Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

32. Mandi di Hulu Sungai


Matahari hampir kembali ke peraduannya hingga gelap malam menggantikannya. Sunyi hulu sungai tak terasa mencekam baginya. Dinginnya air sungai adalah kenikmatan sebuah petirtaan. Gadis itu — Nawang, menenggelamkan dirinya dalam sungai yang alirannya tak begitu deras.

Tangannya memainkan air sambil membasuh wajahnya. Sesekali dia memejamkan mata sambil menikmati dinginnya air. Hanya saat seperti ini dia bisa memanjakan dirinya tanpa ada orang lain yang mengusik.

Nawang mulai mengkhayalkan pria yang dia duga bernama Gandrung. Jemarinya membelai lembut lehernya sendiri. Dalam pikiran liarnya, jemarinya adalah jemari Gandrung yang tengah membelai lehernya.

Terasa lembut laksana sutera. Napasnya hangat sehangat sang surya pagi hari. Masih membayangkan Gandrung, gadis itu pun kembali mengkhayalkan senopati itu tengah memeluknya, hingga akhirnya dia tenggelam dalam hayalan hingga malam benar-benar menggantikan senja.

Tersintaklah gadis itu. Dia tersadar pakaian yang dia letakkan di tepian sungai telah hilang. Bahkan topeng yang kerap dia kenakan atas perintas Nyi Damar pun ikut lenyap. Bakul cucian juga hilang tak tahu di mana rimbanya. Nawang panik.

"Pakaianku!"

"Pakaianku!"

"Dewata, di mana pakaianku?"

Mendadak kepalanya pusing. Matanya berkunang-kunang dia seperti pergi ke tempat lain, tak lain tempat itu adalah ruang tengah. Tempat Nic dan Sam yang tadi tengah menonton televisi.

Nic terbangun langsung membuka matanya. "Sam!"

Nic tak melihat Sam, kini yang menjadi bantalnya bukan paha Sam lagi. Wanita muda itu celingukan dia tak melihat batang hidung Sam. Lalu, beberapa saat kemudian, dia melihat secarik kertas di karpet yang terbentang di hadapannya.

Nic meraih kertas itu lalu membacanya. Sebuah surat yang ditulis Sam dengan tangannya. Tulisan Sam sangat buruk, tetapi masih bisa dibaca. Tampaknya remaja itu memang jarang menulis. Entah bagaimana dia mencatat pelajaran di sekolahnya.

Setelah membaca surat Sam, setitik air mata menetes di sudut matanya. Baru beberapa saat dia ditinggalkan Sam, dia merasa merindukan remaja itu.

"Sam," lirihnya seraya memeluk surat itu.

Surat Sam seperti isyarat kalau dirinya tidak akan atau tidak pasti atau entah kapan bertemu Sam lagi. Sam telah menciptakan ruang rindu yang begitu luas, dan rentang waktu rindu yang begitu lama.

Sam bahkan menegaskan untuk tidak lagi memikirkan dirinya dengan beberapa kata, yaitu kata kata pertimbangkan Om Arga. Kata-kata ini seolah meminta Nic untuk melupakan dirinya.

Jelas saja, Nic harus dan memang seharusnya melupakan Sam. Sejatinya jarak usia mereka yang terlalu jauh membuat kisah mereka tak mungkin atau sulit untuk diukir sembali.

"Sam," lirihnya dengan bibir bergetar. "Saya mencintai kamu. Kamu seolah datang dan pergi tiba-tiba dan menciptakan ruang rindu yang teramat luas bagi saya. Sekejam itukah dirimu, Sam.

Meski nomor ponsel Sam dia tinggalkan di surat itu, belum tentu Nic akan menghubunginya dengan intens hanya karena rasa rindu yang tak terkira. Nic menyimpan nomor itu di ponselnya yang baru saja dia ambil di atas karpet.

Beberapa detik kemudian, seseorang yang diharapkan Sam untuk melupakan Sam hadir melalui sambungan telepon. Dia lah Arga. Entah apakah ini yang dinamakan panjang umur. Namun, ucapan Sam ada benarnya untuk mempertimbangkan Arga yang jelas-jelas ada di dekatnya dan tentu saja, dewasa. Bukan seorang remaja yang jalan hidupnya masih panjang.

Nic mengangkat telepon Arga. "Ga."

"Nic, kenapa suara kamu agak parau gitu?" tanya Arga agak khawatir.

"Aku kurang sehat, Ga," jawab Nic. Jelas saja suara Nic parau. Dia habis menahan tangisnya karena merindukan Sam. Kekasih dalam pikirannya itu.

"Boleh, aku ke rumahmu?"

"Kita ketemu di cafe biasanya aja, Ga," bantah Nic. Dia tak ingin kenangan bersama Sam yang baru saja terjadi mendadak digantikan Arga.

"Oh, oke."

"Aku siap-siap dulu. Mungkin sejam lagi aku sampai," tutup Nic.

***

Dari sudut cafe, Arga menatap Nic. Dia sengaja tak memanggil Nic. Namun, Nic tersadar saat Arga menatapnya seperti itu.  Ditatap seperti itu, wanita normal tentu akan meleleh hatinya. Paras tampannya benar-benar membawa aura bangsawan. Semua yang ada pada diri Arga tampak menarik.

Nic langsung duduk di depan Arga. Mereka duduk berhadap-hadapan. Melihat Arga sejenak, mendadak Nic teringat ucapan Sam dalam suratnya. "Pertimbangkan Om Arga."

Ada sesak di dada Nic mengingat ucapan Sam seperti itu. Namun, sepertinya ucapan Sam ada benarnya. Sam masih belia, jalan hidupnya masih panjang. Dia bukan orang yang tepat untuk Nic. Orang yang tepat untuk Nic adalah pria tampan bangsawan di hadapannya ini.

"Kenapa tadi kamu nggak minta aku buat jemput kamu kalau kamu sakit," ucap Arga membuka obrolan.

Nic menggeleng. "Aku cuma capek aja, sih."

Arga mengangguk pelan sambil mengusap pelan dagunya. "Maaf, ya. Waktu itu aku ngegas malah bilang kamu agak beda ke Sam."

"Oh, enggak apa-apa sih, Ga. Aku enggak ambil pusing apapun. Lagian memang aku juga pengen lindungi Sam aja. Meski badannya besar, tetap saja dia anak-anak," tukas Nic.

Arga tertawa pelan dan mengangguk. "Kemarin jadi dia nganterin kamu pulang?"

Nic mengguk sambil menyeruput jus mangga di hadapannya.

"Apa dia enggak kehujanan?" tanya Arga.

Nic terkejut. Benar, pada saat pulang memang hujan lebat. Sam memang menginap di rumahnya. Namun, dia tak boleh menceritakan hal ini pada Arga. Jangan sampai ada yang tahu.

"Kayaknya, iya. Kamu kemarin nggak kehujanan setelah ngantar Amel?" ucap Nic mencoba mengalihkan.

"Brengsek, tuh cewek," umpat Arga.

Bertahun-tahun berteman dengan Arga baru kali ini Nic mendengar Arga berkata kasar seperti itu. Wajah tampannya berubah sedikit sangar. Arga sepertinya marah besar pada Amel. Nic menjadi penasaran apa yang terjadi pada pria tampan itu apa yang telah dilakukan Amel padanya hingga sampai dia semarah itu.

"Ke, kenapa, Ga?"

Arga mengembuskan napas kasar. Lalu pria itu mulai bercerita kalau Amel telah membuatnya kesal. Setelah pulang dari eskavasi, Amel pura-pura sakit perut, terpaksa Arga mengantar di UGD dekat ekskavasi. Dokter tidak menemukan gejala apapun. Karena tidak menemukan apapun, dokter terus memeriksa Amel dan Amel disuruh istirahat. Terpaksa Arga menunggu Amel di UGD selama dua jam lebih.

Arga berniat menghubungi keluarga Amel, tetapi malah Amel yang tidak mau. Akhirnya setelah dokter mengizinkan Amel pulang, Arga mengantar Amel ke rumahnya. Sampai di rumahnya, hujan deras justru membuat Arga terkepung di rumah Amel. Mau tak mau Arga menginap di rumah Amel.

Nic menahan senyum menutup mulutnya dengan punggung tangan. Wanita itu menunduk, senyumnya adalah hasil pikiran aneh-anehnya. Dia berpikir kalau terjadi sesuatu pada Arga hampir sama dengan susuatu yang menimpa dirinya dan Sam. Yaitu mengecup hangat pipi berjerawat Sam.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro