Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

24. Dinner

Jalanan kota Jakarta tampak ramai, banyak kendaraan yang masih berlalu-lalang. Cahaya lampu gedung pencakar langit dan kendaraan tampak indah di pandang mata. Belum lagi kerlap-kerlip bintang dan juga rembulan purnama di langit sana, mempercantik cuaca malam hari.

Kalandra mengajak Nayla makan malam bersama di pinggir jalan, memakan nasi goreng langganan komunitas Champin. Tidak hanya Nayla yang sedang bersama Kalandra, Rio, Renal, dan Kei turut ikut menemani. Awalnya Kalandra menolak ketiga laki-laki itu ikut, tetapi mengingat keadaannya yang sedang tidak baik-baik saja, bisa saja sang musuh dengan mudah menghabisi Kalandra, dengan terpaksa ia mengajak ketiga laki-laki itu.

"Padahal sekarang bukan malam minggu, kok gue merasa kayak malam minggu ya," ucap Kei sembari menyuapkan nasi gorengnya.

Kalandra tak peduli dengan ucapan Kei, ia menganggapnya sebagai angin lalu. Terpenting sekarang, perutnya harus terisi dulu. Jujur saja ia belum makan sama sekali sepulang sekolah tadi, terlalu banyak beban pikiran bersarang di otak Kalandra, sampai melupakan jadwal makannya.

"Ini yang lapar si Nayla atau lo, Kal?" Rio bertanya sembari mengerutkan dahi. Ia merasa aneh, pasalnya Kalandra bilang bahwa Nayla yang lapar tadi. Akan tetapi, kenapa Kalandra yang makan tampak seperti orang kelaparan.

Renal yang berada di samping Rio, menepuk keras bahu laki-laki itu. Rio mendengus kesal, tepukan itu bukan sembarangan tepukan. Terasa sakit dan linu. Ia merutuki mengambil posisi duduk di samping Renal—si tertua komunitas Champin.

"Lo lupa? Kalandra belum balik sama sekali ke kosannya," ujar Renal.

Nayla menghentikan makannya, meneguk teh hangat sedikit. Lalu menatap ketiga laki-laki yang ada di depannya, senyum tipis tercetak di sudut bibir Nayla.

"Kalian kalo makan, bisa enggak jangan ngomong dulu? Pamali tahu," ucap Nayla memperingati.

"Dan kamu, Kalandra." Nayla menoleh ke samping, di mana Kalandra sedang duduk sembari melahap nasi gorengnya.

Kalandra tak peduli, ia tampak menikmati nasi goreng itu. Lagi pula ia bisa mendengar apa yang ingin diucapkan oleh gadis itu.

"Seharusnya kamu pulang dulu, ganti baju, salat. Lalu pergi ke tongkronganmu," kata Nayla menasihati Kalandra layaknya seorang murid nakal, memang nakal.

Kalandra meneguk teh hangat hingga tandas, menatap ke arah Nayla. "Kenapa memang?"

"Kenapa? 'Kan kamu masih memakai seragam sekolah, nanti kalo misalkan kamu kepergok merokok di jalan dan bertengkar. Mungkin nanti sekolah kita akan di cap jelek," jelas Nayla.

"O, gue pikir yang lain," gumam Kalandra.

"Hah, apa? Pikir yang lain apa?" Nayla yang mendengar gumaman itu bertanya kepada Kalandra.

Kalandra berdehem sejenak, membuang tatapan ke arah lain. Sementara Nayla, menatap Kalandra seraya menunggu jawaban apa yang akan Kalandra lontarkan.

"Kalandra pikir, dia yang dicap jelek bukan sekolahnya," sambung Renal dengan tampang tak berdosa.

Kalandra berdecak kesal seraya menatap Renal. Laki-laki itu selalu saja ikut campur. Kalandra takut, suatu hari nanti Nayla menganggap salah tentang maksud ucapan yang pernah terlontar.

"Gue emang udah dicap jelek di mata masyarakat. Mereka bilang, sampah, tidak berguna, pembawa sial, menyusahkan. Jadi, udah kebal gue dengar itu semua," ucap Kalandra dengan jujur, seulas senyum tipis tercetak di bibir. Entah itu senyuman atau hanya garis bibir berbentuk horizontal.

Nayla memberanikan menarik tangan Kalandra untuk digenggam, menatap wajah laki-laki itu dengan lekat. Sudut bibir Nayla tertarik ke atas membentuk senyuman, ia tersenyum tatkala merasakan keteduhan dibalik netra hitam pekat milik Kalandra.

"Mungkin masyarakat di luar sana menganggap kamu sampah dan mengecap kamu jelek. Bagiku, kamu bukanlah sampah dan tidak juga jelek. Kamu Kalandra si ceria yang pintar memanipulasi ekspresi wajah. Mereka tidak tahu bagaimana kamu yang sebenarnya, biarkan mereka menganggap kamu seperti apa." Nayla mengulas senyum hangat kepada Kalandra.

Kalandra terpesona dengan senyuman itu, senyum yang membuat hatinya kembali menghangat. Rasa aneh selalu merasuk dalam diri tatkala melihat senyum milik Nayla. Tatapan mereka saling bertemu, pancaran netra itu memiliki arti yang berbeda.

Renal, Rio, dan Kei, menahan senyumnya melihat mereka berdua sedang saling bertatapan sembari menggenggam tangan. Sadar akan posisi Nayla menggenggam tangannya, dengan cepat Kalandra melepaskan genggam tangan itu.

"Sudah malam, ayo pulang. Nanti mama lo nyariin," ucap Kalandra mengalihkan pembicaraan.

"Iya, hayu pulang. Kasihan abang Kalandra lagi kelelahan," ledek Rio sembari tertawa kecil.

Dengan cepat, Kalandra menjitak kepala Rio dengan keras dengan sengaja. Kesal rasanya jika diledek seperti itu, walaupun hal itu termasuk ke dalam candaan. Kalandra takut jika Nayla salah mengartikan candaan itu, ia belum siap menjalin hubungan lebih dari teman.

Baru saja Kalandra ingin menaiki motornya, Nayla menghentikannya dengan cara memegang tangan Kalandra. Lalu melepaskannya kembali. Kalandra menatap Nayla dengan dahi berkerut, ia yakin jika Nayla ingin mengatakan sesuatu.

"Jangan khawatir sama aku. Bukannya aku percaya diri kamu khawatirin aku. Akan tetapi, aku bisa melihat kekhawatiran itu di mata kamu," ucap Nayla mencoba mengulas senyum, agar Kalandra percaya.

"Gue enggak mau orang yang enggak salah apa-apa malah terluka cuma gara-gara musuh gue sendiri," balas Kalandra. Ucapan Nayla tepat sasaran, bukan hanya gadis itu saja yang sedang Kalandra pikirkan. Kenzio juga.
Selain Kenzio dan Nayla yang sedang diikuti oleh sekelompok orang asing, Kalandra yakin jika sang papa pun sedang diawasi oleh orang suruhan Kevin.

Kalandra mengenal betul laki-laki dewasa itu, penuh dengan ambisi dan tak ingin kalah. Kemal dan Kevin, dua orang yang sangat berbahaya bagi Kalandra. Jika oleh jujur, ia menyesal pernah bertemu dengan laki-laki dewasa itu.

"Sekarang kamu pikirkan saja ujian dan dapatkan nilai terbaik. Masih ingat dengan tantanganmu sendiri?"

Sudut bibir Kalandra membentuk senyuman kecil, mengangguk kecil. "Gue ingat, tetapi gue enggak yakin bisa dapatkan nilai terbaik. Secarakan, gue anak berandal di sekolah. Sekolah aja gue loncat langsung duduk di kelas 12."

Kalandra merasakan seseorang menepuk bahunya, ia menoleh mendapati Renal bersama Kei. Juga ada Rio di samping Nayla.

"Gue yakin. Walaupun lo loncat kelas, otak lo pasti encer. Usaha tidak akan pernah mengkhianati hasil, Kal. Jangan bilang gitu, tetap berdoa. Semoga Allah mempermudah jalan menuju kesuksesan buat lo," ucap Renal dengan jujur. Ia tidak mau melihat Kalandra putus asa seperti ini.

"Renal bener. Jangan pikirin ancaman Kevin atau hal lainnya, pikirin dulu ujian lo. Kalo udah gagal dari ujian dan enggak lulus, lo bakal nyesel nanti. Jangan sampai lo kayak gue. Ya ... walaupun gue pinter meretas situs web orang dan melacak, gue nyesel enggak belajar serius waktu ujian." Kei mengulas senyum kecut, rasa penyesalan masih membekas dalam benak.

"Sampai bokap gue meninggal gara-gara denger anaknya suka dugem dan gagal dari ujian," lanjut Kei sembari menetralisir perasaannya. Entah kenapa jika mengingat masa lalu, membuat ulu hati terasa sakit.

Renal mengusap pelan bahu Kei guna menguatkan laki-laki itu, umur Kei dan Kalandra hanya berbeda satu tahun. Kalandra berumur dua puluh tahun, bulan sekarang. Sementara Kei berumur dua puluh dua tahun.

"Gue pikir komunitas Champin cuma orang-orang yang enggak benar. Banyak yang bilang Champin perusuh dan si biang onar. Si raja jalanan, tetapi dibalik gosip itu. Kalian menyimpan cerita masing-masing. Gue salut sama lo Kei, walaupun pernah jatuh tetapi lo berusaha bangkit. Gue rasa bakal lo yaitu jadi peretas." Rio yang terharu dengan cerita Kei mulai bersuara. Ia merasa sedih mendengar cerita Kei. Walaupun mereka baru saja mengenal satu sama lain, tetapi Rio yakin dibalik sikap Kei yang terbilang lelet dan kejam apabila sudah turun tangan, itu hanya sebagai topeng saja.

"Setiap manusia memiliki kisah masa lalu tersendiri," ujar Nayla seraya mengulas senyum kecil.

"Kalo keluarga lo sweet home, pertahankanlah. Enggak mudah mendapatkan keluarga seperti itu. Apalagi keluarga yang mendukung keinginan kita. Bersyukurlah kalian masih memiliki orang tua."

Sontak saja Kalandra menoleh ke arah Renal, ia yakin kalimat terakhir yang diucapkan oleh Renal ialah menyindir dirinya agar tidak bermusuhan dengan sang papa lagi.

"Gue bakal inget omongan lo, gue akui gue bersyukur masih memiliki orang tua yaitu bokap gue sendiri. Akan tetapi, entah kenapa gue belum bisa memaafkan apa yang dia perbuat sama gue dan nyokap gue sendiri." Kalandra mengulas senyum kecut, tidak bisakah satu hari saja Kalandra tidak mendengar mengenai hubungan keluarga?

"Jangan bohongi diri kamu sendiri, Kalan. Jangan paksakan diri kamu buat membenci mereka," jeda Nayla seraya menatap Kalandra, ia yakin laki-laki itu sedang menahan amarahnya. "Sudahlah, aku tidak ingin ikut campur. Aku hanya mengingatkan saja, tidak ada orang tua yang ingin melihat anaknya menderita. Mungkin hanya sebagian, tetapi dibalik semua itu. Mereka memiliki rasa menyesal, karena pernah membuat anaknya terluka dan menderita. Sebenarnya mereka sayang dan cinta sama kita, hanya saja mereka menunjukkan rasa itu dengan cara yang salah."

Kalandra terdiam. Mulutnya terkatup rapat. Ia bersyukur bisa bertemu dengan orang-orang yang peduli dan membantu dirinya bangkit. Kalandra sangat berterima kasih kepada Allah, telah mempertemukannya dengan Renal sang kakak angkat. Kei sang sahabat bagi Kalandra. Rio sepupu terbaiknya. Terakhir, ada Nayla yang hadir dalam hidup Kalandra sebagai cahaya. Kalandra hanya menganggapnya sebagai teman, Nayla hadir bagaikan cahaya untuk mengisi kekosongan dalam hidup Kalandra sebagai seorang teman, tidak lebih.

"Mau pulang enggak? Udah malam, bentar lagi juga hujan turun," kata Kalandra seraya menerawang ke langit sana.

Awal hitam mulai berkumpul, bintang dan bulan yang menemani malam tadi telah menghilang. Awan hitam mengusir mereka.

Nayla mengangguk, Kalandra naik dari motornya dan menstater. Lalu setelah itu, Nayla.

"Sepertinya semesta tahu, bahwa ada hati yang sedang bersedih mengingat masa lalu. Jadi karena itu, semesta membantu dan menemani kesedihan kita lewat hujan," ucap pelan Nayla saat motor Kalandra melaju membelah jalanan kota.

Tbc:
Cerita ini sedang proses penerbitan. Bagi yang penasaran akan kelanjutan kisah Kalandra, silakan menabung agar bisa memeluk buku Kalandra. Alur semakin seru pastinya.

Saya juga mau promosi buku novel saya. Kisahnya menarik, antara TNI AD dan juga guru TK. Jika di dunia nyata TNI selalu dapat jodoh perawat, dokter, dan bidang. Berbeda dengan ini.

Judul : Lafaz Cinta untuk Adara
Penerbit : kpli publisher
Penulis : Silvi Maelani

Blurb :

Akhir kisah Adara selalu tidak menyenangkan, sebelum akhirnya bertemu dengan Zacky, seorang letnan jenderal TNI angkatan darat.  Namun, beberapa masalah datang dan membuat Adara takut akan akhir pelik yang mungkin akan terjadi lagi pada hidupnya.

“Kamu tahu obat paling mujarab untuk menghilangkan kecemasan?”

“Itu adalah ... dia yang percaya pada agamanya, keyakinannya dan cintanya.”

Yuk ikutan PO-nya.

#novel #buku

Hayu ikutan PO-nya. Cerita seru dan menarik🤗 dan jangan lupa ikutan PO novel Kalandra. Permusuhan Kemal dan Kalandra semakin seru, apa lagi ditambah kehadiran Januar. Mampukah Kalandra membuktikan prestasinya kepada sang papa? Prestasi apa yang dimiliki oleh Kalandra?

Penasaran? Mangkanya nabung ayo:)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro