BAB III: Jejak-jejak Di Pasir.
Kresna melangkah gontai menuju ruang pusat data yang ada di Divisi 01. Oleh karena tempat itu serupa seperti tempat penyewaan komputer(bahkan ruangan ini punya pengawas khusus, Kresna selalu menyebutnya begitu. Bedanya, disini tidak perlu membayar, cukup dengan menunjukkan kartu anggota BIN. Hari ini ia berniat mencari data pendukung sekaligus memeriksa file yang ditemukan semalam dan menurutnya janggal. Pemuda yang biasanya tampan itu berharap, kegiatannya hari ini bisa menjadi titik terang untuk misinya.
Bayangan Kresna terpantul pada dinding besi yang ada di lorong. Kresna merasa tidak mengenali refleksinya sendiri. Baju kusut asal pakai dari lemari, wajah kuyu kurang tidur, dan mata berkantung yang terasa berat. Detik ini, Kresna merasa ketampanannya sudah hilang. Baru berapa hari menerima misi, sekarang penampilannya sudah mirip zombie. Padahal ia sempat iri dan merasa iri ketika misi tak kunjung diberikan padanya. Akan tetapi, mencurahkan seluruh atensi terhadap misi agaknya masih menantang kemampuan beradaptasi lelaki itu, terutama adaptasi dengan waktu tidur. Dan, apa yang ia dapatkan dari tantangan itu? Porsi sarapan ekstra! Sayangnya, sarapan ini tidak berbentuk makanan, melainkan sepaket olahraga pagi yang membuat Kresna mengabsen segala jenis binatang sepanjang sesi latihan fisik.
"Kini tampilanmu mirip dengan anggota Divisi 01," ujar seorang pria ketika Kresna membuka pintu. Iya, pria ini adalah Gagak Hitam, sang pengawas ruangan.
Kresna tersenyum kecut sambil mengangguk untuk menyapa. Gurauan yang dilontarkan Gagak Hitam terasa seperti sindiran baginya. Kresna ingat, kali pertama ia memasuki ruang ini, beberapa orang mencuri pandang. Rupanya, itu bukan karena mereka benci atau tidak suka dengan Kresna. Semua tatapan itu hanya karena penampilan Kresna. Cara berpakaian Kresna yang rapi menunjukkan dengan jelas jika dirinya adalah anggota baru.
Kresna melangkah menuju meja yang berada di pojok kiri. Lokasinya yang tepat berada di bawah pendingin ruangan membuat meja ini jarang dipilih. Alasannya, tentu saja agar tidak mengantuk. Seperti biasa, ruangan ini ramai oleh suara papan ketik, mesin pencetak, dan helaan nafas lirih.
"Tersesat mencari ruanganmu?" tanya seorang pria yang tiba-tiba muncul disamping Kresna. Meski terkejut, Kresna berusaha mengendalikan ekspresi wajah. Dengan gerakan alami dan tenang, ia menutup berkas yang terhampar di meja lalu mengangguk singkat, bermaksud menyapa. Bukan tanpa alasan Kresna menutupi itu semua. Misi seorang agen tidak boleh diketahui orang lain. Hanya si pemilik misi juga orang yang menugaskannya, dalam hal ini berarti adalah ketua BIN.
"Tenang. Saya tidak ingin tahu apa yang kamu kerjakan. Sedikit merasa aneh saja mendapati seorang anggota Divisi 03 masih betah berada di ruang divisi lain," jelas pria tadi dengan nada bicara yang terdengar lebih hangat.
Kresna mencoba menggali ingatan, tetapi wajah pria berambut tipis ini tetap saja terasa asing. Kresna tidak ingat pernah bertemu pria ini. Di leher si pria juga tidak ada kalung lencana seperti miliknya, mungkin disimpan di tempat lain? Menilik dari kerutan di kening pria itu, Kresna menaksir usia pria tersebut sudah menyentuh angka empat puluhan. Mungkinkah beliau agen lapangan yang baru kembali? batin Kresna.
"Hanya ingin bersenang-senang dengan beberapa data," jawab Kresna dengan nada yang terkesan dingin, mati-matian menutupi spekulasinya terhadap si pria. Akan tetapi, Kresna juga tidak menampik kalau sebenarnya ia merasa aneh dengan tingkah laku pria yang kini duduk di hadapan komputer di sebelahnya, terutama terhadap sekaleng kopi yang sejak tadi bersemayam di tangan si pria.
"Ya, baiklah. Apa katamu saja," ujar si pria sambil tertawa geli. Dalam pengamatan Kresna, pria itu berekspresi lebih sering daripada kebanyakan agen yang bermimik muka datar. Tindak-tanduknya santai, seperti seorang ayah yang sangat yakin terhadap pengalamannya. Dengan sikap demikian, pria itu terlihat seperti manusia yang tersasar di antara kumpulan zombie.
Meskipun sedikit(tepatnya sangat(penasaran dengan si pria, Kresna mencoba berkonsentrasi dengan pekerjaannya. Mereka(Kresna dan orang itu(tengelam dalam pekerjaan masing-masing.
Beberapa saat kemudian, pria yang duduk di samping Kresna mematikan komputer lalu bangkit. Ia menggeliat sekali, kemudian mengambil kopi kaleng dan meletakkannya di meja Kresna. "Sedikit kafein mungkin adalah hal yang kamu butuhkan sekarang. Yah, anggap saja ini saran dari seniormu." Pria itu menepuk pundak Kresna pelan sebelum beranjak.
Kresna menatap kaleng kopi yang kini berpindah di mejanya. Jakunnya naik turun, tergoda untuk mengecap manis kopi yang kalengnya berembun karena dingin itu. Akan tetapi, setengah akal sehatnya menolak, teringat doktrin untuk tidak memercayai siapa pun. Andai saja di BIN disediakan bilik opini, Kresna akan memenuhi kotak saran itu dengan masukan mengenai agen yang terlalu kaku dan doktrin tadi. Kendati demikian, segala standar tersebut pasti memiliki tujuan, meskipun kadang terasa tidak manusiawi. Jadi, seluhur apa pun ajaran ibu Kresna tentang tidak berprasangka terhadap orang lain, tetap tidak boleh diterapkan di sini.
Setelah berdebat dengan dirinya sendiri, Kresna akhirnya memutuskan untuk mencoba bertaruh kepada instingnya. Lagi pula, kaleng ini toh diberikan oleh rekan divisi di dalam ruang divisi. Siapa juga agen yang mau mengorbankan karir dengan meracuni rekannya sendiri di dalam ruang divisi, kan? Kebetulan Kresna memang sedang butuh sesuatu untuk menyegarkan otak yang mulai keluar jalur. Tanpa keraguan lagi, ia membuka kaleng dan menenggak isinya tanpa ingat kalau meracuni rekan divisi bukan sesuatu yang diharamkan dalam pergaulan BIN.
****
Matahari sudah tergelincir di barat, menciptakan senja menggantikan biru langit. Akan tetapi, tidak ada satu petunjuk pun yang bisa Kresna dapat. Setiap berkas yang ia telusuri hanya mengarah ke titik buntu. Saat ini ia sedang memandang langit-langit sambil sesekali memejamkan mata agak lama. Ia merasa otaknya semakin ngawur seiring detik berjalan. Kresna membuka mata, lalu memijat dahi perlahan. Masih dalam posisi memandang langit-langit, Kresna melirik ke ujung ruangan sambil pikirannya terus berspekulasi.
.
Di sana, ada banyak jejeran lemari besi yang sebenarnya adalah sebuah CPU raksasa. Di antara deretan besi itu, ada satu yang berbeda. Sebuah lemari yang terletak pada baris kedua, dengan jalinan kabel lebih rumit dan gambar bunga dandelion cantik pada salah satu sisinya membuat bibir Kresna membentuk senyum tipis. Di balik gambar dandelion itu adalah sebuah ruang rahasia yang bahkan tidak diketahui oleh setiap anggota Divisi 01. Lalu mengapa Kresna bisa tahu? Karena Kresna mengenal pencipta super komputer yang kini dimanfaatkan sebagai komputer utama BIN. Bahkan dia adalah dinobatkan sebagai yang terbaik dalam bidang ini. Keren, bukan? Kresna sudah menobatkan pria itu sebagai idola. Sayangnya, pria itu sudah tewas beberapa tahun sebelum Kresna menyelesaikan pendidikan dan mengutarakan maksud untuk menjadi murid.
Tempat penyewaan komputer, ah, maksud Kresna, pusat data ini, terbagi menjadi dua ruang utama. Ruang pertama adalah ruang umum yang bisa diakses seluruh anggota BIN bermodalkan kartu anggota. Sementara ruangan kedua adalah yang berada di balik pintu besi di dekat CPU raksasa. Ruangan kedua merupakan ruangan utama tempat agen Divisi 01 bekerja dan terhubung dengan ruang Divisi 02, divisi cyber milik BIN.
Kresna membayangkan seandainya ia punya akses untuk masuk ke ruang itu. Ruangan yang berisi surga informasi BIN. Akan tetapi, itu hal mustahil. Meski kelihatan mudah untuk dilalui, tingkat keamanannya lebih tinggi. Pintunya dilengkapi dengan pemindai sidik jari dan retina. Alarm keamanan akan langsung menyala jika mendeteksi upaya penerobosan. Saat alarm berbunyi, subjek yang dianggap ancaman akan langsung diserang oleh listrik kejut. Voltasenya cukup untuk membuat seorang manusia dewasa kehilangan kesadaran selama beberapa waktu. Kenyataan bahwa Kresna bukan anggota Divisi 01 maupun Divisi 02 menambah kemustahilan untuknya masuk. Sebuah tindakan bodoh jika ia nekat mencoba masuk ke dalam sana.
"Tapi, banyak jalan menuju Roma, kan?" gumam Kresna sambil kembali duduk tegak. Di detik selanjutnya sudut bibir Kresna tertarik. Sembari membereskan berkas, ia menyusun rencana di kepala. Jika ia tidak bisa masuk pintu fisik, bukankah masih ada pintu digital?
****
Kresna sampai di kamar lalu menyalakan laptop dan beberapa peralatan lain untuk mendukung aksinya. Peralatan ini merupakan rakitan sendiri, rakitan yang ia gunakan sewaktu ujian kemampuan di kelas peretasan. Seharusnya, rakitan ini memang dikumpulkan saat penilaian, tetapi Kresna sengaja membuat dua alat dan hanya mengumpulkan salah satunya. Sayang jika hasil kerja keras ini dibiarkan menjadi besi karatan di gudang.
Biarkan saja. Lagi pula, Kresna tidak merugikan siapa pun. Sudah haknya untuk menggunakan alat ini dan soal meretas BIN. Kresna tidak merasa itu adalah sebuah kesaIahan. Ia, kan, berniat meminjam yang ada, bukan mengubah atau menjualnya demi keuntungan pribadi. Semua ini demi misi yang diberikan BIN, jadi sudah seharusnya BIN meminjamkan catatan kepada Kresna.
Segalanya sudah siap. Kresna memulai pencarian, menyusup ke sistem kantor sendiri. Cara berbahaya untuk mendapat informasi. Bisa saja Kresna menyewa jasa hacker yang banyak tersedia. Akan tetapi, tentu ada imbalan yang harus ia berikan, mulai dari biaya yang cukup mahal, masih ada kemungkinan jika hacker itu meninggalkan jejak atau parahnya sampai tertangkap. Bukannya menyelesaikan masalah, justru akan menimbulkan malapetaka.
Berbicara soal dunia retas-meretas, Kresna juga punya kemampuan yang tak buruk dalam hal ini. Justru kemampuan pada bidang IT yang membawa ia sampai ke BIN. Lalu mengapa dia malah masuk Divisi 03? Bukannya Divisi Cyber? Karena bakatnya tidak hanya pada bidang retas-meretas. Sayang kalau bakatnya yang lain tak di kembangkan.
Tangan Kresna menari-nari di atas papan ketik. Sudah berbagai macam metode hacking ia gunakan, tetapi pertahanan data BIN benar-benar tangguh. Rasa kantuk yang biasanya senantiasa menggelayut, kali ini pergi jauh dari mata Kresna. Semakin sulit ditembus, semakin ia bersemangat.
"Tidak salah aku menganggapnya guru. Baru pertahanan pertama pun sudah begini kuatnya," gumam Kresna. Tangannya tidak berhenti mengetik perintah-perintah dalam jendela kerja berwarna hitam. Sesekali, loading bar muncul dan membuat Kresna menahan napas menunggu.
"Ah, masih belum!" Sekali lagi Kresna menulis perintah baru. Kali ini tersambung ke server dan status report di baris paling akhir jendela kerja, menunjukkan progres sembilan puluh empat persen.
"Sedikit lagi... terus... dan...," Kresna menahan napas.
Angka menginjak seratus persen dan laporan penerobosan server berhasil tampil di layar. "Yes! Berhasil!" pekiknya girang.
Tapi luapan kegembiraan itu hanya bertahan sesaat. Tahu apa masalahnya? Lagi-lagi Kresna melupakan petuah untuk tidak menampilkan ekspresi apa pun. Bahkan di saat sendirian sekali pun. Jangan pernah! Bisa jadi secara fisik kamu sendiri, tetapi siapa tahu ada penyadap menempel di sekitarmu? Atau terselip di antara lipatan pakaian? Nah, kan, tidak ada jaminan segalanya aman? Hah, Kresna masih seceroboh itu. Jika sekali lagi ia lepas kontrol, mungkin Kresna harus kembali ke akademi.
Setelah menyadari tentang ekspresi, Kresna segera mematut layar lagi. Di sana, muncul ribuan karakter yang seperti dinding huruf dan angka. Melihat hal itu seperti melihat seluruh huruf dan bahasa di dunia ini dicampur menjadi satu di layar. Pekerjaan Kresna belum selesai. Saat ini ia sedang menganga di hadapan layar yang menampilkan lembar kerja berlatar belakang putih. Ia lupa, semua data pusat pasti dienkripsi dengan metode yang unik. Apabila tidak berhasil mendekripsi data yang didapat, maka usaha menerobos pertahanan server selama berjam-jam tadi hanya sebuah kesia-siaan. Kresna menghela napas. Ia menyandarkan punggung di kursi sambil memijit kening.
Sial!
Entah apa yang Kresna pikirkan, dia justru menggeliat gaduh di atas kursi. Sontak, aksi itu membuat kursi oleng dan memuntahkan tubuh Kresna ke lantai dengan kepala terjatuh lebih dulu.
"Aduh! Ah, sial!" Seperti kebiasaannya, ia mengabsen penghuni kebun binatang sambil misuh. Duh... kepalanya berdenyut lebih kuat, seperti ada ribuan beban yang langsung terikat. Ketika menutup mata dengan lengan, Kresna teringat kepada sang guru, pencipta seri pertama sistem pertahanan digital BIN. Ia menjadi teringat tentang pola dan metode dekripsi yang pernah diceritakan sang guru. Pria itu(guru Kresna(meninggal belum lengkap sedawarsa, pasti sistemnya belum banyak berubah. Kresna tersenyum.
Ia langsung bangkit dan membenarkan kursi. Sekali lagi ia bekerja dengan lembar hitam di layar. Kali ini kecepatan mengetiknya meningkat karena semangat. Mimik wajahnya menampilkan gambaran tokoh utama dalam komik ketika yakin akan menyelesaikan sesuatu dengan sempurna. Setelah sekali lagi teringat tentang ekspresi wajah, Kresna membenahi wajahnya agar tidak terlihat seperti anak SMA yang menemukan tautan video asusila untuk pertama kalinya.
Jarum jam terus bergulir, setia berputar pada poros, menjalankan tugas sebagai penanda waktu. Setelah beberapa kali salah, akhirnya Kresna berhasil menemukan "kunci" yang cocok untuk mengurai data tersandikan itu. Sambil menunggu loading bar penuh, ia menyeduh segelas kopi sambil tersenyum. Kali ini, ia tidak menahan diri untuk berekspresi. Dengan semua jejak dalam data-data yang berhasil didapat, misi ini pasti akan bisa ia selesaikan dengan sempurna
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro