Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

21: Kilau (1)

/ \

k i l a u ;

cahaya berkilap; cahaya yang memantul

\ /


 "Jadi," mulai Binar, setelah dirinya usai menelan sandwich yang telah dikunyahnya dengan susah payah. Angin siang bolong yang menerpa kulitnya memberi kesejukan, namun sekaligus menghantarkan rasa gerah yang membuat Binar menyesal karena sudah berada di luar rumah pada jam-jam yang cocok untuk melakukan tidur siang begini. Lagipula, mengapa sih, Rio selalu mencari tempat bertemu yang agak kurang populer seperti ini?

"Jadi?"

Binar berdeham. Parah, dia sampai melamun segala. Ini pasti karena ucapan papanya tempo hari, mengenai dirinya yang tak seharusnya terlalu dekat dengan orang asing (Rio) dan kalaupun mau bertemu, sebaiknya bersama orang yang dikenalnya dekat (Alfa). Tapi, rasanya canggung sekali. Rio dan Alfa ... kedua orang itu bagaikan api dan air. Atau air dan minyak? Atau langit dan bumi? Pokoknya begitu, lah.

"Jadi," ulang Binar lagi. Dibetulkannya posisi snapback yang menghiasi rambutnya. Benda itu lumayan melindungi kepalanya dari sinar terik matahari, meskipun dia tidak bisa menutupi lengannya yang rasanya mulai menghitam dengan baju astronot, "kita nggak bisa ketemu lebih sering lagi."

Rio terdiam sejenak. Cowok itu memilin-milin sebuah daun kering yang berjatuhan dari pohon di dekat mereka, membuat suara gemerisik pelan yang menenangkan. "Oh? Kenapa?"

"Ini semua terlalu aneh, tahu?" sahut Binar. Alisnya berkerut sebentar. "Dan aku belum menemukan keuntungan untuk diriku sendiri sejauh ini."

"Ah. Lo merasa dirugikan?"

"Bukan gitu."

Rio tertawa kecil. "Nggak, gue pikir itu wajar. Tapi, gue belum bisa jawab kalau lo mau nanya perihal itu."

"Kenapa tiga bulan?" sembur Binar setelah Rio melemparkan daun kering yang dipilinnya kembali ke tanah.

"Itu juga ... gue nggak bisa jawab."

"Terus, aku harus nanya apa lagi?"

"Soal cuaca? Kenapa nggak hujan-hujan?" usul Rio, kemudian kembali terkekeh.

Binar mengerucutkan bibir. "Aku udah tahu kalau itu — sekarang kan musim kemarau."

Binar tidak tahu ekspresi macam apa yang tengah ditunjukkan Rio. Cewek itu menyandarkan tubuhnya pada kursi taman, bingung harus berbuat apa lagi. Kakinya digoyang-goyangkan, setengah karena pegal dan setengah karena dia tidak tahan keheningan.

Tiba-tiba saja, Rio berdiri. Otomatis, Binar menoleh ke arah lawan bicaranya itu meskipun ia tidak dapat melihat apa yang dilakukan Rio.

"Kenapa?" tanya Binar, menyuarakan pikirannya. Tidak hanya untuk konteks ini, sebetulnya. Binar gatal sekali ingin menanyakan pertanyaan itu terus-menerus untuk segala aksi aneh yang dilakukan Rio. Cowok ini seolah sedang melakukan uji nyali dengan prinsip 'hidup itu cuma sekali', dan Binar ingin tahu: apa alasannya?

Rio menarik salah satu tangan Binar dari pangkuan sang pemilik. Kemudian, dengan lembut, Rio menggenggamnya. Tentu saja Rio melakukannya untuk menuntun Binar, namun tetap saja Binar merasa salah tingkah dan salah paham. Binar mengabaikan kedua perasaan itu, meskipun pipinya tidak dapat diajak berkompromi.

"Kita jalan-jalan aja. Nanti kan nggak bisa sering-sering ketemu lagi," jawab Rio, sementara Binar mulai bangkit dari duduknya setelah membetulkan posisi tas selempangnya yang miring.

Binar mengedikkan bahu. "Mau ke mana?"

Rio mengangkat tangannya yang tengah menggenggam tangan Binar. Sepertinya untuk mengecek jam, karena jika Binar perhatikan, Rio mengenakan jam tangan di pergelangan tangan kiri. "Lo maunya ke mana? Masih cukup waktu."

"Buat?"

"Buat pergi ke mana aja."

Binar mendengkus. "Aku nggak mau ke mana-mana."

"Nggak mungkin," tukas Rio. Mereka perlahan mulai melangkah meninggalkan taman kompleks perumahaan mereka itu. Jalanan yang keduanya lewati terasa sedikit asing, dan Binar pun menyadari kalau sepertinya Rio menuntunnya menuju rumah cowok itu. Seakan mengerti kebingungan Binar, Rio buru-buru menjelaskan. "Buat ambil mobil. Kita ke rumah gue sebentar buat ambil mobil."

Binar ber-'oh' pelan sembari manggut-manggut.

"Lo udah nggak diajar Alfa?" tanya Rio setelah terdiam sejenak.

Binar menautkan alis. "Masih. Agak sedikit lebih jarang aja sekarang."

"Karena gue, ya?"

"Nggak usah kelewat percaya diri," sahut Binar. "Kak Alfa emang lagi sibuk."

"Gue bercanda."

"Aku tahu."

Keheningan kembali menyelimuti atmosfer keduanya. Untungnya tidak lama, karena kemudian Rio menghentikan langkah, diikuti oleh Binar. Sinar matahari pun tak lagi menusuk kulit, sehingga Binar menyimpulkan kalau mereka sudah berada di dalam garasi rumah Rio.

"Tunggu sebentar di sini. Gue ambil kuncinya dulu. Sambil dipikirin, ya, lo mau ke mana."

Oh, jawabannya mudah saja. Binar dapat segera merespons Rio ketika cowok itu kembali bertanya setelah keduanya duduk di dalam mobil. Memang tidak mudah-mudah amat mengucapkan nama tempat itu, karena Binar juga punya banyak keinginan lain, namun sepertinya permintaannya tidak terlalu tidak masuk akal.

Jadi, setelah keduanya memasuki mobil, Binar segera memakai sabuk pengaman. Radio dinyalakan oleh Rio, meramaikan keheningan canggung di antara keduanya dengan musik-musik pop yang tengah naik daun. Volume-nya tidak terlalu besar, dan Binar menduga kalau Rio melakukannya karena ia akan segera bertanya kembali sebelum menjalankan mobilnya.

Benar saja — belum sempat Binar bernapas, Rio menyerobot cewek itu dengan bertanya, "Udah tahu mau ke mana?"

"Dufan."

"Oke."

"'Oke?'"

Rio tertawa kecil. "Kenapa? Lo kira gue bakalan nolak?"

"Yah, nggak, sih. Tapi kan Dufan jauh."

"Nggak apa-apa. Lagipula, gue sekalian mau ambil beberapa foto. Kali aja inspirasi gue dateng lagi."

"Ah," Binar seketika teringat, "lomba kamu akhirnya gimana?"

Sesaat, Rio tidak menyahut, sebelum akhirnya bergumam, "Buruk."

Binar kira dia salah dengar karena musik yang meramaikan mobil tersebut, namun Rio tidak menjawab apa-apa lagi, sehingga Binar pun ikut bungkam. Buruk? Maksudnya, tim mereka kalah? Atau apa?

Namun, Binar tidak sempat memikirkan hal tersebut lebih lanjut karena mobil bergerak mundur keluar dari garasi dan Binar tidak dapat merasakan perasaan lain selain gugup sekaligus bersemangat.


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro