materials. Sekarang, kalo saya lihat sekilas, judulnya bahkan bukan tersirat, tapi tersurat. His di sini maksudnya Tuhan. Materials maksudnya Debu. Untuk cerita fantasi, memang banyak yang mengangkat tema Debu. Saya lebih suka konsep debu di Peter Pan daripada di trilogi ini, sih. Hehe. Bukan apa, tapi saya tidak familiar dengan ajaran agama lain, apalagi di usia semuda itu. Sudah tidak tahu teori awalnya, tiba-tiba baca yang sudah diaduk-aduk.

Pembangunan dunianya menurut saya hebat. Di era itu (1995-2000) belum banyak buku high fantasy dengan latar dunia paralel. Untuk plotnya, ada banyak tokoh pendamping, dan kadang tidak terlalu signifikan. Mereka bertemu banyak orang, lalu beberapa mati hanya untuk meningkatkan horor kejar-kejaran mereka dengan Metatron/Spectre/Asriel/Coulter. Lalu yang paling garing, The Authority yang katanya super hebat dan hanya bisa dibunuh dengan pisau Will ("the subtle knife") tiba-tiba mati begitu saja karena dikurung terlalu lama.

Lalu Lyra diramalkan oleh gereja akan digoda oleh seorang perempuan. Di dunia paralel, dia bertemu Mary Malone. Tokoh yang katannya akan "menggoda" Lyra ini adalah teman baiknya, dan tidak melakukan apapun yang berbau "menggoda" kecuali menceritakan pengalamannya jatuh cinta pertama kali dengan seorang laki-laki. Mungkin maksudnya Lyra digoda untuk jatuh cinta juga dengan Will? Entahlah. Tapi untuk ukuran ramalan besar, peran Mary Malone menjadi antiklimaks.

Untungnya, bagian akhirnya sangat realistis. Saya suka sekali, bagaimana Lyra ketika awal buku masih polos sebagaimana seorang anak, di akhir buku sudah dewasa dan bisa membuat pilihan yang bijak demi kemaslahatan semua orang di dunia, meski berarti tidak akan pernah bertemu cinta pertamanya lagi seumur hidup. Lalu karakter Will juga bagus, bukan tipe pangeran hebat yang selalu siap sedia menyelamatkan Lyra. Perkembangan karakter mereka di dalam seri ini sama-sama signifikan, tidak mendadak, dan bisa ditelusuri prosesnya di sepanjang cerita.

Secara umum, buku ini bagus, mengangkat proses pendewasaan anak-anak menjadi remaja/dewasa muda. Banyak pesan moral yang bisa diambil. Beberapa komponen latar cerita saya sarankan untuk dibaca terlebih dahulu kalau belum mengerti, terutama tentang adaptasi cerita Yesus dan Hawa. Kalau mau coba baca cerita yang mengangkat isu keagamaan (Kristen/Katolik) buku ini contoh yang bagus. Kalau mau yang versi keagamaannya lebih ringan, bisa coba baca seri Narnia.

People should decide on the books' meanings for themselves. They'll find a story that attacks such things as cruelty, oppression, intolerance, unkindness, narrow-mindedness, and celebrates love, kindness, open-mindedness, tolerance, curiosity, human intelligence.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro