Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

3. Sesama manusia

"Dia butuh rangkulan untuk keluar dari masa lalunya. Bukan malah menjauhinya."

Nayla Azealia Malik.

***

Jam pelajaran kedua sudah berakhir, terganti oleh jam istirahat. Jam yang sangat ditunggu bagi siswa legend. Banyak dari mereka berlari berhamburan ke kantin, memesan makanan di sana. Adapun yang bermain basket di lapangan, baca buku di perpustakan, ataupun yang berlalu-lalang di taman belakang sekolah. Akan tetapi, hanya orang pemberani saja yang memilih berlalu-lalang di taman belakang itu.

Menurut gosip tertentu, taman belakang jarang sekali dilalui oleh siapa pun. Tempat sangat sepi, cocok sebagai tempat menenangkan pikiran sejenak ataupun merokok. Mungkin bagi mereka taman belakang merupakan tempat paling angker, berbeda dengan Kalandra yang merasa tempat itu ialah tempat ternyaman. Kalandra lebih memilih menghabiskan jam istirahatnya di taman belakang sekolah. Tempat tersunyi dan sepi sebagai pelarian.

"Kalandra ... Ma-mama ... Pes ... Ja-jaga ... Papa ..."

Kalimat terakhir yang diucapkan sang mama membuat dada Kalandra terasa sesak. Sekelebat bayangan masa lalu selalu terlintas dan selalu menghantui pikiran Kalandra.

Ingin sekali Kalandra menyusul sang mama di sana. Namun, ia masih memiliki akal sehat. Tidak mungkin ia mengakhiri hidup sebelum kisahnya selesai. Ada yang perlu Kalandra ubah di dalam kisah hidupnya yang penuh kepiluan ini, membuktikan kepada sang papa bahwa ia bukanlah anak pembawa sial, apalagi anak tidak berguna.

"Ternyata kamu di sini." Suara seorang gadis yang tak asing di indra pendengar Kalandra kini menyapa, gadis itu menghampiri Kalandra yang sedang duduk di bawah pohon besar.

Kalandra menampilkan wajah andalannya yaitu datar. Lamunan tentang meratapi nasib hidupnya buyar begitu saja, karena gadis ini. Nayla!

"Makan siang?" tawarnya sembari menyodorkan kotak makan siang berwarna biru ke hadapan Kalandra. Posisi gadis itu sudah duduk di samping Kalandra dengan berjarak.

Kalandra masih bergeming, ia ingin sendiri untuk saat ini. Namun, gadis itu malah menganggunya. Lagi-lagi Nayla!

Gadis itu membuka kotak makan berwarna biru, kembali menyodorkan ke hadapan Kalandra. Ekor mata Kalandra melirik sekilas apa isi kotak makan tersebut. Dua potong roti berselai cokelat, membuat cacing yang berada dalam perut meronta meminta diisi. Sialan!

"Enggak baik nolak rezeki." Nayla masih saja berbicara walaupun ucapannya tidak didengar sama sekali oleh Kalandra.

Kalandra bergeming, tatapannya tertuju ke depan. Menatap rerumputan di depan sana. Ia enggan menerima makanan itu, tidak suka jika ada orang yang berusaha mengasihani. Kalandra tahu jika Nayla hanya penasaran dengan dirinya dan berusaha mengasihani demi bisa berteman.

Sial! Cacing di perut Kalandra tidak bisa diajak kompromi, dengan susah payah Kalandra menyembunyikan rasa laparnya.

Nayla mengambil sepotong roti, lalu menyuapkan ke arah mulut Kalandra. Kalandra sempat melirik sekilas sembari menaikkan sebelah alisnya.

Kalandra melihat Nayla mengulas senyum hangat, entah kenapa Kalandra terpesona dengan senyuman gadis yang ada di hadapannya ini. Sangat manis!

"Ayo, buka mulut. Enggak baik nolak rezeki." Nayla masih setia dan bersabar menghadapi pemuda sedatar Kalandra.

"Gue enggak lapar!" gertak Kalandra, nada bicara terkesan dingin. Ia mendorong roti yang ada di depan mulutnya sedikit menjauh.

"Yakin enggak lapar?" tanya sekali lagi Nayla seraya mengembuskan napas pelan. Sungguh Nayla merasa gemas melihat tingkah Kalandra menolak makanan darinya.

Padahal Nayla tahu jika Kalandra sedang menahan rasa lapar sekarang ini.

Sebelum itu, Nayla memang sengaja membawa bekal dari rumah untuk Kalandra. Saat jam istirahat tiba, ia buru-buru pergi ke kelas IPS 1 untuk bertemu dengan Kalandra, tidak seperti biasa saat jam istirahat tiba ia akan pergi ke perpustakan, tetapi sekarang ia malah bertemu dengan Kalandra. Nayla bertekad ingin membantu dan berteman dengan Kalandra.

Roti masih setia digenggam di tangan Nayla, dan Kalandra sama sekali tidak menyentuh roti tersebut. Nayla mengedikkan bahu, menyuapkan roti tersebut ke arah mulutnya sendiri. Memakan setengah roti itu dengan pelan, sengaja melakukan itu agar Kalandra tergoda dengan rasa laparnya. Ia yakin sekarang ini Kalandra sedang menahan rasa lapar mati-matian.

"Emmm ... Enak," goda Nayla disela makannya.

Kalandra yang sudah tidak bisa menahan rasa laparnya lagi, dengan lancang mengenggam tangan Nayla yang masih mengenggam roti setengah itu. Kemudian, mengarahkan ke mulut Kalandra sendiri. Nayla terkejut dengan apa yang terjadi.

Kalandra memakan roti bekas gigitan Nayla, tanpa tidak disadari sudut bibir Nayla terangkat membentuk senyuman kecil.

"Tadi menolak sekarang mau! Dasar malu-malu kucing." Nayla membantin sambil terkekeh kecil.

Nayla menatap lekat wajah Kalandra yang sedang mengunyah roti. Sangat menggemaskan.

"Gimana enak?" tanya Nayla.

"Biasa aja!" ketus Kalandra.

Nayla mendengkus kasar mendengar Kalandra membalas ucapannya dengan ketus mulu. Padahal Nayla sudah bicara baik-baik.

"Alhamdulillah, kalo enak."

Sebenarnya Kalandra ingin mengakui jika roti yang sedang ia kunyah ini sangat enak. Apa mungkin roti pemberian dari Nayla atau dirinya yang merasa lapar? Entahlah Kalandra tidak tahu.

"Ngapain lo ke sini?" Kalandra bertanya setelah roti yang ada di dalam mulutnya habis ditelan.

"Nyariin kamu."

Kalandra menaikkan sebelah alisnya tidak mengerti apa yang gadis itu katakan. Mengapa gadis pintar seperti Nayla mencari sosok Kalandra yang dianggap sampah dan pembunuh oleh orang lain? Kalandra tidak habis pikir dengan jalan pemikiran gadis seperti Nayla.

"Ngapain?" tanya Kalandra menatap intens Nayla.

Nayla yang mendapatkan tatapan intens dari Kalandra. Merasa jantungnya terasa ingin copot sekarang. Entah kenapa jantungnya seperti sedang lari maraton, sungguh Nayla merasa gugup sekarang.

"Ya, Allah tolong Nayla, ingin sekali Nay jungkir balik sekarang." Nayla membatin lagi, berusaha menyembunyikan rasa gugupnya.

"Emang enggak boleh ya, kalo aku ke sini nyari kamu?"

Nayla menatap Kalandra penuh arti, seulas senyum kecil terbingkai di bibir. Bola mata milik Kalandra begitu menarik perhatian. Berniat ingin mengulurkan tangan untuk pemuda itu agar tidak terlarut dalam keterpurukan di masa lalu.

Niat Nayla hanya satu yaitu berteman dengan Kalandra tidak lebih.

"Alasan lo apa sampe nyari gue? Lo enggak takut sama gue?" Kalandra balik bertanya, merasa terganggu dengan kedatangan Nayla.

Nayla terkekeh, memutar bola mata menatap ke arah depan sana. "Kamu manusia, ngapain aku harus takut? 'Kan kita mah mesti takutnya sama Allah bukan sama sesama makhluk Allah."

"Gue tahu lo cuma kasihan sama gue karena gue dijauhin satu sekolah karena rumor kalo gue seorang pembunuh."

Nayla menggeleng kecil, beringsut menyamping. Menatap wajah Kalandra yang tampak datar tak ada eksperesi sama sekali.

"Emang salah ya kalo aku cuma mau temanan sama kamu? Pembunuh juga manusia, 'Kan? Dia juga masih memiliki rasa kasihan dan penyesalan, kenapa harus dijauhi? Seharusnya mereka dirangkul, bukan malah menjauh."

"Lo enggak akan ngerti, sebelum lo semakin deket sama gue. Lebih baik lo jauhin gue," ucap Kalandra tidak ingin dibantah.

Nayla mengangguk mengerti, merasa bahwa pemuda itu tampak sedang mempertahankan egonya sendiri. Ia mengalihkan tatapan ke depan, mengulas senyum tipis.

"Niat aku mendekati kamu hanya ingin berteman, tidak lebih. Aku tahu kamu membutuhkan rangkulan."

Bel masuk berbunyi, membuat Nayla menghela napas kecil. Ia segera bangun dari duduk, membersihkan rok dengan pelan, takut ada debu yang menempel.

"Aku enggak akan menjauh sebelum mendapatkan lentera teman dari kamu, Kalandra. Turunkan gengsi dan egomu, jangan jadi laki-laki gengsian dan gede ego," ujar Nayla sebelum pergi dari hadapan Kalandra.

Kalandra menatap kepergian Nayla, tanpa tidak disadari, sudut bibir Kalandra terangkat membentuk senyuman tipis. Sangat tipis, tidak yakin jika itu disebut dengan sebuah senyuman. Entah kenapa kalimat terakhir yang terucap dari mulut Nayla terngiang-ngiang di telinga.

Kalandra menggeleng kecil, berusaha mengenyahkan kalimat dan gadis itu dari pikiran. Ia tidak boleh terjerumus oleh sikap baik Nayla. Ingat, gadis itu hanya ingin menganggu Kalandra saja atau mungkin sedang menerima tantangan dari temannya untuk mendapatkan lentara teman dari Kalandra seperti di novel-novel fiksi remaja atau film romansa remaja, mungkin saja.

"Seberapa jauh lo bisa deketin gue, Nay?" Kalandra membatin.

TBC:
Menerima kritik dan saran.

Menerima vote dan komen juga.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro