9. Make a wish
HAPPY READING!
Mendapatkan tempat duduk di sebuah mall adalah suatu anugrah. Gadis kecil dengan bosan menunggu temannya sembari memandangi sepatu flatnya yang berwarna putih tulang sesekali menggoyangkan salah satu kakinya dan melamun.
"Pi, bagus yang mana?" tanya temannya sembari menunjukkan kaos berwarna hitam dan satunya cokelat. Pia memandangi dan tidak menemukan perbedaannya, menurutnya semua tampak bagus.
"Bebas. Buruan aja deh. Cuma buat hadiah pacar lo aja, kan." Pia menggerutu dengan sebal, dirinya hanya ingin pulang tidak ingin apapun lagi.
Temannya berdecak, memang salah mengajak Pia untuk berbelanja baju dengannya. Cewek yang paling cuek dan galak yang tidak bisa memahami arti hadiah untuk pacar.
Setelah temannya pergi dengan agak kesal. Pia melihat ke sekitar tiba-tiba matanya tertuju dengan sebuah kaos berwarna hitam dengan gambar yang minimalis. Saat melihat kaos itu dia jadi terbayang Haikal menggunakan kaos hitam tersebut.
Dengan mantap, Pia melangkah ke sana dan mengamati lama. Meminta petugas di sana untuk mengambilkan ukuran Large.
"Gue cariin, Pi. Malah ilang," ujar temannya yang sudah memegang sebuah kantong plastik tanda sudah memilih antara kaos-kaos yang berjajar di sana.
"Maaf, ini tadi mau beli baju juga." Pia menunjukkan bajunya dan melenggang ke arah kasir.
"Lo pakai baju cowok?" tanya temannya mengintrogasi sembari mengidentifikasi baju yang dipegang Pia di tangan kanannya.
"Bukan. Cuma beli aja, iseng." Pia tidak mengatakan hal yang sebenarnya. Berharap dengan jawaban klasik itu temannya tidak bertanya lebih lanjut.
"Oh, buat Haikal? Emang sih dia juga ulang tahun bulan ini," ujar temannya kemudian menganggukkan kepalanya seolah paham.
Pia tertegun dengan fakta yang baru dia tahu, kemudian mengantri di kasir dan membayar baju yang dia bawa tadi.
"Ayo pulang," ujar Pia setelah membayar baju itu dan mendapatkan struk belanjanya.
***
Ponsel Pia bergetar, Pia melihat sekilas ke arah ponselnya dan melepas sepatunya sendiri sebelum masuk ke dalam kamar kosnya. Pesan dari Haikal laki-laki yang baru saja Pia tahu bahwa bulan ini merupakan tanggal ulang tahunnya.
Piaaaaaaaaaaaa
kenapa ?
Tau enggak ?
Tau apa ?
Ada yang ulang tahun, loh bulan ini
Oh, iya tau
Lo, kan?
Loh, tau? Wah, sering ngestalk gue ya, bisa kali gas pacaran?
semoga cepet dapet hidayah
Semoga cepet dapet hatinya Pia
Gue bantu mukulin lo aja biar cepet sadar
Tanggal 6 ya Pi hehe
Hadiahnya mau request Pia jadi pacar Haikal
ga waras.
Setelah itu Pia tidak melihat lagi pesan dari Haikal. Cewek itu sekarang sibuk membuka kaos hitam yang tadi dia beli dan memotong label harga di sana kemudian memasukkannya kembali ke kantong kresek dari tokonya. Tanggal enam masih sekitar empat hari lagi. Dirinya bisa menyiapkan kartu ucapan dan nyalinya.
Pia merebahkan tubuhnya di kasur setelahnya dan memastikan kembali jadwal kegiatannya hari ini. Dia seharusnya bisa bersantai hari ini dan tidur siang, dia akhir-akhir ini bergadang non stop, sekitar semingguan. Sangat mengantuk.
***
Kalau enggak rame, bukan Haikal namanya. Selama empat hari ini, Pia di tempeli oleh Haikal setiap saat membuat Pia jadi geregetan sendiri. Masalahnya, setiap hari dia di doktrin dengan kata-kata yang sama yaitu, "Tanggal enam aku ulang tahun, loh Pia."
Sekarang tanggal enam dan Pia sudah siap dengan hadiahnya. Sudah siap dengan nyalinya juga. Sekarang dia sudah di kampus, tapi cowok yang menempelinya empat hari lalu malah tidak muncul.
"Haikal dimana tau enggak?" Pia mencegat seorang teman yang pernah berbicara dengan Haikal dan hanya mendapatkan jawaban dengan gelengan.
Seharusnya Haikal sudah datang secara nanti mereka ada jadwal kelas yang sama. Setelah beberapa langkah dia menelusuri akhirnya, menyerah memilih untuk kembali masuk ke dalam kelas saja, tidak ingin terlalu banyak mencari.
"Woi, Pi. Aduh, capek gue nyariin lo." Seseorang berlari menghampiri Pia dan terengah-engah. Pia melihat temannya itu tanpa kata, tidak berusaha untuk bertanya apapun.
"Lo nyari Haikal, kan? Kita mau ngerayain bareng di kelas Insecta dua," ujar temannya kemudian menarik tangan Pia tanpa menunggu jawaban dari pihak lawan.
"Woi, santai dikit dong," ujar Pia yang marah-marah sepanjang jalan ke kelas Insecta dua yang dimaksud oleh temannya.
Sesampainya di sana, Pia diminta untuk masuk ke dalam kelas yang sudah dihias dengan berbagai macam pernak-pernik untuk seseorang yang akan berulang tahun. Di tengah meja juga sudah ada sebuah kue ulang tahun yang di atasnya terdapat lilin dengan angka sembilan belas di atasnya.
"Gue sama temen-temen standby di luar, minta tolong ya, di hidupin lilinnya. Makasih, Pi!" Temannya tampak terburu-buru. Pia yang baru hendak menjawab, langsung mengurungkan niatnya karena pintu sudah ditutup dengan dentuman keras oleh temannya.
Pia meletakkan hadiah yang tadi dia tenteng dan beralih mengambil korek api yang ada di sebelah kue tart itu. Mulai menghidupkannya dengan hati-hati dan perlahan.
Bertepatan dengan lilin angka sembilan dihidupkan, pintu kelas itu dibuka oleh seseorang. Secara reflek, Pia berbalik dan menatap ke arah sumber suara.
"Pia?" Wajah orang yang membuka pintu agak tidak percaya, dengan tas ransel yang diselempangkan di satu pundak dan kaos berwarna putih.
Pia gelagapan, kemudian melihat ke arah keluar tidak ada satupun batang hidung yang kelihatan dari temannya itu. Pia langsung mengambil kue yang tadi dia hidupkan lilinnya dan menyodorkannya ke arah Haikal.
"Selamat ulang tahun. Gue enggak bisa nyanyi, sih. Tapi selamat ulang tahun Haikal." Pia tersenyum tipis kemudian meminta Haikal untuk membuat permohonan, setelahnya Haikal meniup lilin itu dan tersenyum ke arah Pia.
"Rotinya bukan dari gue, temen-temen yang tadi minta gue ke sini, buat hidupin lilinnya. Tapi, gue punya hadiah buat lo, sebentar." Pia kemudian segera berbalik dan meletakkan kue itu kembali ke atas meja dan mengambil hadiah yang disiapkan agak lama.
"Selamat ulang tahun." Pia tersenyum tulus dan Haikal menerimanya dengan senang hati. Haikal merentangkan kedua tangannya kemudian Pia dengan ragu menganggukan kepalanya.
Haikal yang seolah mendapat izin langsung memeluk Pia dengan senyum yang tampak tidak bisa pudar.
"Pi, make a wish tadi gue berharap lo mau jadi pacar gue. Bisa bantu buat wujudin enggak?" Haikal berbicara saat masuk memeluk Pia.
Haikal melonggarkan pelukannya dan mundur untuk bisa melihat wajah Pia. Menunggu jawabannya.
"Kalau menurut lo gimana?" Pia berbalik tanya sementara Haikal yang mendengarnya jadi mengacak-acak rambutnya untuk menghindari kecanggungan.
"Mau, harus mau." Haikal akhirnya memberikan jawaban. Pia tersenyum kemudian salah tingkah sendiri.
"Ya, udah." Pia tersenyum malu-malu membuat Haikal mengerjapkan matanya tidak percaya.
"Jadi, diterima?" tanya Haikal kembali, memastikan jawaban Pia. Pia menganggukan kepalanya dan Haikal meloncat dengan gembira. Sambil berteriak "yes" dengan hebohnya.
"Aduh," ujar seseorang setelah pintu kelas terbuka, seseorang jatuh dan di belakangnya ada beberapa anak yang tampak panik dan merasa terciduk menguping.
"Selamat ulang tahun Haikal." Mereka berteriak bersama untuk menutupi rasa malu dan kecanggungan.
"Kalian nguping, ya?" Haikal menyindir kemudian berjalan ke arah teman-temannya dan teman-teman Pia, Haikal mencekik temannya dengan satu tangan, bercandaan anak laki-laki.
Pia dan teman lainnya tertawa dan entah siapa yang memulai, tepung roti sudah mendarat di wajah mereka dan jadi perang tepung setelahnya. Untungnya, jadwal kuliah hari ini ditiadakan karena dosennya berhalangan hadir kalau tidak mungkin mereka akan mengikuti kelas dengan wajah dan baju yang penuh dengan tepung.
***
Haikal yang masuk ke ruangan kelas dengan kaos putih
***
Lanjut?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro