Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

34. Jenenge Nawang



Satu hari Sam menghilang ternyata tidak membuat keluarganya cemas. Sam memang sering menginap di rumah Rehan. Kali ini, emak Sam tidak bertanya banyak. Hanya saja saat di warung kopi, tempat Sam biasa duduk. Ari justru kehilangan Sam.

Sam duduk di sebelah Ari yang sedang duduk sambil mengopi di warung biasanya. "Enak, tho nginep di rumahnya wanita cantik," ucap Ari tanpa memandang Sam.

Sam melotot langsung menutup mulut Ari. "Weh, Mas. Ojo buka rahasia. Krungu mas Yanto isin aku."
(Weh, Mas. Jangan buka rahasia. Kedengar Mas Yanto malu saya.)

Mas Yanto yang dia maksud adalah pemilik warung. Yanto sendiri sedang sibuk melayani pembeli. Kemungkinan besar tidak mendengar ucapan Ari. "Ora krungu, tenang ae."

Dengan suara pelan Sam mulai berdialog dengan Ari. "Mas ini tau aja. Ngintip, yo!"

"Kowe yang bilang kalau awakku dukun sakti. Jadi gak perlu kowe pertanyakan awakku ngintip opo ora," jawab Ari.
(Kamu yang bilang kalau aku dukun sakti. Jadi enggak perlu kamu pertanyakan aku mengintip apa tidak).

"Tapi aku gak macem-macem kok, Mas. Sumpah."

"Ketok, kok," ucap Ari sebelum menghisap rokoknya.
(Kelihatan, kok)

"Ketok-ketok. Gak aman Mas ini. Pergerakanku diintip-intip," protes Sam. "Melanggar privasi."

"Jadi kowe mimpi apa, tho?" tanya Ari mengalihkan pembicaraan.

"Oh, aku sering lupa tapi aku mimpi aku jadi orang dewasa. Terus, aku sering ketemu Tante Nicole dalam mimpi. Bajunya kayak pakai jarik aja," cerita Sam.

Ari menatap Sam. "Wes percoyo?"
(Udah percaya)

"Yo, wes percoyo ae lah," jawab Sam terpaksa.
(Ya sudah, percaya saja deh.)

"Sek, tak kandani. Kowe sama dia itu dulunya sepasang kekasih. Wes gitu aja, kalian terlibat hal romantis. Tapi, karena suatu hal, dia meninggal duluan dari kowe. Makanya, dia lahir duluan daripada kowe."
(Sebentar, saya beri tahu)

Sam terkejut sejadi-jadinya. Matanya melotot. Jika memang teori reinkarnasi Ari benar, pantas saja dirinya merasa sangat dekat dengan Nic, dia bahkan tertarik melihat Nic yang jelas-jelas usianya jauh lebih tua darinya. Ingin lari dari pesona Nic, tetapi sebenarnya dia terlanjut terpesona.

"Wes ngerti?"

Sam mengangguk.

"Kamu enggak perlu cerita ini sampai selesai, kan?"

Sam menggeleng pelan. Mengetahui ini saja rasanya sudah cukup. Dia hanya membuktikan, mengapa ketertarikannya begitu kuat, dan dia merasa sangat dekat.

"Kalau Mbak Nicole, perlu cerita ini. Bukan buat dirinya, tapi buat menuliskan sejarah. Kisah kalian ini hanya bagian kecil dari sejarah Pancapura."

Sam mengguk mantap. Benar yang dikatakan Ari. Sam tidak perlu terlalu tahu mendalam tentang Pancapura, sebab dia bukan Arkeolog seperti Nic. Mengetahui kalau Nic adalah kekasihnya di zaman dahulu saja rasanya cukup mengagetkan, setelah mengetahui kalau zaman dahulu Arga adalah sahabatnya.

"Yo, Mas. Aku kayaknya cukup tahu sampai di sini. Aku seneng kalau dulu Tante Nicole itu pacarku. Tapi, nama Tante Nicole biyen siapa?"

"Jenenge Nawang," ucap Ari.

"Nawang."

"Nawang Sari."

Sam mengangguk mengelus dagunya. Dulunya dia adalah salah satu orang penting di Pancapura. Seorang yang hebat, yaitu Senopati. Berbanding terbalik dengan dirinya sekarang, remaja pemalas.

"Tante itu, apa udah tahu?"

Ari menggeleng. "Dia jadi tahu kalau kamu yang ngasih tahu. Jadi, ketika dia mengusut kerajaan Pancapura kubuat pikirannya mengekplorasi dirinya. Dia akan mengikuti terawanganku dan dia akan tahu sendiri."

Sam mengangguk paham.

"Kamu mimpi juga?"

"Mimpi, tapi karena aku pelupa aku sering lupa sama mimpiku. Tapi, terakhir aku mimpi lihat dia mandi di kali."

Pluk!

Ari memukul pelan kepala Sam dengan selembar brosur kredit sepeda motor. "Emang dasar utekmu ngeres."
(Memang dasar otakmu kotor)

***

Nic menatap dan meraba lembut ranjang yang semalam menjadi saksi kalau dirinya dan Sam pernah tidur bersama, meski tidak terjadi sesuatu di antara mereka. Malam itu Nic kembali bermimpi. Namun dalam mimpi itu bukan Gandrung, dia alah Sam dalam wujud dewasa.

Nic menggigit pelan bibirnya. Baru beberapa jam saja tak bertemu dengan Sam rasanya dia rindu berat. Nomor ponsel Sam sudah ada di tangannya. Lalu, entah mengapa dia enggan menghubungi Sam. Kata-kata Sam membuatnya kembali berpikir kalau mempertimbangkan Arga ada benarnya.

Nic tersadar dari lamunannya saat pemberitahuan email dari tablet miliknya. Wanita itu mengambil tablet di meja kerjanya dan dia langsung mendudukkan tubuhnya.  Email tersebut adalah dari Ari. Tampaknya adalah sambungan dari terawangan Ari saat di ekskavasi.

Selamat malam Mbak Nicole.

Apa Mbak Nicole sudah membicarakannya dengan Pak Arga? Jika memang benar iya, saya sangat ingin menyaksikan Pak Arga mencabut pedang yang tertancap ratusan tahun itu. Ini akan menjadi momen sejarah, karena mungkin leluhurnya belum ada yang bisa mencabut pedang itu. Arga adalah keturunan murni dan dia adalah reinkarnasi Yuwaraja Dresta Yumna.

Mungkin Mbak Nicole harus mencari beberapa potongan prasasti dan literatur dari berbagai catatan sejarah yang menyatakan demikian. Atau mungkin kita kembali ekskavasi di sekitaran pedang tertancap tersebut.

Kisah berlanjut. Untuk memperkuat diplomasi antara kerajaan Daneswara dan Pancapura, dalam rombongan itu ada seorang putri cantik. Dia adalah tuan putri Jingga Senaya. Putri Bungsu dari kerajaan Daneswara. Dia akan dinikahkan dengan sang Yuwaraja. Namun, Yuwaraja terlanjur tertarik dengan gadis bertopeng.

Gandrung mencarinya kian-kemari tetapi tak bersua. Hingga suatu saat dalam meditasinya dia melihat seorang gadis yang dengan terang-terangan mandi di wilayah tempat dia bermeditasi. Wilayah bermeditasi itu adalah wilayah hulu sungai yang dikhususkan sebagai pertirtaan keluarga kerajaan.

Gandrung sering menghabiskan waktu senggangnya untuk bermeditasi di sebuah gua di pinggir sungai. Pemuda gagah itu bermeditasi untuk kemurnian ilmu kanuragan yang dia miliki. Namun, beberapa kali dia bermeditasi matanya sering melihat gadis yang mandi itu. Lama-kelamaan dia penasran dengan sosok gadis yang sangat berani sekali mandi di hulu sungai ini. Sementara Gandrung tidak mengenalinya jika saja dia adalah anggota kerajaan.

Gandrung menutup meditasinya dengan merentangkan tangannya dan menelungkupkan kedua tangannya di dada. Setelahnya pemuda itu mengembuskan napas mengakhiri meditasinya.

"Bimasesa!" panggil Gandrung.

"Hamba, Senopati," jawab Bimasesa yang mengawalnya meditasi.

"Kau melihat gadis itu," tanya Gandrung memastikan.

"Hamba melihatnya cukup lama, Senopati. Hanya saja, hamba mengabaikan. Sebab ...."

"Sebab mengapa?"

"Hamba mengira, Senopati tidak melihatnya karena Senopati tidak mempertanyakan," jawab Bimasesa.

"Hampir setiap hari dia mandi. Tapi kalian pengawal tidak mengatakannya padaku ataupun membahasnya. Bagaimana ini?" protes Gandrung. "Apa kau menikmati gadis itu mandi?"

"Ampun Senopati. Karena Senopati tidak membahasnya, hamba mengira kalau senopati tidak melihatnya atau mengabaikannya."

"Tidak melihatnya?" tanya Gandrung kembali dengan wajah heran.

"Maaf jika hamba berlebihan, sebab hamba mengira gadis yang mandi itu adalah lelembut yang tidak tampak di mata Senopati," ucap Bimasesa pelan dengan posisi menunduk.

"Ada-ada saja kau ini. Ayo, kita buat perhitungan untuk gadis yang lancang itu!" ucap Gandrung serius.

Bimasesa langsung mendongak setelah mendengar sang senopati akan mengerjai gadis itu. Bimasesa yang usianya paruh baya tersenyum getir dengan sang senopati yang masih muda itu. Artinya Senopati akan memberikan pelajaran atau maksudnya akan mengerjai gadis yang mandi ini.

Gandrung menatap Bimasesa yang sepertinya cemas jika akan diperintah memberikan pelajaran kedapa Gadis. Gandrung tahunjika istri Bimasesa pencemburu. Gandrungpun memerintahkan pengawal lainnya.

"Arya."

"Hamba, Senopati." Arya langsung berdiri di sebelah Bimasesa dan keduanya saling tatap.

"Beri perhitungan gadis itu. Bagaimanapun caranya," perintah Gandrung. "Aku ingin mengajaknya berbicara."

Arya menunduk dengan wajah heran. Baru kali ini tuannya ingin memberi pelajaran seorang gadis atau mengisengi gadis itu. Ada apa dengan sang senopati?

"Cepat, Arya. Senja akan tiba, gadis itu akan kembali," perintah Gandrung.

"Ba, baik Senopati," jawab Arya.

Gandrung menatap Arya dari jauh. Pemuda yang menjadi pengawalnya itu berjalan mengendap ke tepi sungai dekat gadis itu mandi. Dari jauh Gandrung melihat Arya menunduk dan mengemasi vastra gadis itu yang terbentang di tepi sungai. Dengan Sigap Arya memasukkan ke dalam bakul. Lalu pemuda itu menyelinap dan bersembunyi di balik semak dan pepohonan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro