Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

8. Rasa kemanusiaan

HAPPY READING ! 

Tingkah laku yang seperti biasa, Haikal yang menguji kesabaran Pia dan Pia yang menatap Haikal dengan jengkel. Walaupun beberapa hal agak berubah. Pia tidak sekasar dan segalak dulu, kebanyakan dari keisengan Haikal hanya Pia balas dengan pelototan kesal saja. 

"Jadi, lo masih tetep ngejar cewek problematic itu?" tanya Gerry dengan nyinyir membuat Haikal yang sedang menulis tugasnya di kertas folio terhenti. Sekarang mereka berada di rumah Gerry karena temannya ini memaksanya untuk satu kelompok dengannya lagipula Pia juga pasti dengan Kiranna sohib nya. 

"Lo yang problematic." Haikal menjawab dengan judes, kemudian meneruskan menulis jawaban tugasnya, tidak ingin mendengar perkataan Gerry yang menjelek-jelekkan Pia. 

"Gue enggak urusan lagi, deh kalau nanti preman yang waktu itu ngancem lo ngehajar lo sampe mati cuma gara-gara cewek yang bahkan enggak suka sama lo itu," ujar Gerry membuat Haikal kembali berhenti menulis, kali ini bolpoinnya dia letakkan di atas meja dan Haikal menatap temannya dengan tidak suka. 

"Gue bisa ngelindungin diri sendiri. Enggak usah bantuin gue kalau hal itu terjadi, lagipula gue yakin itu orang cuma random doang naksir Pia. Secara kan Pia emang cantik," ujar Haikal memberikan jawaban setelah beberapa kali menghela napas, agar tidak terlalu emosi. 

Gerry berdecak kemudian mengambil alih laptop Haikal yang menampilkan jawaban yang sedang disalin olehnya. "Gue bacain lo tulis." Gerry memerintah dan Haikal menurutinya sembari menyinggingkan senyum tipis. Dia tahu temannya hanya tidak ingin dirinya tersakiti oleh Pia walaupun caranya agak kasar. 

***

Pia sebenarnya cukup lega karena makhluk "setan" itu sudah tidak memberikan spam lagi di sisi lain dia khawatir ancaman yang diberikan tempo hari benar-benar dilakukan. Luka lebam di wajah Haikal tempo hari membuat Pia jadi berpikiran macam-macam walaupun Haikal memberikan alasan yang cukup logis. 

"Pia, enaknya rasa apa, ya ?" tanya Kiranna menggeser buku menu yang ada di tangannya ke arah yang lebih dekat ke arah Pia. 

"Durian itu aja," ujar Pia menunjuk di bagian topping yang berwarna hijau. Kiranna menaikkan alisnya heran yang pertama adalah sejak kapan durian berwarna hijau dan kedua adalah tidak ada topping yang diminta oleh Pia. 

"Matcha maksudnya ?" Kiranna mengoreksi takut kalau ternyata telinganya yang salah mendengar penuturan dari temannya itu. 

"Iya, alpukat aja." Sekarang malah berganti nama. Kiranna memukul kepala Pia dengan buku menu agak keras membuat yang mempunyai tubuh terkejut setengah mati. 

Pia melotot ke arah orang yang ada di depannya. "Matcha?" tanya Kiranna tanpa mempedulikan pelototan Pia karena dirinya juga kesal mendengar jawaban ngelantur Pia sedaritadi. Pia akhirnya mengangguk dan temannya itu segera memesan cake yang mempunyai rasa yang berbeda dan kembali duduk di kursi setelahnya. 

"Punya masalah apa?" tanya Kiranna memandang Pia yang tampak banyak pikiran. Pia menggelengkan kepalanya sementara temannya hanya menghela napas dan menyenderkan tubuhnya di sandaran kursi. 

"Enggak apa-apa kalau belum mau cerita," ujarnya memaklumi dan tidak memaksa Pia untuk bercerita lebih lanjut. Mereka bergelut dengan pikirannya masing-masing tidak ingin bersuara karena tidak mempunyai gosip yang bagus untuk dibicarakan. Kiranna sendiri dengan bosan memainkan ponselnya sembari sesekali menyendok makannya untuk mengisi mulutnya yang kosong. 

"Oh iya, Pi. Jadi, sampai mana lo sama Haikal?" tanya Kiranna membuka pembicaraan. Pia menatap temannya itu dan menjawab sekenanya. 

"Enggak sampai mana-mana," kata Pia dan setelahnya makanan mereka datang. Setelah makanannya di berikan Kiranna melontarkan pertanyaan lagi ke Pia. 

"Jadi, udah pacaran?" tanya Kiranna membuat Pia yang sedang menggigit lidah kucing yang ada di atas roti sebagai hiasan itu sampai terjatuh. 

Pia menggelengkan kepalanya lagi, "Enggak pacaran, enggak bisa." Jawaban Pia mengundang rasa penasaran Kiranna dan akhirnya dia bertanya kembali. 

"Kenapa enggak bisa? Beda agama juga enggak kenapa, sih?" tanya Kiranna memancing agar Pia menjawab pertanyaannya. 

"Kemarin, wajah Haikal ada lebamnya," ujar Pia terdengar ambigu dan tidak jelas membuat Kiranna menaikkan alisnya dan meletakkan kedua tangannya di atas meja, salah satunya memegang dagu dan satunya masih memegang sendok untuk dia gunakan makan. 

"Dia bilang karena kepentok meja tapi, gue rasa dia ketemu sama itu." Pia mengatakan dengan ambigu lagi membuat Kiranna jadi jengkel sendiri dan kesal setengah mati. 

"Brandon?" tanya Kiranna membuat Pia menganggukkan kepalanya dengan kuat. Ternyata Kiranna mengingat ceritanya Pia jadi senang mendengarnya. 

Kiranna mendengus kesal kemudian wajahnya sudah kesal setengah mati. Dia begitu jengkel dengan orang yang bernama Brandon walaupun hanya dari cerita Pia saja. "Sebentar, gue tanya dulu deh. Lo suka kan sama Haikal?" Kiranna sengaja membuat wajah yang seolah mencurigai Pia. 

"Enggak." Pia menjawab dengan cepat walaupun dalam hatinya agak ragu. Kiranna menyunggingkan senyumnya. 

"Kalau gitu biarin aja Haikal diancem sama Brandon. Apa urusannya sama lo?" ujar Kiranna membuat Pia menyatukan alisnya tidak menyangka jawaban itu keluar dari mulut temannya. 

"Rasa kemanusiaan. Kalau lo di posisi gue, emang lo enggak bakal ngelakuin itu? Ketika mantan lo ngancem temen lo sendiri gitu?" tanya Pia membuat Kiranna menggelengkan kepalanya dengan kuat. 

"Buat apa gue mikirin temen gue yang bahkan belum tentu dia lebam itu karena diancem sama mantan gue? Kalau gue suka sama Haikal gue emang bakal kepikiran sih, kayak lo yang sekarang ini," ujar Kiranna membuat Pia terdiam sekarang pikirannya campur aduk tidak karuan. 

Kiranna tersenyum tipis merasa berhasil membuat Pia kepikiran dengan perkataannya. Dia prihatin dengan hubungan Haikal dan Pia di matanya mereka saling suka tetapi, gengsi Pia terlalu besar membuat hal-hal mudah dia buat rumit sendiri. 

"Jangan bikin gue kepikiran, deh Kir. Ini tuh rasa kemanusiaan aja. Kalau dipikir-pikir kalau semisal lo yang ada di posisi Haikal gue juga bakal kepikiran kok," ujar Pia membuat Kiranna dongkol sendiri. KIranna menelan kue yang ada di mulutnya dan kembali berbicara menjawab pernyataan bodoh dari Pia. 

"Kalau lo bertahan dengan rasa kemanusiaan itu terus ya, terserah. Keputusan ada di lo. Tapi, saran gue coba gengsi lo diturunin dikit dan pikirin Haikal itu kayak gimana," ujar Kiranna membuat Pia kembali terdiam dan setelahnya tidak ada pembahasan lagi. Mereka saling menikmati makanannya masing-masing. Kiranna berharap kata-katanya tidak lagi disangkal dengan 'rasa kemanusiaan' lagi. Dirinya jadi dongkol sendiri mendengar jawaban dari Pia sedaritadi. 

"Kir." Pia memanggil temannya itu setelah rotinya sisa setengah. Kiranna menaikkan alisnya bertanya-tanya menunggu Pia berbicara lagi. Kiranna berharap Pia mendapatkan secercah titik terang. 

"Gue enggak bisa mikirin Haikal. Kalau mikirin Haikal terus laporan gue enggak selesai-selesai." Pia memberikan jawaban yang membuat senyum yang ada di wajah Kiranna memudar. 

"Terserah, Pi. Terserah!" 

***

Lanjut?


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro