Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

25: Fusi (1)

/ \

f u s i ;

gabungan; peleburan; koalisi

\ /


 "Makasih udah anterin gue pulang."

Tangan kiri Rio bergerak menjauh dari kemudi untuk mengecilkan volume radio yang tengah memutarkan salah satu lagu pop yang sedang naik daun. Kemudian, cowok itu tertawa kecil, sebelum akhirnya mobil betul-betul berhenti bergerak di depan rumah Binar.

"Sama-sama," jawab Rio, dan Binar dapat merasakan kalau lawan bicaranya itu tengah tersenyum. "Lagian, kan gue yang ngajak. Aneh kalau gue suruh lo pulang sendiri, Nar."

Binar menyengir kuda. Ia pun melepas sabuk pengaman dan memakai tasnya kembali. Sebelum membuka pintu mobil, dirapikannya dulu rambut yang acak-acakan akibat habis tertidur. "Pokoknya, makasih banyak, Yo."

"It's my pleasure."

Binar menjawabnya dengan senyuman. Kemudian, tanpa menunggu respons Rio lagi, Binar pun membuka pintu mobil dan melompat turun dari kendaraan beroda empat tersebut. Dilambaikannya tangan ketika Rio mulai menginjak pedal gas untuk melaju meninggalkan rumahnya. Sampai ketika mobil Rio tidak terdengar lagi suaranya, barulah Binar melangkah menuju pintu rumahnya yang ternyata tidak terkunci.

Jam berapa ini? Apakah Papa sudah pulang?

Perlahan, Binar menutup pintu di belakang punggungnya dan ia pun melangkah memasuki rumah. Kakinya bergerak untuk melepaskan sepatu dengan cepat.

"Sabrina."

Rasanya jantung Binar hampir copot, dan bulu kuduknya berdiri semua. Refleks, ia menoleh ke asal suara — yang ternyata adalah Alfa. Binar tidak tahu ia harus merasa bahagia karena Alfa bisa mengajarinya lagi setelah disibukkan urusan kuliah, atau sedih karena papanya ternyata tidak pulang cepat, ataupun merasa takut karena Alfa pasti melihat kalau Binar diantar pulang hingga sesore ini oleh Rio.

Bagaimana kalau Papa tahu? Karena, sepertinya Papa tidak begitu senang kalau Binar bergaul banyak dengan tetangganya itu. Tidak hanya Binar yang akan kena masalah, namun nanti Rio dan Alfa sendiri akan ikut terseret.

Binar meletakkan sepatunya di rak dengan hati-hati. "Kak Alfa?"

"Iya, di sini," ucap Alfa sambil berdeham. Cowok itu menepuk kedua lututnya bersamaan, sebelum akhirnya bangkit berdiri untuk menghampiri Binar yang mulai melangkah memasuki rumah lebih dalam lagi.

Keyla menyalak-nyalak dengan penuh semangat. Diekorinya Binar menuju dapur. Dan sementara Binar menuangkan air mineral ke dalam gelansnya, Keyla duduk dengan patuh di depan pintu ruang makan. Ia menggonggong senang satu kali — sepertinya baru saja dielus kepalanya oleh Alfa.

"Dari mana aja?" tanya Alfa sembari menarik salah satu kursi makan dan duduk di atasnya.

Binar menyelipkan sedikit anak rambutnya ke belakang telinga dengan canggung ketika menyadari pandangan intens Alfa yang sepertinya dapat menembus punggungnya. "Main. Kakak udah lama?"

"Belum, sih."

Keheningan pun kembali mendominasi. Binar meneguk minumannya dengan cepat untuk meredakan rasa gugup. Perlahan, rasa risi di belakang punggungnya akibat dipelototi menghilang. Pandangan Alfa ternyata bergeser ke arah toples makanan ringan di atas meja makan, karena kemudian terdengar suara tutup toples dibuka, disusul bunyi 'kriuk' nyaring.

"Main ke mana?" tanya Alfa lagi, enggan menyerah, ketika Binar akhirnya duduk di seberangnya dengan canggung.

"Main aja."

"Ke mana?"

Binar berdeham. "Kakak ke sini mau ngajarin aku, atau mau menginterogasi?"

Hening sejenak. Binar hanya dapat memandang lurus ke arah kegelapan, menunggu lawan bicaranya itu membuka mulut, hingga akhirnya Alfa bergumam pelan.

"Maaf."

Kedua alis Binar langsung mencuat naik, kaget. Namun, dia tidak sempat merespons apa-apa karena tiba-tiba Alfa berkata lagi.

"Gimana progress membaca kamu?"

Binar terkesiap pelan. Aduh, waktu itu, Binar kan menunda untuk membacanya lebih lanjut sampai dia bertemu dengan Alfa lagi! Tapi, melihat kondisi sekarang, boro-boro membaca bersama — duduk berhadap-hadapan saja sudah canggung sekali!

Binar berdeham. "Baik."

"Baik gimana? Aku bukan lagi nanya kabar kamu lho, ini."

Binar tertawa kecil. Tangannya bergerak menggambar bentuk-bentuk imajiner di dinding luar gelas, sementara otaknya berpikir keras untuk membuat alasan-alasan yang sekiranya agak masuk akal. Namun, semuanya gagal ketika tiba-tiba sebuah tangan hangat menangkup tangan Binar yang berada di luar gelas tersebut.

"Sabrina."

Kenapa tiba-tiba tenggorokan Binar terasa kering?

"Aku nggak mau bermaksud buat sok tahu, tapi ... kamu lagi banyak pikiran, ya?"

"Nggak, Kak," sahut Binar, sembari memaksakan tawa hambar yang terdengar seperti suara benturan panci dalam lemari.

Binar dapat merasakan Alfa yang menggerakkan bibirnya untuk menyunggingkan seulas senyum tipis. "Kita kenal nggak sebentar lho, Sab. Kamu bisa jujur aja. Cerita, kali aja aku bisa bantu kamu. Selama ini, biar bisa lebih sedikit mengerti kamu, aku korek informasi dari papa dan mama kamu. Tapi, mereka sendiri nggak tahu sebanyak itu."

Binar menutup mulutnya rapat-rapat.

"Ya udah, kita main tebak-tebakan aja," putus Alfa setelah tak kunjung mendapat jawaban. Ia menarik tangannya menjauh dari Binar, membuat cewek itu sedikit kecewa meskipun perasaan itu dia telan bulat-bulat ke dalam hati.

Tadi Rio, sekarang Alfa. Kenapa sih, mereka penasaran sekali dengan kehidupan Binar? Perasaan Binar, dia bukan orang yang tertutup-tertutup amat, kok! Kenapa mereka sengotot itu ingin mencari tahu?

Binar mengembuskan napas. "Tebak-tebakan apa?"

"Penyebab kenapa kamu jadi melamun terus."

"Aku nggak melamun."

"Yaudah," kekeh Alfa. "Penyebab kenapa kamu belum kelar baca buku setipis itu sampai sekarang."

Tipis apanya.

"Ada hubungannya sama Rio?"

"Apa?"

"Rio. Tadi aja kamu pergi sama dia."

Binar membasahi bibirnya yang kering dengan lidah. "Bukan. Bukan karena Rio."

"Kalau gitu ...," Alfa menatap Binar lekat, "ada hubungannya sama Ezra?"

Jantung Binar rasanya hampir jatuh ke perut. Dengan syok, cewek itu berusaha untuk tetap menetralkan ekspresinya sembari terus menatap ke arah Alfa yang baru saja menyerangnya dengan pertanyaan yang menyeramkan begitu. Namun, sayangnya dia gagal.

Alfa tersenyum puas. "Bener?"

-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro