Chapter 6
Cass yang sedari tadi memperhatikan tumbuhan venus raksasa yang melahap Cookie mulai merasa janggal. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari sesuatu yang janggal tersebut.
"Ah, kemana perginya Lyam?" Cass menelusuri sekitar air terjun biru untuk mencari Lyam. Namun, bukannya menemukan Lyam, ia justru menemukan sekantung biji ajaib milik Lyam.
"LYAM!!!" Cass berteriak memanggil nama Lyam, berhqrap Lyam mendengar dan segera menghampirinya.
Matahari sudah tergelincir, dan hari pun sudah mulai gelap. Cass bingung, ia harus mencari Lyam ke mana. Hari sudah mulai gelap, bagaimana kalau ia nyasar di tengah hutan? Prasangka-prasangka buruk mulai mengumpul di benak Cass. Cass langsung menggelengkan kepalanya, mengusir prasangka buruknya. Lyam pasti baik-baik saja, pikirnya positif.
Kruuyukkk ....
"Ah, aku lupa kalau belum makan sejak pagi!" Cass pun mencari-cari makanan di tengah hutan yang sudah menggelap. Sudah hampir setengah jam ia berjalan, tetapi ia tak menemukan apa pun. Hari sudah gelap total, beruntung masih ada cahaya rembulan yang sedikit menerangi, walau masih temaram.
"Hei." Terdengar suara yang amat berat dari arah belakang Cass. Cass ragu-ragu untuk menoleh, namun akhirnya ia pun menoleh dan meningkatkan tingkat kewaspadaannya.
"Kau sedang mencari makanan, bukan?" Cass hanya terdiam, menatap makhluk dihadapannya. Seekor burung gagak hitam.
"Di depan sana ada sebuah rumput yang sangat lezat. Sekali kau memakannya, maka kau tidak akan merasa kelaparan seumur hidupmu." Lalu burung gagak hitam itu pun terbang, pergi meninggalkan Cass.
Insting Cass mengatakan, kalau ia tak bisa percaya begitu saja pada burung gagak tersebut. Oh, ayolah! Hidup di hutan itu kejam, mana mungkin ada yang akan berbaik hati begitu saja tanpa meminta imbalan. Tapi tidak ada salahnya, kan, jika mencoba melihat rumput yang dimaksud oleh burung gagak tersebut.
Cass berlari kecil menuju arah yang dimaksud oleh si burung gagak. Dan Cass menemukan rerumputan berwarna ungu tua. "Apa ini rumput yang dimaksud oleh si burung gagak? Tapi mengapa aku merasa tidak yakin, ya, jika ini aman untuk dimakan?" gumam Cass. Tiba-tiba, ada sebuah serangga yang mendekati rerumputan ungu tersebut. Namun, rerumputan tersebut seperti mengeluarkan sebuah asap berwarna ungu, dan seketika serangga tersebut jatuh terkapar diatas rerumputan. Serangga tersebut telah mati.
"Ah, aku ingat. Ini adalah rumput Bervy. Rumput yang sangat beracun. Untung saja aku tidak memakannya. Terima kasih, ya, serangga! Sekarang aku tahu mengapa burung gagak tersebut mengatakan 'sekali kau memakan rumput ini, maka kau tidak akan merasa kelaparan selama hidupmu', itu hanya kata-kata penjebak. Aku tidak akan merasa lapar, karena aku sudah mati saat setelah memakan rumput itu. Ternyata instingku benar, di kehidupan hutan, jarang sekali ada yang akan melakukan suatu kebaikan dengan tulus." Cass pun kembali melakukan perjalanan untuk meredakan cacing-cacing yang mendemo diperutnya.
Cass masih sibuk mencari makanan, karena perutnya sudah meronta-ronta ingin diisi. Di perjalanan yang terasa sangat panjang karena perut kelaparan, Cass menemukan sebuah buah tergantung manis di pohonnya.
"Buah bluerries! Aku ingat buah ini pernah diceritakan oleh Lyam. Buah yang sangat langka, dan itu sebanding dengan khasiatnya. Sekali memakan buah bluerries, maka tak perlu lagi makan satu hari penuh." Cass langsung memakan buah tersebut dengan lahap, karena urusan perutnya sudah tak bisa ditunda lagi.
"Nah, sekarang aku harus pergi mencari Lyam."
Kaakkk ... kaakkk ....
"Suara siapa itu?" ucap Cass. Cass melihat sekeliling, waspada. Mencari-cari sumber suara tersebut. Dan ia melihat seekor gagak hitam itu lagi sedang bertengger di dahan pohon yang cukup tinggi.
"Apakah kau mencari seorang gadis berambut perak?"
"Di mana dia?!"
"Ohh ... tenanglah, aku melihatnya berlari tadi."
"Cepat katakan dia di mana!"
"Tidak ada yang gratis di dunia ini. Belajar dari pengalaman sebelumnya, Cass pun memutuskan untuk mengabaikan burung gagak hitam tersebut. Percuma. Sekali tidak bisa dipercaya, maka tidak akan dapat dipercaya lagi. Cass pun melanjutkan pencariannya. Tanpa disadari oleh Cass, si burung gagak menggumamkan sesuatu.
"Unik, dia tidak terjebak pada tipuanku. Aku akan melaporkannya pada tuanku." gumam gagak tersebut lirih. Burung gagak tersebut pun terbang melewati Cass.
"Namaku Prakash, jika kau ingin tahu." Prakash pun berlalu, meninggalkan Cass ditengah hutan yang sepi dan temaram.
"Dasar burung gagak penipu! Pemeras! Memangnya aku peduli siapa namanya."
(Bagian cerita di atas ditulis oleh Heart_animemanga )
Cass memutuskan untuk segera bergegas. Masih ada satu tantangan lagi agar dia bisa menjadi manusia seutuhnya. Kaki-kaki mungilnya melangkah lebih cepat.
Tinggal satu lagi dan mimpimu akan menjadi nyata! Ayo semangat, Casstor!
Casstor berlari dengan semangat. Meski merasa agak kedinginan karena angin malam yang menerpanya. Dan terkadang merasa sakit karena gesekan yang terjadi dengan ranting pohon.
Casstor tiba-tiba berhenti, menatap hamparan bintang yang seakan menyihir dirinya untuk berhenti dan menatapnya. Puas melihat bintang, Casstor beralih ke bulan yang sedang menampakkan keseluruhan dirinya.
Bulan yang terlihat keperakan itu mengingatkan Casstor kepada Lyam. Casstor tidak tau di mana gadis itu sekarang.
Dasar! Padahal yang ngotot mau ikut kan Lyam. Lalu, kenapa Lyam malah pergi entah ke mana. Casstor menggerutu dalam hati.
Casstor menendang batu sembarangan, tidak peduli kalau ada yang terkena. Casstor juga tanpa segan menendang rumah semut atau hewan kecil yang berpapasan dengannya.
Hingga Casstor melihat dataran luas yang dipenuhi berbagai jenis bunga. Casstor melangkah perlahan melewati jalan alami di antara bunga-bunga.
Di tengah-tengah dataran tersebut ada sebuah danau yang memantulkan bintang-bintang di langit. Casstor mampir sebentar di danau itu untuk minum.
Setelah melewati dataran bunga dan danau cermin—begitu Casstor menyebutnya—Casstor kembali masuk ke hutan. Selang beberapa saat, Casstor bertemu dengan sekelompok kunang-kunang.
"Apa yang kau lakukan di sini, Kancil?" tanya salah satu kunang-kunang tersebut.
"Aku hanya lewat. Dan aku punya nama, namaku Casstor,” jawab Casstor tenang.
"Sebaiknya kau berhati-hati, Ini sudah malam. Kami pergi dulu."
Casstor mengangguk santai. Seolah tidak mendengar peringatan dari kunang-kunang tersebut, Casstor malah menendang batu sembarangan lagi.
"SIAPA ITU YANG MENENDANG BATU KE KEPALAKU?!"
Casstor yang mendengarnya langsung berlari menjauh dari sana. Para predator memang tidak bisa diajak bercanda. Casstor menggerutu pelan.
Casstor tanpa sengaja menginjak sebuah genangan air yang cukup besar sehingga dia tercebur kegenangan air tersebut. Casstor langsung naik ke daratan, merasa beruntung genangan airnya tidak terlalu dalam. Dalam hati Casstor bertanya-tanya siapa yang bisa membuat genangan air seperti itu.
Casstor melanjutkan perjalanannya dengan tubuh basah kuyup. Sebelumnya saja sudah cukup dingin, sekarang malah tembah dingin.
Dari kejauhan terlihat susunan bebatuan yang cukup tinggi. Casstor segera mendekatinya, berharap bisa mendapat sebuah petunjuk. Casstor menaiki batu yang disusun membentuk tangga melingkar dengan hati-hati.
Sampai di atas, bukannya dapat petunjuk Casstor hanya melihat kabut putih saja. Merasa kesal, Casstor pun turun dan menendangi susunan bebatuan tersebut dengan brutal.
Lelah menendangi batu, Casstor pun kembali berjalan. Kali ini, Casstor menemukan beri liar yang tumbuh dengan subur. Casstor pun mengambil beberapa untuk dimakannya.
Setelah puas memakan beri, Casstor berlari ketika melihat sekelebat bayangan berwarna perak. Casstor mengejarnya, menduga dia adalah Lyam. Akan tetapi, perkiraannya salah ketika melihat seekor harimau putih sedang duduk manis.
Casstor sudah siap-siap berlari dari sana, tetapi panggilan harimau itu membuatnya mengurungkan niat.
"Hai Kancil kecil, salam kenal,” ucap harimau itu ramah. Casstor pun menurunkan kewaspadaannya.
"Aku punya nama, namaku Casstor," ucap Casstor ketus. Harimau itu mendengus pelan.
"Aku Ami. Tenang saja, aku tidak akan menakanmu.”
Casstor diam-diam menghela napas lega mendengarnya.
"Casstor, apa kau selalu memberitahukan namamu kepada hewan yang kau temui?" tanya Ami penasaran. Casstor mengangguk.
"Memangnya kenapa?" tanya Casstor penasaran.
"Apa kau tidak takut disantet?" tanya Ami polos.
"Memangnya bisa menyantet hewan menggunakan nama?" tanya Casstor balik.
"Aku tidak tahu,” jawab Ami. Casstor menatap Ami datar, membayangkan apa yang terjadi pada rantai makanan jika semua harimau seperti Ami.
"Sebaiknya kau segera pergi atau teman-temanku akan menerkammu," ucap Ami sambil memainkan batu di sekitarnya.
Casstor bergidik membayangkan dirinya menjadi santapan malam para harimau. Sedangkan Ami malah berguling-guling di tanah, minta dielus.
Casstor langsung berlari ketika radar bahayanya menangkap sesuatu. Apa pun itu, sepertinya menyeramkan. Karena itu Casstor memilih lari.
(Bagian cerita di atas ditulis oleh mukami_mika21 )
Pasokan udara yang diisap oleh Cass semakin memberat. Sumber energi yang ada di dalam dirinya perlahan terkuras. Walaupun demikian adanya, tak lekas membuat Casstor menyerah akan keadaan dirinya yang demikian. Dia tetap melangkah dengan pasti. Menghiraukan rasa lelah, letih, serta dahaganya, demi sebuah tujuan.
Casstor masih mencari Lyam dengan berjalan, berkeliling, dan berputar, dari satu tempat ke tempat lain. Kedua bola matanya dibuka lebar-lebar agar tetap awas—berharap dalam edaran penglihatannya ia dapat menemukan apa yang tengah dicarinya.
Lyam ...! Cass berteriak menyerukan nama Lyam. Matanya masih mengedar ke segala penjuru arah untuk memastikan. Kakinya mengentak-entak tanah dengan kuat. Pikirannya semakin kalut marut di saat jejak Lyam masih belum membuahkan hasil, padahal sudah hampir larut malam. Bahkan di saat purnama raya sedikit demi sedikit melenyapkan diri karena mendung semakin melebar, menutupi rembulan beserta bintang gemintang yang bersinar menorehkan cahayanya.
Cass mencari tempat untuk beristirahat barang sejenak usai kelelahan mencari Lyam. Akhirnya dia memilih untuk menyender di sebuah pohon asam berusia ratusan tahun yang di atasnya dihuni oleh sekumpulan Kelelawar yang tengah bergelayutan dengan lihainya. Ada juga sembilan sarang burung kosong yang entah di mana penghuninya.
Hah. Bagaimana caranya agar aku dapat segera menemukan Lyam? Cass menarik udara ke dalam mulut mungilnya kemudian membuangnya dengan sekuat tenaga. Berharap seluruh keluh kesahnya ikut terbuang bersama embusan napasnya. Sementara, tanpa ia ketahui seekor burung yang baru saja akan memasuki sarangnya nampak terhenti saat tengah melintas dan memperhatikan Casstor dengan saksama.
Di bawah sinar rembulan, Cass menatap langit hitam pekat dengan ogah-ogahan. Baru saja ia akan menyalahkan mendung, jika saja kelelawar tidak bertanya macam-macam mengenai apa yang ada dalam pikirannya. Cass meradang karena langit malam tertutupi oleh mendung yang menyebabkannya semakin kesulitan mencari keberadaan Lyam di tengah suasana malam yang gelap gulita.
“Apa yang sedang kau pikirkan, wahai Kancil yang termasyhur akan kecerdikannya?” tanya seekor burung yang baru saja akan kembali ke dalam sarangnya.
“Aku sedang berpikir mencari cara terjitu untuk menemukan Lyam,” kata Casstor sang Kancil sambil tetap menatap langit malam yang kehilangan sinarnya.
“Mau kubantu?” tawar seekor burung.
“Aku juga bisa membantumu, wahai temanku,” sela salah satu Kelelawar yang mencoba menawarkan bantuan.
Casstor berpikir sejenak. Tak peduli akan si burung kecil karena terlihat lebih tertarik akan seekor Kelelawar yang berwarna hitam seperti malam. “Apa yang bisa kau bantu?” Casstor melihat ke atas dan bertanya balik pada hewan nocturnal yang bersayap tersebut.
“Ah, kau tidak tahu saja, jika aku sangat berbakat untuk mencari sesuatu di malam hari, Cass! Kau tak mau bantuanku?” Masih bergelantungan di pohon asam tua yang besar. Kelelawar menawarkan bantuan kepada Casstor.
Casstor mencebik. Dia mengejek Kelelawar yang setahunya buruk dalam hal penglihatan— lebih-lebih pada saat langit tertutup oleh mendung seperti ini. “Bukankah penglihatanmu sangat buruk, jadi untuk apa kau membantuku bahkan di saat bumi terlihat gulita seperti ini?’ tanyanya sarkas.
“Kau jangan meremahkanku, Cass! Walaupun aku buruk dalam hal penglihatan, tapi aku jauh lebih baik dalam hal pendengaran. Bahkan 100 kali lipat lebih baik dibanding dirimu!” ungkapnya menyombongkan diri.
Kelelawar memang buruk dalam hal penglihatan, namun sangat baik dalam hal memanfaatkan indra pendengaran, karena telinga Kelelawar memiliki sebuah keistimewaan yang mana dapat digunakan sebagai elokasi untuk melihat pada waktu malam hari dengan cara memanfaatkan pantulan gelombang yang bisa ditangkap oleh indra dengarnya.
“Ya ... ya ... ya. Teruslah membanggakan dirimu.” Cass bersiap melangkah meninggalkan Kelelawar yang masih setia bergelantungan di atas pohon asam raksasa.
“Apa yang tengah kau pikirkan?” tanya sang burung kembali.
“Lyam.”
“Lyam? Siapa Lyam?”
“Dia temanku, tapi aku kehilangan jejaknya. Sudah berjam-jam lamanya aku mencari dan tidak menemukannya,” cerita Casstor.
“Aku yakin kau pasti bisa menemukannya,” kata sang burung memberi semangat. “Sepertinya hujan tidak akan turun malam ini. Lihatlah ke atas. Bulan dan bintang sudah terlihat.”
Cass melihat ke angkasa. Benar saja, bulan dan bintang sudah menerangi. Pancaran kemilau dari benda di langit itu kembali. Cass bisa sedikit bernapas lega; wajahnya pun sumringah. Mendung telah menyingkir. Bisa dipastikan hujan tidak akan mengguyur bumi di mana Cass berpijak. Dengan begitu, Cass bisa lebih mudah melanjutkan perjalannya untuk mencari dan menemukan Lyam.
“Terima kasih telah memberitahuku.” Cass mengucap rasa terima kasihnya pada seekor burung. “Aku akan melanjutkan perjalananku untuk mencari Lyam.”
Cass pamit pergi. Seketika sang burung berteriak memberi semangat untuk Cass. “Semoga beruntung, Cass! Aku yakin kau bisa!”
Sebuah senyuman tersungging sepanjang tapak kaki melangkah. Sampai sebuah kilau cahaya yang tergeletak asal di atas bongkahan batu menarik perhatiannya. Cass memperlebar pijakannya untuk segera mendekat ke sumber cahaya mengkilat.
Wow. Indah sekali kilaunya. Cass terpesona dalam sekali tatap. Dia mengambilnya tanpa berpikir dua kali.
Dalam sebuah kesusahan, terselip sebuah keindahan yang diciptakan untuknya.
Cass yakin, inilah suatu pertanda akan datangnya keberuntungan bagi dirinya. Tak tahu kapan, namun Cass akan menunggunya dengan sabar—dia percaya, Tuhan itu maha Adil dan Bijaksana.
Semangatnya kian bertambah menggebu. Lelahnya hilang tergantikan semangat baru berkilauan seperti sebongkah berlian yang ditatapnya pada hari ini.
Berlian itu disulapnya menjadi sebuah liontin yang diikatkan pada sebuah tali dari harimau mati.
Tidak ada kata lelah nan menyerah sebelum suatu usaha itu membuahkan hasil, untuk itulah Casstor akan lebih berusaha dengan keras bagaimanapun keadaannya.
Lyam ...! Casstor memanggil Lyam dengan lantang sambil berjalan menyusuri hutan.
(Bagian cerita di atas ditulis oleh BitaSachiara )
Heeem ... Cass galau nih, dia kebingungan mencari Lyam.
Kira-kira Lyam kemana, ya?
Adakah yang tahu?
Jika kamu suka, jangan lupa beri satu bintang untuk cerita KTP ini.
Jika rindu, silakan katakan di kolom komentar. Karena kami merindukan segala masukan, baik kritik maupun saran.
Salam
Min Silue
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro