Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

he l i k e s me?

Aku tidak tahu apa maksud Tuhan mempertemukanku dengan Aksa. Bertemu di resepsi pernikahan, satu forum di organisasi, hingga harus terhubung sebagai pengisi acara dan event organizer. Sebenarnya tidak ada yang aneh, karena skenario pertemuan tidak harus selalu sama untuk bisa dibilang normal dan biasa. Namun, kedatangan Aksa yang lain-yang menurutku tidak berada di lingkar urusan yang mengikat kami, sedikit membuatku berpikir. Apa dia punya tujuan tersendiri? Atau Tuhan yang membuatnya berintuisi mendekatiku seperti ini?

Aku tidak berniat narsis atau apa. Hanya saja, untuk apa dia ada di perpustakaan yang tidak mengoleksi satu pun buku yang ia butuhkan? Untuk membaca? Oh, ayolah. Melancong dari Fakultas Teknik ke Fakultas MIPA hanya untuk menemukan tempat duduk, bukan sesuatu yang bisa kupercayai begitu saja. Memang di Fakultas Teknik tidak ada perpustakaan? Lagi pula, dia menemuiku terlebih dahulu sebelum memutuskan berdiam di perpustakaan. Bahkan dia seniat itu untuk mencari informasi jadwal kuliahku.

Untuk apa dia datang ke rumahku hanya untuk ke mini market tanpa membeli sebuah produk pun? Oke. Dia bilang hendak mengambil jaket. Namun, kenapa tidak langsung pulang setelah mendapatkan barang yang dia mau, tetapi malah mengajakku ribut sepanjang jalan?

"Ini maksudnya apa, sih, Re?" Itu suara pertamaku setelah insiden di perpustakaan. Novel di tangan kututup, sebab sejak tadi kepalaku dipenuhi imajinasi lain yang jauh dari substansi buku. Percuma saja melanjutkan membaca.

Kini, kamar Rere sudah menjadi latar baru yang mewadahi kekesalan dan kebingunganku. Ini hari Jumat, artinya besok tidak ada jadwal perkuliahan. Sehingga di sinilah aku, untuk menepati rencana yang sudah sejak kemarin kami rancang-menginap di rumah Rere.

Rere yang duduk di ranjang melongokkan kepala, menggeser laptop yang sedang menampilkan film entah apa. Sementara aku yang duduk di bawah sepenuhnya menghadapkan tubuh ke arahnya. "Marah, ya?"

Bola mataku berotasi, seperti otomatis terprogram begitu setelah mendengar perkataannya. "Menurut kamu?"

"Kamu nggak angkat telepon Aksa 'kan waktu itu?" Rere beranjak menuruni ranjang, kemudian duduk di sampingku bersama laptop di pangkuan, yang menampilkan pemutar video dalam keadaan pause.

"Yang kapan?"

"Jadi kamu sering nggak angkat telepon dia? Atau karena dia sering banget telepon kamu?" Rere membalikkan pertanyaan dengan perhatian penuh yang diarahkan kepadaku.

Astaga. Bukan itu maksudku. Hanya saja, bisa saja aku salah menangkap kejadian mana yang dimaksud Rere, 'kan? "Terserah, deh," sambutku kemudian, sambil membuka kembali novel di tangan. Meski aku memasang mode marah sekali pun, Rere tetaplah Rere dengan keisengannya.

"Waktu dia mau ambil jaket." Gadis itu memilih menjawab, sambil meletakkan laptop di karpet bulu yang kami tempati.

Aku menoleh. Ada yang ingin aku dengar dan katakan, Rere pun sepertinya demikian. Terlihat bagaimana dia kini memilih serius. "Aku nggak niat gitu, kok."

Eh, sebentar. Apa maksudnya tiba-tiba menanyakan hal itu?

"Dia tanya alamat kamu ke aku. Bilangnya mau ambil jaket. Ya, langsung aku kasih." Rere menilik kemasan abon sapi yang baru saja dia ambil. "Bener mau ngambil jaket? Aku pikir, dia punya tujuan lain."

Ah, aku baru ingat. Aksa tidak tahu alamat tepat rumahku dan aku baru sadar sekarang.

"Vy?"

"Iya, ngambil jaket." Dan mempermalukanku di depan chest freezer hanya karena sebuah es krim.

"He likes you."

Mendengar perkataan tiba-tiba itu, aku tidak kaget, aku sudah menyangkanya meski entah prasangka itu betul atau tidak. Namun, kini dadaku bergemuruh. Sekelebat bayangan tentang pria itu menghampiri kepala, membuatku menghela napas dan memutus kontak mata dengan Rere.

"Cie ditaksir cowok cie."

Helaan berat langsung terganti oleh rasa kesal, ketika sahabatku mulai beralih meledek. Aku melayangkan pelototan kepada Rere. Sungguh, sempat kupikir percakapan ini benar-benar dalam konteks serius. Nyatanya, kesan seperti itu tidak cocok jika dipasangkan dengan kehadirannya.

"Bercanda, Vy, astaga! Geli ngomong seserius itu."

"I know you so crazy well."

Rere terbahak. "You do." Gadis itu melanjukan setelah menghapus tawa yang tersisa. "Dia selalu excited kalau itu tentang kamu."

What? ungkapku dari tatapan mata.

Mengambil posisi nyaman sambil bersandar, gadis di sebelahku ini melanjutkan, "Awalnya aku nggak sengaja bawa-bawa kamu waktu ngobrol sama dia. Because you both are doing several same things, I think. Soal kamu yang ikut UKMP, kamu yang digadang-gadang bakal jadi kandidat mahasiswa berprestasi pemetaan, kamu yang tertarik sama karya ilmiah dan olimpiade. Pokoknya, kalian tuh banyak kesamaan. Sama-sama ambis. Jadi natural aja nama kamu kesebut." Dia menjeda, lalu memantapkan tatapannya padaku. "Vy, tapi aku cukup sadar kalau selanjutnya dia yang ngorek informasi, bukan lagi aku yang suka rela nyeret kamu."

Rahangku mengeras. Meski tak ingin gede rasa, tetapi aku pun sedikit menyadari hal itu. Aku tidak buta, aku cukup perasa untuk menyadari hal tersebut. Namun ....

"Aku yakin, kamu juga sadar. Cuma orang buta yang nggak bisa lihat itu, Vy."

"Udahlah. Kami juga baru kenal. Aku yakin, dia cuma salah paham sama perasaannya sendiri. He doesn't really like me." Kuharap, semoga begitu.

Mengapa pula Aksa betulan menyukaiku? Kami baru mengenal, dia bahkan tidak banyak tahu bagaimana warna diriku. Mau dilihat dari sisi mana pun, aku yakin dia hanya suka sesaat. Mungkin karena aku bisa menyaingi kekeraskepalaannya? Bisa juga karena kami tiba-tiba menjadi dua asing yang dipertemukan dengan konteks yang tidak cukup biasa.

"Apa lagi sekarang, Vy?"

"Apanya, Re?"

Sahabatku itu mendesah, lelah dan seperti tak habis pikir. "Kamu selalu bilang hal yang sama dari dulu, setiap ada yang coba pdkt."

"And it was true. Perasaan itu nggak nyata, Re. Buktinya mereka berhenti."

"Dipaksa benar, Vy." Rere menjeda. Suaranya tertahan, seperti meredam geram. "Kamu yang bikin mereka berhenti. Kamu yang nggak mau sedikit pun buka mata dan justru milih bertahan buat seseorang yang kamu sendiri nggak pernah tahu gimana perasaannya."

Aku tertegun, tidak mampu membantah. Sudah lama sejak terakhir kali Rere membujukku menyambut satu-dua niat laki-laki untuk mendekati. Kali ini, terulang lagi. Namun, dengan perkataan yang lebih gamblang: menyebut sebab mengapa aku tak pernah mau berubah pikiran.

"Sekarang apa lagi? Kamu udah nggak punya alasan buat bertahan."

Tepat sasaran. Aku tak punya apa pun untuk tetap teguh dengan perasaanku terhadap pria itu. Pria yang kepadanya kutitipkan rasa selama bertahun-tahun.

"Dulu aku setuju sama keputusanmu karena kamu punya kesempatan. Tapi sekarang nggak lagi, Vy. Udah cukup aku lihat kamu pasrah-pasrah aja punya rasa sendirian ke dia."

Aku membenahi hijab, mengubah posisi duduk hingga kini menghadap ke depan, tak lagi bersitatap dengan Rere.

Tidak akan semudah itu. Menerima, membuka mata, memberi kesempatan, atau apa pun orang-orang menyebutnya bukan hal yang kurasa mampu kulakukan. Aku tidak tahu apa yang ada di depan, tetapi semuanya pasti tidak akan mudah. Perasaanku terhadap Mas Faris masih sama, sedang tak ada hal istimewa yang kumiliki untuk Aksa. Memandanginya bukan berarti aku suka, sebab pria itu memang menarik dari segi penampilan. Aku tidak mau melanjutkan permainan ini, saat besar kemungkinan semuanya akan lebih runyam. Ketika perasaan pria itu berangsur nyata dan dalam.

"Vy?"

"Aku nggak siap, Re." Begitulah pilihanku untuk menyambut semua perkataan Rere.

Di sebelahku, gadis itu menghela napas tepat ketika bait-bait cerita dari buku di tangan mulai kembali kuselami. Kemudian, tak ada yang bisa kulakukan ketika dia beranjak meninggalkanku, melangkahkan kaki ke luar kamar entah untuk tujuan apa.

Hai! Nggak ketemu Aksa di sini HEHE. Next time, ya. Atau nggak usah ada Aksa lagi sampai epilog WKWK #canda

Feel free buat kasih aku kritik, saran, atau kesan-pesan, yaw! Bintangnya juga jangan lupa.

[First Publish] June 20th, 2020.
[Revisi] January 4th, 2021.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro