O8: Alfa (2) [PART II]
/ \
a l f a ;
bintang utama atau yang paling terang dalam suatu gugus bintang
\ /
"Makanannya nggak enak?"
Lamunan Binar terbuyarkan begitu seseorang menyentuh pundaknya pelan. Butuh waktu beberapa detik sampai akhirnya ia tersadar bahwa itu adalah Alfa.
Binar pun buru-buru menggeleng, kemudian menyunggingkan seulas senyum tipis sambil melahap makanannya kembali. "Nggak, kok. Enak."
Alfa terdiam sejenak. Selama beberapa saat, hanya terdengar bunyi dentingan antara piring dan sendok yang berbenturan. Lalu, Binar dapat mendengar Alfa mengembuskan napas. "Kamu lagi ada pikiran?"
Lagi, Binar menggeleng. "Nggak."
"Oke," sahut Alfa. Terdengar nada yang memancarkan rasa ketidakyakinan dari suaranya. "Tapi, kalau ada apa-apa, kasih tahu aku aja."
"Iya, Kak," angguk Binar dengan perlahan. Ia kembali mencoba untuk memfokuskan perhatiannya pada makanan yang berada di depannya, namun lagi-lagi perhatiannya terpecah akibat sebuah pemikiran yang tiba-tiba hinggap dalam benaknya lagi.
Binar memutuskan untuk diam sejenak, sambil menajamkan indra pendengarannya untuk memastikan kalau Alfa masih berada di sebelahnya. Bukannya Alfa adalah tipe orang yang akan kabur di sela-sela kegiatan mereka berdua, hanya saja Binar takut kalau-kalau Alfa sedang tidak memperhatikannya sementara ia berisik sendiri.
Lamunan Binar kembali terpecah begitu lagi-lagi pundaknya disentuh. Kali ini bukan dengan tangan, melainkan sebuah senggolan bahu. Binar mengulum senyum.
"Kak," ucap Binar setelah menelan kunyahannya.
"Hmm?"
"Waktu Kakak pertama lihat aku ... perasaan Kakak gimana?"
Gerakan tangan Alfa terhenti. Cowok itu tak lagi sibuk memotong makanannya, dan kini perhatiannya sepenuhnya tertuju pada Binar yang duduk di sebelahnya. "Hah?"
"Aku yakin Kakak dengar dengan jelas," sahut Binar, masih dengan senyum tipis terpatri di bibirnya. Berbagai macam perasaan mulai memenuhi diri Binar. Namun, dari semua emosi tersebut, yang paling mendominasi saat ini adalah rasa takut dan tidak percaya diri.
Binar takut mendengar jawaban Alfa. Mau jujur, mau bohong ... Binar tetap takut. Bagaimana kalau Alfa sama saja dengan cowok yang berada di perpustakaan tadi? Bagaimana kalau ternyata selama ini Alfa hanya menemani Binar demi gaji yang diberikan papa Binar? Atau jangan-jangan, Alfa adalah robot yang terprogram seperti manusia betulan?
Ah, tapi Binar dapat merasakan hawa panas tubuh Alfa di sebelahnya. Kecuali Alfa betulan robot dan mesinnya sedang panas akibat terlalu sering dipakai, sepertinya tidak ada jawaban lain selain kenyataan bahwa Alfa adalah manusia betulan.
Kenapa juga Binar jadi memusingkan hal ini? Alfa hanya guru untuknya. Kalau Alfa memang tidak suka mengajarnya, dia bisa mencari guru lain! Tinggal minta Papa untuk mencarikan guru baru ... dan persoalan pun terselesaikan!
Tapi, Binar tidak mau. Binar tidak ingin memiliki sesedikit alasan apapun yang dapat membuat Alfa pergi darinya. Kalau tidak ada Alfa, siapa yang akan menjaga dan menemaninya lagi?
"Aduh!"
Tiba-tiba, Binar merasakan keningnya disentil. Meskipun tidak sakit, Binar merasa agak kaget juga sebab ia sedang melamun.
"Kenapa nanya yang aneh-aneh?" tanya Alfa sambil kembali memotong-motong makanannya.
Binar mengerutkan kedua alisnya. "Aneh apanya? Aku kan cuma nanya."
"Makan aja. Yang banyak," balas Alfa. "Sebentar lagi udah mau gelap. Kamu harus pulang."
"Hmm," angguk Binar, setengah tidak rela, sembari mengerucutkan bibir. Ia menusuk-nusuk daging ayam yang terkulai lemas di atas piringnya. Begitu Binar baru akan menarik sepotong kecil daging tersebut dengan garpunya, piringnya itu ditarik oleh Alfa.
"Aku aja."
Binar menahannya dengan kedua tangan. "Nggak usah!"
"Aku maksa," sahut lawan bicara Binar tersebut sambil menarik piring Binar kembali dan mulai memotong ayam yang berada di atasnya agar pas satu suapan. Setelahnya, ia kembali mendorong piring itu ke arah Binar. "Nih. Jangan males-males makan. Nanti mama kamu kepikiran."
Binar mengembuskan napas. "Iya. Makasih, Kak."
"Makasih juga buat hari ini."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro