Bloody Camelia
Special for NaruHina Dark Days 2018
#AU #DarkTales #IniJalanNinjaku
Disclaimer: Masashi Kishimoto
Author: dna_girlz
Genre: Crime/Supranatural/Fantasy
Rating: T/M
.
.
.
Enjoy reading and Happy Dark Halloween!
.
.
.
"Ayah!! Tolong bangunlah, Ayah!!!"
Teriakan dan isak memecah menjadi satu bersamaan dengan kobaran api raksasa yang terlihat melahap segala yang ada dilewatinya.
"Ayah, tolong bangunlah! Jangan tinggalkan kami seperti ini!!"
Sang anak perempuan menggoyangkan pelan sambil terisak dan membuat matanya sembab.
Yang dipanggil ayah pun juga tak bergerak sama sekali, bersamaan dengan nyawa dirinya yang telah tak tertolong lagi, perlahan tubuhnya memucat dan dingin walau hawa di sekeliling mereka telah naik beberapa belas derajat.
Pemuda yang sebaya dengan saudarinya pun hanya bisa menunduk dan terduduk di sampingnya, menyesali keputusan dalam kehidupan mereka.
Dimulai oleh pertentangan klan Hyuuga dengan klan lain yang mencoba memonopoli wilayah kekuasaan mereka serta sekutunya.
Perpecahan dan perselisihan tak dapat dihindari lagi, sehingga nyawa jadi taruhan dalam diri mereka masing-masing.
Semuanya tak ada lagi yang tersisa.
Kuil keluarga dan rumah mereka yang mempunyai banyak kenangan, sekarang telah luluh lantak dilalap si jago merah yang mengamuk. Hanya beberapa barang penting saja yang bisa ia selamatkan selain barang berharga klan dan nyawa sendiri.
"Ayah bangunlah!! Jangan tinggalkan kami!!"
Teriakan memohon dilontarkan sambil kemudian berhenti dan terisak karena dirangkul sang saudara yang berduka akibat kematian orang tua mereka satu-satunya. Bahkan saudari mereka yang lain sudah tak bisa diselamatkan karena terperangkap akan kobarannya. Sang ayah pula terikut ditusuk oleh panah di dada, kehilangan banyak darah.
Raungan api yang rakus memakan bangunan hingga gosong, menemani kakak beradik tersebut yang akhirnya menguburkan jasad sang ayah yang sudah mendingin di bawah pohon yang mereka tandai — sebelum bertolak pergi.
Entah mau kemana pun tak masalah, yang penting sekarang mereka harus menyelamatkan diri.
Mereka terpaksa melarikan diri menjadi buronan yang kabur, dikarenakan mereka takut diancam akan dibunuh pada saat kebakaran terjadi oleh orang-orang yang mencari.
Lama mereka berlari dan bersembunyi, hingga akhirnya tak sadar menyeberangi perbatasan yang tak terjaga.
Mereka menggunakan kesempatan ini dan lari ke tempat salah satu kenalan dari saudaranya.
Gaara memiliki firasat yang cukup tajam jadi dia membiarkan Hinata dan Neji untuk bersembunyi di tempatnya secara diam-diam.
Klannya yang terkenal akan keamanan yang ketat dan gahar pun membuat mereka bisa sedikit tenang dalam persembunyian.
Setelah melalui berbagai kegiatan, Gaara akhirnya memanggil Neji untuk ke dalam ruang kerjanya dan menceritakan rentetan kejadiannya.
"Aku mengerti. Sepertinya tak lama lagi akan ada perpecahan lagi."
Neji mengangguk, sedikit menundukkan kepala. "Aku dan Hinata tak tahu lagi harus apa. Maafkan aku."
Mendengar itu, sang pewaris klan di desa tersebut mengusulkan ide, "Mau aku bantu dengan perang sekutu?"
Sontak, sang pemuda Hyuuga tak menyetujuinya karena akan merepotkan mereka semua.
"Sudah cukup dengan kebaikanmu menampung kami, tuan Gaara. Tapi aku tak mau mengorbankan nyawa tak bersalah dan aku tak mau menambah minyak pada api perang antar klan ini."
Setelah dipikir lagi, pemuda bertato di pelipis itu pun mengangguk kecil. "Ya, lebih bijaknya kita tunggu kondisi kondusif. Tapi jika perang tak terelakkan, kita harus turun tangan — mau tak mau."
Neji mengangguk mengerti. "Baiklah."
Pembicaraan selesai sampai disitu saja dan meminta saudarinya untuk diajak bicara.
Sang bunga desa klan Hyuuga; Hinata, masuk dan memberi hormat sebelum duduk bicara.
"Bagaimana keadaanmu?"
"Dengan pertolongan anda pada kami, saya sudah lebih baik. Terima kasih."
"Saya turut berduka cita akan insiden ini. Ayah dan saudari kalian sudah tenang diatas sana. Jangan bersedih lagi."
Sang gadis mengangguk kecil dan sedikit menunduk dengan sendu.
Walaupun begitu—
"Tapi saya masih tidak terima,"
Pernyataannya sedikit membuat sepersekian detik dada sang pewaris merasakan emosinya.
Pemuda itu paham sangat akan perasaan yang tengah dihadapinya.
Hinata melanjutkan perkataannya, "Saya tahu kalau ini memang sudah nasib kami. Tapi kami salah apa? Kami hanya mempertahankan wilayah dengan semestinya."
Kedua tangannya sedikit bergetar sebelum mengepal kuat dan mencoba menahan tangis.
"Saudari dan ayah kami sudah tak ada karena mereka... Kami kabur dan jadi buronan... Kenapa dunia ini tak adil... Padahal—Hiks... maaf..."
Hinata tak dapat menghentikan tangisannya dan menutup mulutnya, menunduk dalam dan menahan isaknya.
Darah serta nyawa kedua orang yang ia sayangi jatuh tumpah ruah dengan tak layak; dengan kedengkian dan keserakahan yang ada, mereka dirampas tanpa sisa.
Kedua mata sang pemuda di hadapannya pun tetap menatap sang cantika yang tengah bersedih mencurahkan isi hatinya.
Bunganya telah layu lemas dimakan ideologi antara peperangan dan keserakahan manusia.
"Intinya, kau mau balas dendam?"
Tangis itu berhenti beberapa saat, membuat yang bersangkutan memikirkan pertanyaannya.
Balas dendam.
Ya.
Hinata ingin melakukan itu.
Tapi kata ayahnya, mereka tak boleh melakukan hal itu karena dosa.
Hinata mendongak sambil menhapus airmatanya dengan kain yukata yang ia pakai.
"T-Tapi bagaimana caranya, Tuan Gaara?"
"Saya punya seseorang di hutan belakang wilayah ini. Dia adalah teman saya, tapi kumohon anda jangan melawan atau lari ketakutan."
Gadis tersebut sedikit bingung. "Ketakutan? Apa maksud anda?"
Kenapa harus takut kalau dia adalah temannya—
"Dia anak dari siluman rubah, makanya banyak yang takut padanya. Legendanya sudah menyebar disini dan hanya saya yang tahu kebenaran ini selain anda."
Hinata terdiam sejenak, termangu.
Siluman rubah? Berarti siluman itu kuat sekali, pikirnya dalam hati.
"Dia bukanlah inari jadi kau bisa memintanya untuk membantumu balas dendam, apalagi dia orangnya juga bisa diajak kompromi. Asalkan pintar mengikat janji padanya, maka tak masalah. Tapi jangan gegabah hanya karena dia terlihat tak berbahaya." Gaara menjelaskan panjang lebar, tetap menatapnya dengan tenang.
"Tapi bagaimana dengan saudara saya?" Hinata takut dan waswas kalau rencananya ketahuan oleh sang kakak yang memang protektif.
"Kalau kau mau, pergilah ke hutan besok siang. Saya akan mengajaknya untuk melakukan kegiatan lain. Tapi anda tahu akan akibatnya selain mendapatkan dosa, bukan?"
Hinata menunduk lagi, merenung untuk sesaat.
Dosa pasti sudah didapat. Apalagi jika melakukan ini dengan siluman, maka ia akan dimanfaatkan oleh sang siluman dalam berbagai perbuatan dan tindakan.
Tapi dalam hatinya, dia ingin membalaskan dendam keluarga.
Persetan akan dosa, kedua nyawa keluarganya sudah raib karena manusia hina seperti klan musuh akan ia tebas habis tak bersisa—seperti daging cincang yang terbelah.
Sang gadis mendongak dengan mantap dan mengangguk.
Gaara sudah tahu, sang gadis keturunan akan bertindak di balik layar.
"Saya akan melakukannya. Demi klan Hyuuga, dan bersihnya nama keluarga saya."
Tak ada yang boleh meremehkan klan Hyuuga lagi setelah ini.
Tak ada satupun.
***
Siang yang terik pun menerkam bumi dengan sengatan panasnya.
Tapi itu tak membuat Hinata menyerah dalam pencariannya. Menurut informasi pewaris itu, anak siluman tersebut sering berkeliaran diantara pepohonan ini.
Akhirnya dia menemukan sebuah kuil tua dimana ada terlihat seekor siluman yang tengah memakan buah persik.
Sang gadis terkesima akan penampakannya. Walaupun makhluk tersebut bukanlah dewa, tapi dirinya yang berbeda dengan jenis ras manusia masih membuatnya terpana.
sang siluman tersenyum ramah. "Aku sudah menunggumu, bunga berlian. Hyuuga Hinata."
Hinata terdiam lagi.
Jangan bilang kalau dia bisa menebak tujuannya kemari?
"Aku tahu dari Gaara. Kau ingin menemuiku. Benar begitu?"
Gadis itu menatapnya tajam, meski pun masih sedikit ada perasaan kagum dan terkesima.
"Aku ingin kau membantuku untuk membalaskan dendam klanku, Uzumaki Naruto."
Sang pemuda siluman hanya diam membisu dengan tatapannya.
"Kau sudah gila? Panggil aku dengan nama kecil saja."
"Tidak, aku serius. Dan iya, Naruto-kun."
Naruto menggaruk kepalanya, sedikit ragu.
"Hei... Kau tahu akibatnya kalau melakukan perjanjian ini denganku, gadis bunga."
Hinata mengangguk. Lalu ia menunduk pelan.
"Ya, aku tahu. Tapi, aku takkan menyesalinya. Aku akan membalaskan dendam keluargaku dan membersihkan nama kami. Aku ingin mereka tak menentang kami lagi."
Tangannya mengepal kuat hingga buku-buku jarinya memutih pasi, membuat sang anak siluman liar menghela napas.
"Apa yang akan kau berikan kalau aku menurutimu?"
"Akan kuberikan segalanya. Jiwa ragaku padamu, Naruto-kun."
Terdiam lagi, lalu melompat di hadapannya secepat kilat. Hinata terkejut. Sang pemuda bermata kristal tersebut menatap lekat.
"Meski kau harus menjadi makananku ataupun istriku?"
Istri?
Apakah mungkin?
Tapi, demi klan Hyuuga...
Hinata menggigit bibir sendiri, sembari akhirnya menghela napas pelan. Mengangguk lagi sebagai sinyal hijau tanpa tedeng aling-aling, Hinata menyetujui.
"Baiklah. Aku akan ikut bersamamu. Tapi kau harus jelaskan kronologis kenapa menginginkan diriku."
Pada akhirnya, Hinata membawa pulang si anak siluman—yang menyamar menjadi seekor rubah piaraan, lalu hidup sementara bersama di kediaman Garaa pemegang klan di desa Pasir.
Demi mencapai tujuannya.
.
.
.
Beberapa hari kemudian, terdengar telah terjadi pembantaian massal.
Beritanya telah bersebar luas di seluruh penjuru perbatasan desa milik klan Hyuuga hingga klan di Desa Pasir.
Klan Zokunba; klan yang memonopoli wilayah dan dalang utama pembantaian klan yang kalah, termasuk klan Hyuuga — telah terbabat habis hingga tak tersisa dalam semalam.
Mau itu perempuan, laki-laki, bahkan anak-anak. Seluruh klan tak ada lagi dan dinyatakan musnah dari sejarah klan yang bersatu di daerah tersebut.
Tapi penyelidikan pembunuhan massal tersebut menghasilkan tanda tanya.
Siapakah sebenarnya yang membunuh mereka dalam semalam?
Banyak teori dan konspirasi yang bersimpang siur, tapi semuanya makin tak bisa ditebak dan dipikirkan.
Sampai sekarang, bahkan tak ada yang bisa menebak siapa yang berani dan teganya membasmi klan jahat pemonopoli wilayah yang serakah.
Ada yang bilang itu karma mereka, kutukan dari dewa, bahkan tragedi yang naas.
Tapi bagi Hinata, itu adalah kepuasan hampa yang akan ia genggam dalam diri.
Meski pun dosa, tapi ia takkan menyesal seumur hidup.
Sudah jalan hidupnya begini.
Inilah nasib yang dituliskan Dewa diatas kertas agenda takdir.
Semakin banyak kemungkinan dan teka-teki yang berseliweran, membuat Neji sang kakak yang kembali mulai membangun klan Hyuga dan kembali ke tempat wilayahnya semula pun mulai tak tenang.
Bukannya apa, tapi sejak kejadian itu...
Hinata mulai berubah dan bertingkah tak biasanya.
Bahkan walau ia tahu kalau Gaara menjaga adiknya di desa sana, tapi ia merasakan aura yang tak biasa dari gadis yang merupakan saudarinya.
Sementara itu, yang bersangkutan duduk di tangga kuil tua tak terpakai di hutan tengah menemani sang siluman.
"Apakah kau sudah puas?"
"Ya. Akhirnya aku memusnahkan mereka semua..."
Hinata menutup mata sejenak.
"Rasanya seperti dalam mimpi..."
Angin berdesir pelan.
Ia membuka mata dan menatap kedua tangannya sendiri yang putih bak salju.
Pada waktu lampau tersebut adalah pengalaman tak terlupakan.
Inikah rasanya balas dendam?
Walau pun dia membunuh perempuan dan anak-anak, tapi demi balas dendamnya maka itu sudah setimpal.
Konspirasi terbesar dalam pemusnahan klan musuh berada di tangannya.
"Kapan kau akan membawaku ke kakakmu?"
Hinata tersenyum lembut dan mengelus pelan kepala sang rubah, yang disambut olehnya dengan senang.
"Akan kukenalkan. Tapi kau harus belajar bagaimana menjadi manusia. Nanti dia curiga."
Sang pemuda memonyongkan bibir lalu menghela napas. "Baiklah..."
Kepala sang gadis menyender pada bahunya, lalu kedua tangan mereka saling bertaut.
"Anak baik..."
Dersik berbisik sambil membawa udara untuk memenuhi ruang alam, membuat suasana di kala tenangnya mereka berdua tengah memandang langit.
Seperti kata puisi orang lama...
Di saat karma berjalan bisa dibalas oleh takdir dewa
Di sisi lain itu bisa diubah oleh nasib manusia yang memegangnya
.
.
.
Racun pun tercampur dalam kepolosan murni
Bagaikan polusi dalam iri dengki dan keserakahan manusiawi
Mengantarkan nyanyian pembawa petaka
Layaknya kamelia berteteskan darah hitam karna duri tajamnya
Terperangkap dalam ilusi antara kehampaan dan kepuasan
.
.
.
-fin-
============================
Halo semuanya. Saya persembahkan fanfic ini untuk kedua kalinya (setelah kolaborasi di Drowning to The Mythology sama dua kawan penulis) dan ini saya lagi mau coba ikutan lagi. Semoga enjoy dengan yang disajikan di fic ini. Maaf agak kecepetan alurnya karena saya sibuk kuliah dan tugasnya bejibun.
Terima kasih untuk dukungannya. Sampai jumpa di famfic lain!
Regards,
Author
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro