Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

14: Radiasi (2) [Part I]


 Rio mencoba. Atau setidaknya, dia pikir begitu.

Cowok itu menopang dagunya dengan tangan yang berada di atas meja belajar sebagai tumpuan. Matanya menatap lurus ke permukaan layar laptop yang menyala redup di hadapannya, sementara ekspresi wajah yang ia tunjukkan terlihat sangat serius, seolah-olah foto yang berada di layar tersebut tengah memberikannya sebuah pertanyaan matematika rumit yang harus ia selesaikan.

Foto itu adalah foto yang telah diambil oleh Karin, sekretaris ekskul Fotografi. Karin memutuskan untuk memakai seorang pedagang keliling sebagai objek. Matahari bersinar terik di atas kepala, dan bapak itu berjalan sambil mendorong gerobaknya. Karin membuat foto itu hampir terlihat seperti siluet akibat teriknya matahari, namun objek yang diambilnya masih terlihat dengan jelas.

Rio membuka foto selanjutnya.

Kali ini, foto yang diambil oleh Hani terpampang pada layar laptop-nya: seorang anak kecil yang sedang tertawa. Bulu matanya lentik, sementara matanya sendiri berkilauan akibat pantulan cahaya — entah dari matahari, atau akibat lensa kamera yang digunakan. Memperhatikan latar, Rio dapat mengetahui bahwa anak kecil itu tengah berada di pasar tradisional, terbukti dari para pedagang yang berada di sekitarnya dan juga jalanan yang sedikit becek.

Setelahnya, foto yang menjadi bahan pengamatan Rio adalah foto yang diambilnya sendiri. Keningnya langsung berkerut dalam, dan ekspresi wajahnya dihiasi oleh raut ketidakpuasan. Bagaimana tidak, foto Karin dan Hani, jika dibandingkan dengan Rio, adalah bagaikan langit dengan bumi!

Rio cepat-cepat menghapus foto tersebut sebelum matanya sakit. Kemudian ia bergidik, sambil meraih gelas minumannya dan meneguknya banyak-banyak.

Ah, Rio pusing. Walaupun ia sudah mendapatkan motivasi dan semangat yang cukup dari Binar kemarin, tetap saja hasil foto yang ia dapatkan jelek-jelek. Ada yang blur, pula. Atau mungkin dia harus membeli kamera baru? Tapi, nanti Giselle bagaimana?

Rio mengembuskan napas kasar. Ia mematikan laptop-nya, kemudian ia meraih Giselle dan segera beranjak menuju balkon. Didorongnya pintu kaca yang membatasi dirinya dengan balkon tersebut, kemudian Rio pun melangkah ke luar dan langsung menatap nyalang ke sekeliling.

Objek yang menarik ....

Sebagai pemanasan, Rio memakai pohon yang berada di taman depan rumahnya sebagai objek pertama. Pohon cemara itu luar biasa tinggi, sehingga puncaknya pun melewati lantai dua. Rio mendekatkan Giselle ke wajahnya, kemudian menekan tombol foto.

Rio memperhatikan hasilnya.

Tidak buruk. Tapi, tidak bagus juga.

Rio segera menghapusnya. Sepertinya, dia tidak becus melakukan apa pun.

Sekali lagi, Rio mencoba untuk memotret pohon cemara tersebut. Ia menggigit bibir, sementara Giselle tengah mencoba fokus pada objek yang diminta sang majikan. Ketika lensa Giselle sudah terfokus, Rio pun memencet tombol potret.

Tepat ketika sebuah burung melintas cepat di depannya.

"Ah, sial!" Rio terlonjak kaget sambil melangkah mundur. Untungnya, foto sudah berhasil terabadikan. Rio menoleh ke arah burung itu pergi sambil mengomel. "Lo bikin kaget aja sih! Nggak bisa permisi dulu, apa?!"

Tentu saja, tidak ada yang merespons ledakan kekesalannya barusan. Rio mengerucutkan bibir, kemudian membuka hasil fotonya barusan sambil meletakkan bokongnya pada kursi. Dibiarkannya angin menerpa rambutnya yang, tidak seperti biasanya, acak-acakan.

Rio terkesiap. Di layar Giselle, nampak foto buram dari pohon cemaranya. Bukan buram akibat kamera yang bergerak, namun buram karena fokus Giselle telah beralih pada burung yang terbang.

Tidak seperti yang Rio lihat tadi, di foto ini burung tersebut terlihat luar biasa cantik. Sayap cokelatnya membentang indah, terlihat kontras dengan latar yang didominasi warna hijau.

Rio mengerjap. Memangnya, burung gereja ternyata sekeren ini, ya? Yah, setidaknya sekarang Rio tersadar, kalau tidak semuanya yang berjalan di luar kehendaknya akan berakhir buruk.

Kepala Rio kembali ditolehkan ke arah burung tersebut pergi. "Gue minta maaf! Makasih, ya! Lo photogenic, bro!"

--

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro