BAB I: Anak Bawang
"Balik kanan bubar, jalan!" instruksi pemimpin apel pagi. Suaranya jelas terdengar selain kicau burung yang kebetulan lewat di atas langit. Matahari belum terlalu terik mengingat jam baru menunjukkan pukul lima pagi. Semilir angin terasa menusuk di permukaan kulit. Membuat bulu kuduk meremang akibat embusannya. Ujung sepatu basah terkena embun yang tertinggal di rumput.
Setelah memberi hormat, serentak seluruh peserta apel membubarkan diri. Tidak ada berisik serupa dengungan lebah, atau kelegaan yang sengaja dihela keras. Semuanya menampilkan ekspresi yang tak terbaca. Kresna adalah satu dari sekian peserta apel. Meski raut wajahnya lurus, tapi hatinya meletup-letup bahagia. Ia berusaha keras menyembunyikan senyum yang sedari tadi memaksa terukir. Kresna menunduk memeriksa dua kaki yang masih menapak. Euforia ini membuatnya seperti berjalan di atas awan. Setelah melewati seleksi ketat, dilanjutkan dengan pendidikan ala militer, akhirnya Kresna resmi menyandang status baru. Kini, ia bukan lagi pemuda biasa. Kresna Bayu Prayoga, sekarang ia seorang anggota Badan Intelejen Negara. Atau bahasa kerennya, kini ia seorang mata-mata.
"Sebuah pengabdian pada negara." Kresna tidak ingin menyebut ini sebagai sebuah pekerjaan. Ia tidak memilih cita-cita ini karena banyak nominal yang akan didapat nanti. Akan tetapi karena rasa patriotisme tinggi yang ia miliki. Terdengar berlebihan? Kresna mengakui hal itu.
Badan Intelejen Negara atau disingkat BIN, memiliki empat divisi utama. Divisi 01 bertugas mengolah data, Divisi 02 bertanggung jawab akan pengawasan tindakan cyber, Divisi 03 dengan tugas melakukan penyamaran dan pengumpulan informasi dari lapangan. Terakhir, Divisi 04 yang memiliki wewenang untuk keadaan luar biasa. Contohnya, pada misi yang melibatkan operasi gabungan dari beberapa negara.
Berdasar hasil ujian fisik dan pengetahuan, Kresna berhasil ditempatkan dalam Divisi 03. Divisi idaman semua agen. Pasalnya, seluruh agen yang berada dalam divisi 03 adalah agen yang akan ditempatkan langsung di lapangan. Meski resiko yang ditanggung juga lebih besar, tetapi posisi ini memang lebih diminati. Beberapa mengangap ini sekalian ajang jalan-jalan, kesempatan gratis untuk menjelajahi tempat baru, seperti kata pepatah, sambil menyelam minum air. Itu salah satu keuntungan agen lapangan. Lalu tidak adakah sisi negatifnya? Tentu ada.
Ditempatkan dilapangan, akan membuat agen bersinggungan langsung dengan hal berbahaya. Situasi yang memaksa agen lapangan untuk menghadapi kondisi hidup dan mati.
****
Kresna merebahkan diri di kamar barunya. Hari ini tidak ada agenda apapun, jadi ia memilih bermalas-malasan di kamar asrama. Ia berbaring sambil mengamati langit-langit yang terlihat sangat kokoh. Langit-langit itu tidak berwarna seputih yang ada di kamarnya dulu. Kresna membolak-balikkan badannya sambil memasang telinga. Sepi. Meski terdapat banyak ruangan, bangunan ini terasa seperti penjara yang terabaikan, sunyi.
Asrama ini adalah tempat tinggal sementara yang memang disediakan sejak calon intelijen mengikuti pelatihan sampai resmi menjadi anggota. Sebab, tidak memungkinkan untuk pulang ke rumah dengan alasan kerahasiaan. Sejak resmi menjadi agen intelejen, semua hal berubah menjadi rahasia. Tidak ada yang boleh mengetahui identitasmu sebagai agen, jika hal itu bocor akan membuatmu dalam kesulitan atau terlibat masalah dalam penyelidikan.
Meski disediakan bagi seluruh anggota BIN, asrama ini lebih sering kosong karena para penghuni pergi menunaikan misi. Sisanya lebih suka mengurung diri di kantor divisi, mengumpulkan berbagai informasi atau memikirkan strategi. Sedang tidak bertugas bukan berarti kebebasan untuk berjalan-jalan. Dalam kalender seorang agen, tidak ada lagi hari libur atau istilah cuti. Meski tanggal berwarna merah, bukan berarti itu waktu berlibur. Kecuali libur untuk menemani malaikat maut jalan-jalan. Jika memang negara membutuhkanmu, maka detik itu juga kamu dipaksa berangkat. Mau tidak mau, siap tidak siap. Tidak ada alasan yang bisa diterima untuk menolak sebuah misi.
Kresna teringat ketika berpisah dengan sang ibu beberapa tahun silam. Mereka menangis semalaman, apalagi menyadari bahwa ia tidak akan pernah bisa pulang lagi ke rumah. Bagi orang awam mungkin akan terdengar jahat, tetapi ini berguna sebagai tindakan preventif. Keluarga atau siapa pun yang dekat dengan agen adalah "kelemahan" yang bisa dimanfaatkan musuh dengan mudah. Bagi negara, seorang agen intelejen adalah aset yang berguna... selama agen tersebut "menguntungkan". Menjadi tidak "menguntungkan" hanya karena masalah yang disebabkan oleh "kelemahan" agen tentu sangat dihindari.
Jika berhasil tidak dipuji, jika gagal dicaci maki, jika hilang tak akan dicari, jika mati tak ada yang mengakui.
Demikianlah semboyan yang harus dipegang teguh seorang agen intelejen. Tidak hanya yang berhubungan dengan masalah pribadi, bahkan hubungan interpersonal antar agen dalam divisi juga benar-benar dijalanan dengan efektif. Kresna mulai terbiasa dengan salam pertemuan semacam, "Selamat siang, hari ini saya akan memberikan pelatihan mengenai teknik penyamaran. Kalian bisa memanggil saya Murai Timur."
Sudah.
Hanya seperti itu perkenalan disini. Tidak ada pertanyaan tambahan basa-basi berlebihan atau nostalgia mengenang kampung halaman. Tidak seperti perkenalan pada umumnya yang menyebutkan nama, usia, asal daerah sampai zodiak bintang. Semua hal yang tidak berhubungan dengan misi harus ditinggalkan. Apa pentingnya sebuah nama? Saat di lapangan nanti, seorang agen akan mengenakan identitas palsu yang memang sudah disiapkan oleh BIN. Karena tidak ada lagi pengakuan yang akan kamu dapatkan, jangan harap bisa berbangga dengan nama besar keluarga atau kasta asalmu. Contoh saja Kresna. Ia memilih tampil low profile, yaitu dengan tidak mengumbar rekor percintaannya yang akan membuat hati miris.
Kresna tertawa kecil. Ia lalu memilih untuk terlelap.
****
"Untuk sementara tugasmu membantu pengumpulan data divisi 01. Anggap saja sebagai ajang pembelajaran karena pada misi sesungguhnya kamu dituntut untuk menyusun laporan misimu sendiri," ujar seorang wanita yang Kresna ingat berkode nama Gagak Merah. Ia lalu mengantar Kresna ke ruangan yang penuh komputer.
Kresna menemukan bahwa sejauh mata memandang, ia melihat aneka komputer yang hampir semuanya dalam kondisi menyala. Pada salah satu sisi, ada lemari besi penuh dengan lilitan kabel warna-warni. Serius, Kresna merasa berada di tempat penyewaan komputer. Sejenak terkesima, tetapi sadar kalau ia tidak seharusnya berada di sini jika menilik dari hasil ujian.
"Bukannya saya divisi 03? Kenapa jadi...," Kresna hendak menyuarakan protesnya, tetapi lebih dulu dipotong Gagak Merah.
"Divisimu sudah kebanyakan orang!" sahutnya kesal. Wanita itu merutuki kesialannya yang harus melatih agen baru seperti Kresna. Untung saja otaknya cukup berfungsi. Kalau tidak, ia akan dengan senang hati menjadikan agen baru ini sebagai sasaran tembak.
"Sepertinya Anda nggak lulus kelas psikologi. Bohongnya nggak jago," cibir Kresna santainya.
Gagak Merah tidak menanggapi cibiran Kresna karena itu akan membuatnya tambah kesal. Ia berlalu di depan Kresna dan memaksa pemuda itu untuk mengekor. Di depan salah satu meja yang di atasnya berjejer komputer dan tumpukan berkas, ia memperkenalkan si pemuda dengan seorang pria berambut hitam. Perkenalan yang sangat tidak hangat karena wanita itu hanya menyebutkan "Gagak Hitam" lalu pergi usai mengangukkan kepala. Setelah perkenalan dan basa-basi singkat-sangat singkat, status Kresna dikukuhkan menjadi anggota magang divisi 01.
Pria berambut hitam berdehem sebentar, mencoba mengambil atensi Kresna. "Seperti yang dikatakan agen tadi, panggil saja aku Gagak Hitam. Aku adalah salah satu penanggung jawab Divisi 01. Langsung saja, ya. Ini ada laporan dari agen lapangan." Pria berkaca mata itu lalu menyerahkan setumpuk berkas pada Kresna sambil menjelaskan sekenanya, "memang sudah berbentuk laporan, tapi disini kita kaji lagi. Barangkali ada yang terlewat atau bukti yang dilampirkan kurang."
Gagak hitam melirik Kresna yang tampak mengerutkan dahi. "Sejujurnya, dengan status anak baru, kamu tidak berhak untuk melaksanakan tugas ini. Tapi anggaplah kamu cukup beruntung karena kami sedang kekurangan orang," imbuh pria itu santai seolah ingin menekankan jika Kresna hanya anak baru.
Kresna menganguk mengerti. Sejurus, ia memandangi pria itu dengan seksama. Ekspresi pria itu membuat Kresna ingin mengumpat. Dirinya memang anak baru, tetapi perlakuan pria itu terhadapnya terasa keterlaluan, kentara sekali kalau kata "anak baru" yang diucapkan pria itu tadi adalah sindiran.
Memangnya aku anak bawang yang harus diberi tugas sebatas hiburan? umpat Kresna dalam hati. Awas saja, Kresna akan menunjukkan sedikit kehebatannya.
"Laporannya tebal, ya, Pak?" Kresna mulai dengan bertanya basa-basi.
"Ya kalau tipis bukan berkas namanya, tapi bungkus gorengan." Si pria menjawab sinis. Ada nada merendahkan dalam perkataanya itu.
Kresna otomatis terbahak. Namun, saat pria itu tidak menunjukkan gurat canda, Kresna menyadari kalau itu bukan lelucon. Ia menunduk kemudian meminta maaf segera. Otaknya merangkai dengan cepat langkah apa yang harus ia lakukan untuk memuluskan "rencana menyalurkan kekesalan dengan kehebatan"-nya itu.
Kresna mengangkat pandangan, dilihatnya pria itu tidak menjawab, tapi ada senyum yang coba ditampilkan. Baiklah. Kresna akan lebih bersahabat. Kresna lalu menjabat tangan si pria tanpa basa-basi, berlagak seperti kawan lama. Sambil masih tersenyum, Kresna bertanya polos, "Ada ikan apa saja di dalam sini, Pak? Atau hanya jalan buntu yang butuh pemikiran segar?"
Kresna memperhatikan ekspresi Gagak Hitam dengan saksama. Gagak Hitam membeliak sedetik. Ekspresinya berubah kaku lalu meninggalkan Kresna tiba-tiba, tanpa mengatakan apa pun. Kresna melongo. Ia menggaruk leher kemudian berkata pada dirinya sendiri, "Selamat, Kresna. Kamu udah berhasil membuat salah satu penanggung jawab divisi kabur tanpa mengatakan apa pun. Huh, rencanaku berhasil tidak, ya? Ya sudahlah. Saatnya bekerja!" Kini status Kresna sebagai anggota magang Divisi 01 telah dikukuhkan. Ia mulai menenggelamkan diri membaca file-file dalam map merah dengan logo BIN di bagian depan.
Memilih komputer di sudut ruangan, Kresna satu-satunya yang terlihat seperti manusia dengan rambut tersisir rapi dan kemeja licin bekas disetrika. Berbeda dengan para zombie penghuni ruangan ini. Sesekali Kresna melirik ke seputaran ruangan. Salah satu bentuk sikap waspada sekaligus pemenuhan hasrat ingin tahu.
Menyebut zombie mungkin bukan lelucon yang lucu, tetapi para penghuni ruang Divisi 01 memang berpenampilan layaknya mayat hidup tersebut. Misalnya saja, seorang wanita yang duduk berjarak dua bangku di depan Kresna. Rambut panjang wanita itu dicepol asal, sehingga mirip dengan sarang ayam, kasar, berantakan, dan jelas terlihat tidak pernah disisir selama bertahun-tahun. Matanya yang berhiaskan "kantong mata berkantong mata", awas mengamati layar komputer. Ekspresinya datar, seperti seseorang yang membaca novel membosankan tetapi harus terus membacanya.
Ketika melirik untuk yang ke sekian kali, Kresna merasa ada beberapa pasang mata yang balas melirik kearahnya. Lirikan balasan tersebut merupakan ekspresi rasa penasaran terhadap 'makhluk' yang masih berpenampilan layaknya manusia. Kebanyakan seolah memang bersikap tak acuh, tidak mengangap keberadaan Kresna dan asyik dengan komputer sendiri. Akan tetapi, beberapa jelas menatap Kresna dengan kewaspadaan tinggi.
Laporan yang dibaca Kresna adalah laporan tentang perdagangan narkoba secara illegal. Jika hanya sekadar menangkap pengedar itu hal mudah, cukup menyamar sebagai calon pembeli dengan uang berlimpah, maka akan banyak pengedar yang mendatangimu. Beda cerita jika disuruh menangkap kepala pengedarnya, itu tandanya kita diharuskan menyusup sampai ke akar terdalam untuk bisa bertemu si bos besar yang mengatur peredaran narkoba itu. Dalam berkas ini, disebutkan jika si agen sudah menyamar selama satu tahun dan belum ada perkembangan berarti yang bisa dilaporkan. Kresna mengambil kesimpulan jika organisasi tersebut diatur dengan sangat rapi. Sudah pasti ini akan jadi kasus besar jika berhasil dibongkar.
Pasti ini misi yang berat, ujarnya membatin. Kresna teringat sebuah film mata-mata yang dulu pernah ia tonton. Dalam film itu, si agen bisa menemukan si bos besar hanya dalam hitungan minggu. Cukup mengunjungi sebuah klub malam, membuat sedikit keributan guna menarik perhatian si bos. Lalu dengan sombong menawarkan sejumlah harga untuk barang yang diinginkan. Ketika hari berganti, agen itu sudah berubah jadi salah satu orang terdekat si bos. Sayangnya, realita memang tak pernah seindah ekspektasi.
"Duh... andai misi sungguhan semudah itu," gumamnya sambil menghela napas. Ia memijat kening yang terasa ngilu karena terlalu banyak berkerut. Sepertinya, Kresna akan mengalami penuaan dini karena stres ini.
****
Menyusun laporan sudah menjadi keahlian di luar kepala yang harus dikuasai setiap agen. Dimulai dari menentukan langkah dalam penyelidikan, mengumpulkan serpihan bukti yang terkubur rapat, sampai akhirnya bisa ditarik benang merah dari kerumitan kasus yang diselidiki, semuanya harus ditulis rinci sekaligus ringkas dan mudah dipahami polanya. Laporan akan membuat semua agen yang terlibat bisa mengetahui duduk permasalahan suatu kasus. Bahkan, laporan bisa menjadi petunjuk paling valid meskipun tetap butuh analisis dan penafsiran yang mendalam.
Kresna paham sekali dengan hal tersebut. Karena itu pulalah, ia selalu berhasil menghibur diri dengan fakta tentang laporan. Ya, setiap agen wajib menguasai teknik menyusun dan menganalisis laporan. Oleh karena itulah dirinya harus belajar dulu bersama Divisi 01 sebelum benar-benar menyusun dan menganilisis laporan miliknya sendiri. Akan tetapi, butuh berapa lama lagi ia harus duduk bersama para zombie di ruangan ini? Ini sudah dua bulan dan sudah puluhan laporan ia kerjakan. Mengapa "misi sungguhan" untuknya tidak kunjung datang padahal ia adalah anggota Divisi 03? Bukankah ini sudah terlalu lama?
Hari demi hari asrama semakin sepi. Debu-debu menyelimuti gagang pintu, pertanda sang empunya sudah lama tak melewati pintu itu. Mereka pergi untuk misi dan mungkin tidak akan pernah kembali. Rasa iri menggerogoti hati Kresna. Misi untuknya belum juga datang. Apa mungkin karena ia tak cakap? Atau ada kesalahan penilaian, sehinga Kresna salah ditempatkan? Atau karena cara berpikirnya yang unik, sehingga tidak cocok jadi mata-mata? Atau karena tingginya yang tidak seperti kebanyakan rekan pria lain?Atau ada orang yang melaporkan jika Kresna diam-diam pernah mengumpati tradisi perkenalan di BIN? Atau ia dipecat diam-diam?
Ah... Tidak mungkin, bantah Kresna dalam hati. Buktinya, lencana bergambar burung garuda terkalung di lehernya. Juga kakinya masih menapak lantai di gedung BIN. Bahkan finger print di pintu kamarnya masih merespon ibu jari Kresna. Itu berarti datanya masih tersimpan dan tercatat sebagai agen intelijen di BIN. Di antara kecemburuan dan umpatan kekesalan yang kerap Kresna ucapkan, ia tidak pernah berhenti berdoa untuk segera mendapat misi pertama. Ia tidak ingin berakhir di ruangan ini, memeriksa laporan orang lain dalam ruangan yang terasa pengap.
Sepertinya doa Kresna cepat dijawab Tuhan. Pagi ini Kresna dipanggil menghadap ketua BIN, meski setengah hatinya tetap cemas. Ia khawatir jika pemanggilan ini karena ia telah membuat kesalahan. Apa ia akan dikeluarkan dari BIN? Oh, tidak! Ia bahkan belum mendapatkan misi pertamanya! Belum sempat mencicipi sensasi hampir dijemput maut, menyelinap ke markas musuh, atau berkejaran dengan sekelompok penjahat. Masih banyak hal keren yang belum bisa Kresna lakukan sebagai mata-mata. Kan tetapi, semua kekhawatiran mengenai pemecatan langsung lenyap, ketika sebuah file dengan logo BIN sebagai sampul disodorkan padanya.
"Ini misi pertama untukmu," ujar lelaki paruh baya yang Kresna tahu bernama Arya Wirajaya. Kresna membulatkan mata tak percaya. Ia mengorek telinganya, memastikan tidak ada kotoran yang membuat pendengarannya terganggu. Juga diam-diam mengamati seluruh ruangan mencari kamera tersembunyi, memamstikan kalau ini bukan semacam acara kejutan yang belakangan marak di televisi. Tolong, kepada siapa pun! Hantamkan kepala Kresna ke tembok sekarang juga! Alih-alih menganguk mengerti, Kresna malah termanggu lengkap dengan tatapan bingung dan sikap bodohnya.
"Ini... sungguh misi pertama untukku?"
Sekali lagi ia mencuri-curi pandang, mencoba menemukan kamera tersembunyi yang sebenarnya tidak pernah ada. Masih takut jika ini perbuatan iseng sekelompok pengawai televisi yang diharuskan menaikkan rating. Apalagi Arya juga terlihat membuang muka, mencoba menyembunyikan tawa di wajahnya. Duh ... Kresna. Kemana kepintaranmu itu? Jangan katakan IQ-mu yang tinggi itu mendadak terjun bebas ke titik tak tertolong.
Hai,
Terimakasih sudah berkenan membaca.
Aku akan sangat berterimakasih jika kalian mau menyempatkan diri menekan bintang diujung kiri bawah.
Cerita ini ditulis untuk proyek KMN yang diadakan oleh Kastil Mimpi.
Berhubung cerita ini masih draf pertama. Setiap masukan akan ditampung dan jika ada kekeliruan pada EBI atau ada salah ketik, tolong bantu saya dengan menunjukkan bagian tersebut. Supaya bisa saya perbaiki nantinya.
Dan selalu doakan saya untuk bisa terus memberikan yang terbaik. 😘😘😘
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro