27. Kenapa Menjauh?
Aneh!
Itulah yang ada dipikiran Kalandra saat ini. Ia merasa jika Nayla lima hari terakhir ini menjauhi darinya. Gadis itu juga tidak seperti hari biasanya yang akan memberikan sarapan untuk Kalandra. Sikap Nayla berubah menjadi acuh.
Terbukti, waktu wajah Kalandra babak belur dan terluka di bagian atas sikunya. Nayla tak peduli, padahal gadis itu sudah melihat sendiri luka di tangan bagian atas siku milik Kalandra. Tidak hanya luka sayatan yang dilihat oleh Nayla, luka di sudut bibir, pipi, dan hidung yang tampak biru pun gadis itu tak peduli.
Tidak seperti biasanya Nayla bersikap seperti ini. Kalandra yakin, pasti gadis itu memiliki alasan tersendiri menjauhinya. Pada saat mereka bertatap muka secara langsung pun, Nayla malah lari terburu-buru menghindarinya. Baiklah, Kalandra mulai merasakan hal aneh saat Nayla menjauh.
Hari ini adalah hari terakhir mereka melaksanakan ujian nasional dan hari ini juga Kalandra merasa pesimis akan nilai ujiannya sendiri. Ia yakin nilai ujiannya hancur, tak ada yang baik. Jangankan nilai akademik, nilai etika dan sopan santun saja Kalandra masih kurang. Apalagi waktu Kalandra memiliki luka, Bu Lidya---selaku BK---mempertanyakan luka yang didapat oleh Kalandra pada hari Senin yang lalu. Ia yakin, yang akan memenangkan tantangannya ialah Nayla.
Kalandra menatap hamparan langit biru dengan tatapan kosong. Lalu beralih menatap sekumpulan anak eskul basket kelas XI tengah berkumpul di tengah lapangan sembari latihan. Kalandra sengaja menghabiskan waktu sendiri di lapangan setelah jam ujian berakhir, duduk sembari merenung memikirkan nasib nilai dan juga bertanya-tanya kenapa Nayla menjauh?
Kelas XII sudah bubar sejak satu jam yang lalu. Ia yakin, Nayla sudah pulang lebih dulu bersama Jihan. Entah kenapa, wajah ketakutan Nayla sewaktu hampir dilecehkan terlintas begitu saja. Membuat benak Kalandra terasa sesak.
"Gue enggak nyangka, ternyata sosok si kaku bisa galau juga."
Suara bas milik Rio mengejutkan Kalandra, laki-laki itu duduk di sebelah Kalandra. Mengikuti arah pandang Kalandra tertuju ke arah sekumpulan anak basket.
"Ngapain lo di sini?" tanya Kalandra, menoleh sekilas ke arah Rio.
"Seharusnya pertanyaan itu buat lo, bukan gue." Rio terkekeh kecil, tidak biasanya Kalandra memilih duduk di lapangan dengan seorang diri.
"Gue habis ketemu Nayla tadi," ujar Rio dengan tenang.
Kalandra langsung mendongak menatap Rio tatkala indra pendengarnya menangkap nama Nayla. Hanya dengan mendengar namanya saja, membuat hati Kalandra sedikit menghangat.
"Itu Nayla," kata Rio tatkala netranya menangkap sosok Nayla tengah berjalan ke arah mereka.
Kalandra menoleh ke belakangnya memastikan perkataan Rio. Benar saja, Nayla sedang berjalan ke arah mereka. Namun, arah fokus Kalandra bukan lagi tertuju ke arah Nayla, tetapi sosok laki-laki yang berjalan di samping Nayla. Seulas senyum tipis tercetak di bibir Kalandra.
Kalandra mencekal lengan Nayla saat Nayla berjalan melewatinya. Dengan sigap, gadis itu menepis cekalan Kalandra. Menatap tak suka ke arah Kalandra, sementara laki-laki yang menemani gadis itu sudah berlalu atas perintah Rio.
Nayla merasa sial, seharusnya ia memastikan dulu bahwa Kalandra sudah pulang. Akan tetapi, laki-laki itu masih berada di sekitar sekolah. Nayla menyalahkan Anton---ketua eskul jurnalistik yang baru sedang berpidato begitu lama dan juga Sheilla yang mengabsen para junior eskul terlalu lama. Ia memang sedang berada di ruang jurnalistik untuk hadir dalam penyambutan ketua eskul baru, memberi ucapan selamat, dan absen. Nayla sangat merutuki mengiyakan ajakan Sheilla yang turut ikut hadir dalam pemilihan si ketua eskul jurnalistik.
"Apa?" Nayla bertanya dengan ketus.
"Gue duluan ya---"
"Lo tetep di sini. Anggap aja lo jadi saksi di sini," cegah cepat Kalandra mengetahui jika Rio akan pergi meninggalkan mereka berdua.
Kalandra mengalihkan pandangannya menatap Nayla, sedangkan gadis itu tampak membuang pandangannya ke arah lain.
"Lo ngerasa enggak sih? Ada yang aneh antara gue sama lo," ucap Kalandra.
Sontak saja Nayla langsung menatap Kalandra yang sedari tadi menatap dirinya dengan intens. Entah kenapa jantung Nayla berdetak dua kali lebih cepat mendapatkan tatapan seperti itu. Rasa gugup merasuk dalam benaknya.
"A-apa?" Nayla gugup sekarang, hal seperti inilah yang sering dipikirkan oleh Nayla.
Rio memilih diam, menyimak obrolan dua sejoli itu. Ia yakin, Kalandra hanya ingin penjelasan kenapa Nayla menjauh. Setelah ini ia yakin, jika Kalandra akan menjauhi Nayla. Rio mengenal betul bagaimana sifat Kalandra.
"Kenapa menjauh?"
Akhirnya dua kata itu terlontar juga dari mulut Kalandra. Rasanya sangat aneh saat ia mengatakan dua kata itu. Ia merasa jika dua kata itu bukan pertanyaan melainkan pernyataan.
Otak Nayla mencerna dengan baik apa arti dari dua kata itu. Di saat sedang gugup seperti ini, otak Nayla bekerja sangat lamban.
"Jawab, Nay. Kenapa menjauh?" Kalandra mengulang lagi, berharap ia segera tahu jawabannya.
Mulut Nayla terkatup rapat. Kerongkongannya terasa kering. Entah kenapa ia enggan memberi tahu Kalandra yang sebenarnya, tetapi di sisi lain ia merasa jika Kalandra harus tahu apa penyebab dirinya menjauh.
"Kenapa? Bukannya ini yang kamu mau? Sekarang kamu udah bebas, enggak ada yang gangguin kamu lagi," ucap Nayla seraya menunduk menatap ujung sepatunya.
"Gue di sini, bukan di bawah. Bisa enggak? Kalo ngomong sama orang tuh, tatap orangnya. Bukan malah nunduk kayak gini," tutur Kalandra.
Nayla mendongakkan kepala, menatap netra hitam milik Kalandra. Hatinya terasa menghangat merasakan keteduhan di balik netra itu.
"Coba ulangi, kenapa menjauh?"
"Bukannya ini yang kamu mau? Sekarang kamu bebas, enggak dapet gangguan dari aku lagi. Lupakan soal lentera teman itu," papar Nayla begitu tenang seraya menatap netra milik Kalandra.
Nayla seakan terhipnotis oleh netra hitam milik Kalandra. Netra yang biasanya menatap begitu tajam, kini tampak meneduhkan 'tuk dipandang.
"Justru kalo lo menjauh, gue ngerasa sepi. Enggak ada lagi orang yang berani gangguin gue, kasih gue sarapan. Bahkan, maksa gue buat belajar dan semangat buat jadi anak yang baik."
Jantung Nayla berpacu dua kali lebih cepat, begitu juga dengan Kalandra yang mengucapkan kalimat itu tanpa sadar. Rio yang masih berada di antara mereka, mengulum senyum. Ia tak percaya, Kalandra bisa menjadi budak cinta juga hanya gara-gara dijauhi oleh Nayla.
"M-maksud gue ... seenggaknya kasih alasan kenapa menjauh," alibi Kalandra. Ia tidak ingin Nayla menyalah artikan maksudnya.
Rio berdecak kesal, kenapa juga Kalandra berbicara seperti itu? Padahal yang tadi ialah merupakan isi hatinya.
"Baiklah ...." Nayla menggantung ucapannya, menatap Kalandra sekilas.
"Akan aku ulangi lagi. Aku menjauh, karena kamu. Bukankah, ini yang kamu mau? Aku enggak mau melihat kamu menderita gara-gara aku ada didekat kamu, apalagi melihat kamu menanggung beban kekhawatiran. Aku tahu, pasti musuh kamu itu lagi mengincar aku, dan aku enggak mau jadi korbannya."
Entah kenapa Kalandra ingin sekali meneriaki Nayla bahwa kehadirannya Nayla membuat rasa sepi di hati kembali terisi. Akan tetapi, mulut Kalandra seolah terkunci. Enggan mengatakan hal yang berkaitan soal hati dan perasaan.
Seulas senyum tipis terbingkai di bibir Kalandra. Ia mengalihkan pandangan ke arah lain, menghindari kontak mata dengan Nayla.
"Gu-gue ... makasih banyak, karena lo udah berani deketin gue. Asal lo tahu aja, gue udah kasih lentera teman buat lo. Terserah mau dianggap iya atau enggak, bukan urusan gue." Kalandra berlalu dari hadapan Nayla, setelah mengucapkan kalimat itu.
Nayla menatap punggung tegap milik Kalandra yang berjalan menjauh darinya, seulas senyum penuh arti terbingkai di bibir Nayla. Rasa bahagia dan sedih menggelayuti hati Nayla.
"Lo menang, Nay. Dia kayaknya udah jatuh cinta sama lo," ucap Rio, lalu berlalu dari hadapan Nayla menyusul Kalandra.
Kalimat Rio terngiang-ngiang di otak Nayla. Apakah benar Kalandra sudah jatuh cinta kepadanya? Secepat itukah? Kenapa Nayla merasa jika kisahnya mirip seperti di novel yang sering ia baca.
"Maaf, Kal. Ayah aku enggak suka sama kamu," gumam Nayla menatap siluet Kalandra yang sudah menghilang di depan mata Nayla.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro