Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 3


Casstor merasa jauh lebih ringan setelah Lyam mendapat izin dari Mak Savius. Saat sang kancil menghampiri Lyam di dapur, gadis itu sudah menunggunya. Casstor melihat sebakul nasi, beberapa ekor ikan bakar, dan sayur-sayuran rebus di atas lembaran daun pisang.

“Selamat pagi, Casstor,” sapa Lyam sambil menarik tirai coklat kumal yang menutupi jendela, sehingga cahaya matahari yang baru terbit mulai merayapi seluruh dinding kayu rumah. Angin sepoi-sepoi berebutan masuk dari jendela, membawa aroma dedaunan dan embun pagi yang biasa dihirup Lyam. Casstor mengamati Lyam yang memejamkan mata dan menikmati udara segar, terpana dengan kilauan rambut peraknya. Mata biru Lyam terlihat beribu kali lipat lebih cerah di bawah pantulan sinar matahari. Jika wujud manusia bisa seindah itu, Casstor semakin tidak sabar untuk menjadi manusia.

“Selamat sarapan,” lanjut Lyam, tersenyum lebar padanya.

“Um, kau tahu kalau aku tidak makan dari mangkuk kan,” ucap si kancil, rasa kagumnya berubah cepat menjadi tersinggung ketika melihat tumpukan mangkuk kayu di depannya. Casstor merengut dalam hati, seharusnya Lyam tahu kalau sistem pencernaannya tidak dirancang untuk mencerna daging ikan—setidaknya belum. Hampir saja Casstor ingin keluar dari dapur dengan kesal saat Lyam malah tertawa kecil, sebelum gadis itu mengambil gulungan daun pisang yang berisi rerumputan.

“Aku tahu, temanku,” kata Lyam. “Aku baru saja mencabut beberapa rumput yang paling hijau dan segar untukmu.”

Casstor menahan malu, derap keempat kakinya terdengar canggung dan berisik saat menginjak salah satu papan yang agak reyot. Diam-diam Casstor mengutuki papan yang menimbulkan suara keras itu.

“Di mana Mak Savius?’ tanya Casstor ketika teringat sesuatu. Kancil itu penasaran sekali karena wanita tua itu belum memberitahukan satu syarat agar Lyam diizinkan pergi. Terkadang ia lelah, karena untuk mendapatkan segala sesuatu sekarang serba bersyarat. Green Phillou mensyaratkannya untuk membawa timun perak. Jangan-jangan Mak Savius menginginkan semangka emas.

“Emak selalu bangun sebelum matahari terbit, setelah sarapan Emak akan sibuk mengurus kebun timun, lalu beliau akan duduk di teras sambil minum teh,” jelas Lyam sambil memasukkan secuil nasi ke mulutnya dengan tangan. Lalu, seakan menyuarakan pikiran Casstor, Lyam bergumam, “Aku penasaran sekali. Emak terlihat begitu cemas tadi pagi, dan tidak mengucapkan sepatah kata pun padaku. Kira-kira apa ya syaratnya?”

Asal jangan semangka emas saja, pikir Casstor sambil mengunyah dengan jengkel.

“Mungkin Emak minta dibelikan semangka,” cetus Lyam sambil mengetuk bibir merah mudanya dengan jari. “Semangka di desa sebelah manisnya luar biasa. Kenapa?” Ia kebingungan saat melihat Casstor terbatuk-batuk.

“Oh, iya, aku sudah menyiapkan perbekalan,” kata Lyam tiba-tiba dengan nada bangga. Dengan semangat gadis itu menarik buntalan kain besar seakan memamerkan hasil karyanya yang luar biasa. Merasa curiga, Casstor menghampiri buntalan tersebut dan menarik ujung ikatan dengan giginya sampai terbuka.

“Apel-apel dari hutan Peri-Berdarah-Campuran, berbagai macam beri segar dari kota Dorado, kue beras, lalu ada wadah air bambu (oh iya lupa kuisi airnya), kemudian cemilan udang kering, dan—“

“Cukup,” potong Casstor pada Lyam yang asik memperkenalkan makanan-makanannya. Dia menggelengkan kepala kancilnya. Jika ia memiliki tangan manusia, sudah pasti ia akan menepuk dahi saat itu juga. Keras-keras. “Biar kuberitahu, Manusia, ada beberapa benda penting yang harus kau bawa saat ingin memulai perjalanan jauh nan berbahaya di dunia luar. Dan benda itu harus dapat melindungimu dari segala bahaya di luar sana.”

“Aku akan membawa jubah tudung.” Lyam menunjuk jubah tudung merah favoritnya yang tergantung di dekat dapur. “Jubah tudung akan melindungiku.”

Casstor menghela napas, betul-betul berharap punya telapak tangan agar bisa menepuk dahinya. Atau dahi polos Lyam. “Alyamen Des, jubah tudung tidak bisa menahanmu dari panah pemburu atau pisau perampok.”

“Tapi kata Mak Savius jubah tudung itu akan melindungiku,” kata Lyam sungguh-sungguh. Dia teringat saat Mak Savius menjahit jubah itu untuknya dan mengatakan hal tersebut.
Tidak tega melihat wajah memelas Lyam, akhirnya Casstor berkata, “Baiklah, baiklah. Tudung ajaibmu menang.”

(Bagian cerita di atas ditulis oleh HalfBloodElf )

Bibir Lyam melengkung, memamerkan lesung pipi di sebelah kanan. Matanya bersinar bak purnama, tak lupa nampak giginya yang berbaris rapi bak biji mentimun  menjadi pelengkap kemenangan negoisasinya bersama Cass.

Cantik.

Cass menggeleng, salah satu kelemahannya mulai timbul. Dia tidak boleh lengah, dia harus fokus. Jangan sampai misinya gagal sebelum dia berhasil. Cass mengalihkan retinanya pada setangkup rerumputan yang sudah melambai ingin segera masuk ke dalam perutnya.

Hocus, pokus, trulaalaa.

"Baiklah, karena sepertinya hari semakin terik, mari kita segera menghabiskan apa yang sudah ada di meja." Lyam mengambil mangkuk kayu lalu mengisinya dengan sesendok besar nasi. Tak lupa, dua ikan bakar dan sambal terasi sudah mendarat di mangkuknya.

"Kau yakin akan meneghabiskan semua itu?" Manik Cass membola, lehernya memanjang saking takjubnya.

"Ayolah, Cass, belum tentu setelah ini aku bisa makan enak begini."

~o0o~

Sisa kepulan asap, disertai aroma sangit bercampur gurihnya ikan bakar masih menguar di sekitar dapur. Bara masih menyala di dalam tungku, menyisakan sedikit percikan api. Lelah dengan kesibukan yang sengaja dilakukan demi membunuh sesaknya dada, justru membuat kepala Mak Savius berdenyut nyeri. Diletakkan tubuh yang masih kencang itu, meski telah lebih dari lima puluh purnama dia menghirup napas, di atas sebuah kursi. Diambilnya kendi yang berada tepat di sebelah lengan kiri. Menuangkan beberapa tetes air ke dalam cawan.

Mak Savius meletakkan cawan di atas meja kayu yang terletak di sudut bilik. Separuh dari isi cawan telah dia teguk, namun dentuman di dadanya tak kunjung reda. Sudah sejak semalam, dia meremang. Berkali-kali diusapnya leher yang tidak berkeringat itu. Sepasang netranya melirik ke bilik tengah. Sepasang sahabat berbeda jenis itu tengah menikmati makanan yang sedari Matahari belum tiba telah dia olah.

Perutnya berteriak, tapi Mak Savius justru tidak berhasrat pada kebutuhan pokok manusia itu. Sedari hari masih gelap, hanya secawan air hangat yang mengisi lambungnya. Liurnya yang getir seakan menjadi satu-satunya yang dia rasakan.

Alyamen Des, anugerah dari Yang Kuasa atas kerja kerasnya selama puluhan purnama menanti, menjadi hadiah terindah dalam kesendiriannya. Mak Savius ingat betul, bagaimana tangannya bergetar saat pertama kali menggendong bayi Lyam. Tangis Lyam yang kencang seakan meneriakkan pada dunia, jika sejak saat itu Mak Savius tak akan sendiri lagi. Setiap hari dia menelusuri hutan, mencari madu Randu untuk mengobati dahaga Lyam. Tak lupa jika ada pisang yang matang, tak segan dia bawa pulang. Lyam kecil sangat senang makan buah berbentuk kuning panjang itu. Bahkan sehari dia bisa menghabiskan dua sisir sekaligus. Tak heran waktu kecil tubuhnya tumbuh subur, melebihi ukuran baju yang selalu Mak Savius jahit sendiri.

Perlahan tubuh kurusnya bangkit, dia tidak boleh berada di dapur. Sengaja dia berbohong kepada Lyam tadi pagi. Padahal sebenarnya dia tak berhasrat untuk keluar rumah.

Sesuatu melintas dalam kepalanya. Bergegas wanita yang memakai lilitan kain batik di pinggangnya itu menuju halaman belakang. Langkah kakinya memasuki sebuah gubuk yang berdiri tak jauh dari rumah utama. Dengan sedikit meringis karena harus mengurai tali yang tertaut di pintu, Mak Savius akhirnya berhasil masuk.

Mata cokelatnya menjelajah isi rak yang tersusun rapi. Di salah satu sudut paling timur, matanya terkunci. Dia melangkah mendekat. Membuka tirai lalu mengambil sesuatu.

"Seharusnya ini bukan waktu yang tepat. Tapi aku takut Lyam terluka. Maafkan aku."

(Bagian cerita di atas ditulis oleh VitaSavidapius)

Mak Savius membuka  gentong itu  perlahan, namun pasti. Terdapat kantung kumal berwarna kecokelatan di dalamnya. Netra cokelatnya mengenali kantung kumal yang sudah ia simpan hingga beberapa bulan purnama terlewati, mengambil kantung itu secara perlahan, bahkan hingga tidak menimbulkan efek suara, hanya ada suara decitan di sertai dentuman yang sedikit keras kala Mak Savius menutup gentong itu.

Mak Savius memandang inci, kantung kumal yang sekarang berada di genggamannya.

Ia membuka ikatan kantung kumal itu dengan perlahan, secercah cahaya emas mulai berhambur keluar. Terdapat beberapa biji ajaib  di dalamnya.

Mak Savius bertekad untuk memberikan kantung itu kepada Lyam, "maafkan aku, Lyam benar-benar membutuhkan biji ini." Mak Savius membawa kantung kumal itu bersamanya.

•••

Mak Savius menghampiri Lyam dan Casstor dengan langkah pelan, mereka tengah di landa tawa renyah, mereka saling bersahut-sahutan. Mak Savius hanya bisa menyimpul senyuman miliknya yang tidak kalah manis dari Lyam, ia khawatir, benar-benar khawatir, karena ini menyangkut antara hidup dan mati anak semata wayangnya. Ia mulai resah ketika retina cokelatnyanya, bertemu dengan retina biru Lyam.

"Mak," panggil Lyam, seutas senyuman tipis tercipta dari bibir milik Mak Savius.

"Lyam, anakku .... Bawalah ini, untuk berjaga-jaga dari bahayanya hutan kegelapan." Mak Savius memberikan Lyam kantung kumal yang barusan ia ambil dari gentong itu.

Lyam mengernyit kebingungan, namun ia tetap mengambil kantung kumal itu. "Apa isinya, Mak?" tanya Lyam, ia meneliti setiap sudut bagian kantung itu berharap dapat menjawab isi kantung itu.

Saat Lyam ingin membuka kantung kumal itu, Mak Savius dengan cepat mencegah hal itu terjadi. "Nak, kantung itu berisi tiga buah biji yang bisa kau gunakan jika dalam keadaan bahaya. Gunakan biji itu sebaik mungkin untuk menjaga dirimu, Nak ...." Lyam tersenyum manis, yang menampilkan lesung manis miliknya.

Lyam menerobos memeluk Mak Savius, "Lyam, janji akan kembali dengan selamat, Mak ...," gumam Lyam, yang masih menghambur di dekapan Mak Savius.

Mak Savius mengeratkan dekapannya, sebenarnya ia tidak rela jika anak semata wayangnya pergi meninggalkan dirinya di gubuk tua ini. Namun, keinginan kuat sang anak untuk membantu sahabat yang berbeda jenis dengannya itu, begitu kuat. Ia benar-benar sudah bersyukur di anugerahi seorang wanita tangguh nan manis, jika Tuhan berkata lain maka jawaban dari semuanya hanyalah bisa menerima.

Ternyata Tuhan begitu baik memberinya seorang wanita tangguh tak kenal takut, disertai manisnya senyuman miliknya yang menampilkan lubang kecil nan indah di pipinya.

Mak Savius mengusap surai perak milik Lyam, dengan perlahan, kecupan manis yang ia berikan sebagai tanda bahwa ia sangatlah menyayangi Lyam. "Jaga dirimu baik-baik ya, Nak. Jangan lupa makan yang banyak, emak gak mau nerima Lyam lagi, jika saat Lyam pulang nanti dengan keadaan wajah menirus."  Candaan telak berhasil di terima Lyam yang langsung tertawa mendengar hal itu, begitu pula Casstor yang berada di samping Lyam.

Casstor hanya bisa tersenyum melihat Ibu dan Anak, yang tengah melangsungkan acara berpelukan itu. Ia tidak ingin mengganggu, ia tahu bahwa karena dirinya lah Lyam dan Mak Savius harus berpisah.

"Ihh! Emak, nanti kalau Lyam pulang dengan keadaan menirus seharusnya Emak bangga dong .... Karena anak bulat semata wayang miliknya telah bertransformasi, menjadi wanita langsing nan berkelas." Casstor yang mendengar hal itu, seketika merinding. Mak Savius terkekeh pelan mendengar jawaban anaknya, "sampai kapan pun, anak Emak selalu cantik di mata Emak kok ...." Lyam tersenyum manis, lalu mengecup pipi tirus milik Mak Savius dengan penuh kasih sayang.

Mak Savius dan Lyam telah menyelesaikan acara berpelukan mereka, Lyam bangkit dari duduknya. "Mak ... Lyam, pergi dulu yaa ...." Pernyataan dari bibir manis milik Lyam itulah, yang tidak sanggup Mak Savius dengar. Ia takut. Namun, ia juga harus menerima di saat yang bersamaan.

Lyam mencium tangan tirus milik Ibunya, "hati-hati di jalan, Nak. Gunakan biji itu dengan baik, yaa ...." Lyam mengangguk lalu berbalik, dan mencondongkan tubuhnya mengarah ke hutan itu.

Mak Savius mengusap pelan pucuk kepala milik Casstor, "Casstor, Emak titip Lyam yaa .... Tolong jagain dia baik-baik." Anggukan pelan dari  Casstor, sebagai jawaban dari permintaan itu.

Mak Savius tersenyum miris di sertai tangisan haru melihat dengan retina mata miliknya sendiri, sesekali ia melambai pelan menggunakan tangan tirus miliknya, menatap nanar punggung Lyam yang mulai menjauh darinya dan tertelan hutan tersebut.

(Bagian cerita di atas ditulis oleh Cooky_02)

Holaaa ....
Selamat pagi semuanya ....

Udah chapter 3 aja. Min Silue penasaran, kira-kira biji ajaibnya buat apa, ya?

Ada yang tahu?

Jika kamu suka, jangan lupa beri satu bintang untuk cerita KTP ini.

Jika rindu, silakan katakan di kolom komentar. Karena kami merindukan segala masukan, baik kritik maupun saran.

Bae bae

Salam
Min Silue

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro