Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

13. Tamu Bagi Swarnabhumi


Note;

Hai gaes... sekali lagi, makasih loh masih setia sama Sam dan Nicole. Sekali lagi aku mau nyampein kalau ceritaku ini murni fiksi dan rekayasa aku aja. Jadi nggak ada unsur sejarah di dalam sini. Hanya memakai nama-nama beberapa tokoh di Mahabarata, tujuannya ya biar rada-rada kuno gitu.

Gandrung bersama beberapa prajurit lainnya mencoba memacu kudanya hingga batas teritorial kerajaan. Pagi ini, pemuda tampan yang baru saja diangkat menjadi senopati kerajaan tampak sibuk berkuda hingga ke wilayah timur kerajaannya. Dia harus memastikan kelancaran dan keamanan bahwa kedatangan tamu-tamu dari Yavadwipa.

"Hiya!"
Suara Gandrung menggelegar memacu kudanya diikuti kuda-kuda prajurit lainnya yang berada di belakangnya. Beberapa saat lagi para tamu kerajaan itu sampai ke perbatasan dan disambut beberapa abdi istana untuk sekadar beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan menuju istana.

"Apa tujuan tamu itu datang ke mari, tuanku Senopati?" tanya Arya Arkarendra. Salah satu prajurit setiannya.

"Mereka hendak menguasai secara kecil-kecilan, mereka bukan menguasai seluruh Pancapura. Namun, mereka mencoba bekerja sama untuk saling bertukar hasil bumi," jawab Gandrung, sang pria yang di keningnya melingkar aksesori emas. Pertanda dia orang penting kerajaan.

"Lalu, mengapa orang-orang penting kerajaan itu ikut datang ke mari, tuanku Senopati."

"Mereka adalah para abdi kerajaan itu dan seorang putri yang akan menjadi selir Yuwaraja," jawab Gandrung.

Setelah melakukan perjalanan, Gandrung dan prajurit setianya mengikatkan kudanya di tempat yang disediakan. Kerajaan sengaja membangun candi di wilayah ini khusus menyambut tamu penting istana agar bisa beristirahat sebelum kembali melanjutkan perjalanan ke istana yang tidak terlalu jauh.

Gandrung adalah senopati kerajaan yang langsung diangkat oleh raja. Selain dia adalah sahabat yuwaraja, pemuda itu memiliki ilmu kanuragan dan ilmu tenaga dalam. Dia berguru dengan beberapa pertapa hingga dia bisa menggerakkan semua yang berada di dekatnya.

Ayah gandrung adalah seorang Wredda pengabdi tinggi kerajaan yang bertugas mengatur jalanya kepemerintahan kerajaan. Ibu Gandrung — Nyi Raras Sangkar menjadi seorang mantan dayang kerajaan sejak menikah dengan ayah gandrung —Ki Tohjaya. Sejak kecil Gandrung dibesarkan di lingkungan kerajaan. Kecerdasan, kekuatan, dan kemahirannya dalam ilmu kanuragan membuat kerajaan ikut memberikan pendidikan hingga dia tumbuh seperti saat ini.

Postur tinggi, tubuh kekar, kulit sawo matang, wajah tampan membuat dirinya menjadi pengabdi kerajaan yang disegani. Dia pun sudah berjanji dalam hatinya akan selalu melindungi kerajaan, baginya keamanan kerajaan adalah hidupnya.

"Chandrawengi!" panggil Gandrung.

"Iya, Senopati," jawab prajurit yang dipanggil Gandrung.

"Kau dan prajuritmu ke arah timur. Arya Arkarendra, kau sebelah utara. Syailendra kau sebelah barat, dan kau Atmajaya kau sebelah selatan. Kita sisir semua wilayah peristirahatan tamu. Aku dan prajurit Bimasesa akan mendatangi petinggi kerajaan tamu,"

"Baik, Senopati!" jawap seluruh prajurit.

"Kau, Bimasesa, ikut aku."

"Baik, Senopati."

Gandrung bersama Bimasesa dan pasukannya mencoba memeriksa tamu yang datang dan sekedar menemui petinggi kerajaan tamu. Satu persatu mereka memastikan tamu aman dan tidak mencurigakan. Namun, di tepian perairan bunyi gemerisik dedaunan membuat Gandrung waspada. Pria itu pun sigap dan mendekati sumber suara.

"Siapa?"

Tidak ada jawaban. Namun, gemerisik itu menjadi tenang. Gandrung mencoba medekati sumber suara dan mencoba menyibak dedaunan sengaja melihat bunyi mencurigakan di balik dedaunan. Namun begitu menyibak mendadak seorang gadis berambut panjang muncul dan berlari. Gadis itu tampak ketakutan hingga dirinya tidak sempat menyapa Senopati.

Gandrung menoleh, mengikuti arah gerakan gadis itu yang berlari menuju tempat istrirahat. "Tampaknya dia adalah salah satu tamu. Tapi mengapa ada tamu gadis selain putri yang akan menjadi selir?" gumam Gandrung.

Mata Gandrung masih mengikuti gadis yang berpakaian jarik sederhana yang tadi berlari dari perairan. Keningnya berkerut, sebab sejatinya dia tidak pernah terlalu memperhatikan gadis-gadis di istana. Namun, gadis bertubuh singset dengan rambut panjang yang basah itu cukup menarik perhatiannya.

"Hei, Nyisanak!" serunya.

Gadis yang dipanggil Nyisanak itu menghentikan langkahnya dan menoleh. Mata Gandrung seketika membesar lalu pemuda itu terkejut.

"Tante!"

"Tante!"

Sam membuka matanya dan langsung mengucek matanya. Barusan dia bermimpi bertemu dengan Tante yang mengeluarkan dirinya dari penjara. Sam mengembuskan napasnya lantas dia mengambil ponselnya dan melihat waktu yang masih menunjukkan pukul dua dini hari.

"Astaga Tante kemarin. Aku mimpiin dia, apa aku kangen sama dia, ya? Udah lama gak ketemu Tante itu," ujarnya dalam hati.

Ponsel yang masih ada di tangannya dia buka. Mimpinya barusan dia catat di ponselnya.

Bermimpi di kerajaan zaman dulu. Ada beberapa bangunan seperti candi. Lalu, beberapa prajurit mengikutiku dan di situ aku ketemu Tante yang sepertinya habis mandi di sungai. Sekian dulu mimpinya.

Sam menyimpan catatan itu, dia ingat ucapan sang Tante yang memintanya mencatat mimpinya. Lalu remaja itu meletakkan ponselnya di nakas sebelah kiri kan kembali dia menarik selimut menyambung tidurnya.

"Siapa tahu berguna buat Tante, kalau suatu saat ketemu," gumamnya sebelum lelap.

***

Nama gadis itu adalah Nawang Sari. Dia adalah yatim piatu sejak kecil. Gadis itu dibesarkan oleh sanak family dan berpindah pindah. Wajahnya cantik rupawan, dia pandai menenun dan juga menari. Sehari-hari gadis itu bekerja dari rumah ke rumah tetangga sekadar membantu beternak ayam, menumbuk padi di lesung, dan membantu menenun kain yang semua dia lakukan untuk menyambung hidupnya.

Gadis berambut panjang itu berasal dari kasta rendahan. Hidupnya cukup sulit apalagi orang tuanya memang tidak ada semenjak dia kecil. Kecantikannya membuat beberapa pemuda dari kasta Waisya dan ada dari kasta Brahmana yang berniat mempersuntingnya, tetapi dia hanya diam.

Nawang, begitu panggilannya. Dia mengikuti sayembara di pusat kerajaan untuk berpindah ke Swarnabhumi tepatnya di kerajaan Pancapura. Sebuah kerajaan yang menjadi sekutu kerajaan Daneswara tempat di mana dia tinggal saat ini.

Kerajaan Daneswara memberikan hadiah kepada Pancapura sebagai wujud diplomasi kedua kerajaan itu. Selain itu,  tuan putri Jingga, anak dari selir penguasa Daneswara akan dinikahi pangeran kerajaan Pancapura. Nawang da beberapa gadis mengikuti perjalanan ke Swarnabhumi untuk mengejar impian sebagai penari.

Perjalanan berhari-hari membuatnya lelah. Begitu sampai di tanah Swarnabhumi senyumnya merekah indah. "Ini kah Swarnabhumi?" ucapnya dalam hati dengan mata berbinar.

Pagi itu, dia bersama rombongan menginjakkan kaki di tanah Pancapura. Mereka beristirahat sejenak sebelum benar-benar memasuki ibukota kerajaan Pancapura. Nawang menyempatkan dirinya untuk menginjakkan kakinya di rumput hijau yang telah basah oleh embun semalam.

Senyumnya merekah seolah ini adalah tanah impiannya. Nawang berjongkok dan memetik rumput dan mengirup aroma rumput dari pulau lain itu. Gadis itu menyukai aroma rumput pagi hari. Sambil tersenyum dia membayangkan percakapannya dengan teman-temannya beberapa saat sebelum dia berangkat.

"Kudengar pria dari tanah Swarnabhumi berwajah rupawan. Mereka juga gagah karena mendalami ilmu kanuragan," ucap  Shakunta, teman seumurannya. Saat itu mereka mengobrol seraya menumbuk padi.

"Benar kah?"

"Hmm, ingatkah engkau dengan Diandra? Bukankah dia dipersunting pendekar asal Swarnabhumi," cerita Shakunta.

"Ki Tambuwono juga berasal dari Swarnabhumi. Aku kagum padanya, tetapi beliau sudah punya istri," tukas Nawang.

Mereka tersenyum cekikikan.

Mengingat itu, Nawang ingin sekali setidaknya berkenalan dengan lelaki Swarnabhumi. Jika nanti dia akan menari di kerajaan, dia sangat ingin berkenalan dengan lelaki di sana. Namun apa lah daya, dia hanya kasta Sudra.

Nawang melanjutkan langkahnya hingga ke tepian sungai. Melihat sungai jernih dan sepi, gadis itu pun bembersihkan tubuhnya dengan air sejuk Swarnabhumi. Senyumnya semenringah, ia memejamkan matanya dan kembali menghirup udara segar.

Setelah berganti pakaian di dekat pepohonan dan dedaunan yang agak rimbun, Nawang terburu-buru karena dia takut ada yang mengintipnya. Namun beberapa langkah kemudian seseorang seperti memanggilnya.

"Hei, Nyisanak!"

Nawang menghentikan langkahnya, dia menoleh dan matanya membesar seketika. Dadanya berdebar seketika melihat lelaki bertubuh tinggi tegap, berhidung mancung berkulit sawo matang. Dahinya mengenakan pengikat emas, pakaiannya sangat bagus dan di lengannya juga melingkar aksesori emas. Pria ini jelaslah orang penting.

Nawang mengerutkan keningnya, dia seperti kenal dengan lelaki gagah ini. Bibirnya membentuk senyuman yang menampilkan lesung pipinya. Wajahnya memerah.

"Sam!"

"Sam, saya kangen kamu. Sam!"

"Sam!" ucap Nawang mengulurkan tangan.

Nic membuka matanya, keringat dingin cukup membasahi wajah dan lehernya. Wanita itu terbangun karena kembali mimpi bertemu lelaki yang kerap muncul di mimpi sebelumnya. Namun, dia setengah sadar dan memanggil pria gagah berpakaian pendekar itu dengan nama remaja yang sebenarnya sedang dia rindukan. Siapa lagi kalau bukan Sam.

Keterangan :

Senopati : jenderal
Yuwaraja : putra mahkota
Wredda : jabatan setingkat menteri
Yavadwipa : pulau Jawa
Swarnabhumi : pulau Sumatera
Kisanak : panggilan formal untuk laki-laki
Nyi sanak : panggilan formal untuk wanita

(Koreksi jika salah )

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro