Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

11. Ketakutan Nayla

"Aku takut, dia akan kembali. Tolong ... jangan tinggalkan aku sendiri ...."

Nayla Azealia Malik


***

"Nayla ...!"

Kalandra berlutut, tangannya terulur merapikan beberapa helai surai yang menghalangi wajah gadis itu. Nayla yang dilihat Kalandra sekarang ini, tidak seperti biasanya.

Nayla yang sekarang tampak ketakutan. Beberapa kancing atas kemeja gadis itu terbuka, Kalandra melepaskan kemejanya sendiri demi menutupi tubuh bagian depan Nayla. Untung saja, Kalandra memakai kaos dalam berwarna hitam dibalik kemeja.

Sorot mata Kalandra tertuju ke arah lebam di bibir dan pipi, mungkin luka itu didapat karena Nayla melawan dan memberontak.

Emosi Kalandra memuncak melihat lebam dan juga ketakutan dari wajah Nayla. Untung saja si bajingan yang berusaha melecehkan Nayla masih terkapar di lantai. Tinjuan keras kembali Kalandra hadiahi untuk si bajingan itu.

"Bajingan! Berani banget lo melecehkan seorang gadis!" geram Kalandra.

'Bugh ....

Kalandra meninju, memberi beberapa bogeman di wajah pemuda itu. Tidak hanya wajah, tetapi perut juga. Pemuda itu tidak sempat melawan, ia terlalu lemah. Kekuatannya tak sebanding dengan Kalandra yang seperti monster saja memukuli dirinya.

Merasa puas sang lawan sudah tak berdaya, Kalandra melempar tubuh pemuda itu ke lantai. "Lo harus tanggung jawab, gue bakal lapor polisi. Kasian gue sama nyokap-bokap lo. Mereka berusaha sekolahin lo supaya bisa jadi anak berguna. Tapi mereka salah, ternyata kelakuan anak mereka kayak sampah busuk. Cuih!"

Sorot mata Kalandra kembali tertuju kepada Nayla yang masih meringkuk ketakutan. Melihat Nayla yang sekarang membuat dada Kalandra terasa sesak.

"Nay ... lo nggak apa-apa?" tanya Kalandra melembut.

Sadar akan suara siapa itu, membuat Nayla mendongak menatap pemuda yang selama ini ia kejar. Wajah sembab itu menyentil ulu hati Kalandra. Sungguh Kalandra membenci wajah tersebut, sembab oleh air mata dan tatapan menyiratkan ketidakberdayaan dengan situasi keadaan. Mengingatkan Kalandra dengan sang mama dulu, sama persis seperti wajah sembab Nayla. Hanya saja situasinya berbeda.

Nayla langsung menubruk tubuh Kalandra. Memeluk erat pemuda yang selalu ia pikirkan, dalam pelukan tersebut. Nayla menangis histeris, ketakutan masih menyeruak dalam dirinya.

"Tenang, gue di sini. Lo nggak diapa-apainkan sama dia?" tanya Kalandra.

Tidak ada jawaban dari Nayla, gadis itu hanya menggeleng kecil. Kalandra bisa merasakan gelengan itu. Kalandra melerai pelukan tersebut, menangkup wajah sembab Nayla.

"Coba ngomong, lo belom diapa-apainkan?" tanya Kalandra sekali lagi dengan lembut.

Nayla menggeleng kecil. "A-aku ... nggak a-apa-apa ... a-aku takut ...."

"Ssttt ... jangan takut, gue di sini. Lo jangan takut, oke?" Kalandra berusaha menenangkan Nayla. Ia bersumpah, tidak akan membiarkan orang yang berusaha melecehkan seorang gadis, hidup dengan tenang.

"Ayo, kita ke ruang UKS ya," ajak Kalandra selembut mungkin. Nayla mengangguk menyetujui ajakan Kalandra.

***

Setelah diobati lebam di sudut bibir. Nayla diminta penjelasan keterangan oleh kepala sekolah. Kalandra sudah melapor ke pihak berwajib, ia tidak ingin kasus ini ditutup oleh kedamaian dan kekhilafan. Ia ingin pelaku yang berusaha melecehkan seorang gadis secepatnya dihukum.

Regina--Mama Nayla yang mendapatkan kabar buruk segera ke sekolah menjemput sang putrinya. Kalandra bisa melihat betapa sayang dan khawatirnya Ibu Nayla. Untung saja Kalandra mengetahui kebusukan dari pemuda itu secepatnya, jika tidak mungkin saja masa depan Nayla akan suram setelah ini.

Sorot mata Kalandra tertuju ke sekitar, ia tidak melihat ayah Nayla di sini. Hanya sang Ibu saja. Jikalau keadaan sang putri seperti ini, pasti yang lebih murka ialah sang ayah. Kalandra mengedikan bahu acuh dan tidak peduli sama sekali dengan hal itu, yang terpenting Nayla sudah merasa baikan dipelukan sang Ibu.

"Nak, makasih ya sudah menyelamatkan Nayla tadi," ucap Regina tulus kepada Kalandra.

Kalandra tersenyum tipis, mengangguk mengiyakan. "Sudah menjadi kewajiban manusia saling tolong menolong. Saya tidak akan membiarkan pelaku bebas begitu saja, walaupun dia seorang pelajar. Setidaknya hukum di negara ini masih berlaku tentang kewenangan pelecehan wanita." Kalandra sengaja berbicara seperti itu dengan lantang, ekor matanya melirik ke arah pemuda yang diketahui bernama Januar bersama orang tua pemuda itu.

Kalandra yakin Januar adalah orang yang berada, keluarganya pasti akan memberikan jaminan lima kali lipat agar pemuda itu bisa terbebas dari hukuman. Entah kenapa Kalandra merasa tidak asing dengan wajah Januar, ia seperti pernah melihat wajah itu. Akan tetapi, ia tidak mengingat di mana ia pernah melihatnya.

"Kalandra benar, seorang penjahat cabul harus dihukum tanpa memedulikan status," sambung kepala sekolah menyetujui ucapan Kalandra.

Polisi yang dipanggil oleh pihak sekolah, segera membawa Januar ke kantor polisi untuk dimintai keterangan dan hukuman. Sementara, Nayla diperbolehkan pulang agar gadis itu merasa terlindungi.

Siswa/wi SMA 3 Guanna tidak ada yang tahu soal masalah ini, kecuali para guru. Karena pada saat kejadian, seluruh kelas sedang disibukan dengan jam belajar dan kepala sekolah sengaja menyembunyika berita ini, ia takut jika sekolah tersebut di cap menjadi sekolahan paling jelek nantinya.

Bukannya kembali ke kelas setelah kejadian tersebut, justru Kalandra malah melangkah ke kelas Nayla yang berada di lantai dua tepat paling ujung koridor. Ada yang perlu Kalandra bereskan di sini. Kebetulan saja, guru yang mengajar di kelas dua belas Mipa 3 tidak ada atau free class. Kesempatan bagi Kalandra mencari tahu apa hubungan Nayla dengan Januar kepada sahabat gadis itu.

Kelas yang tadinya riuh mendadak sepi menyadari kedatangan Kalandra. Mereka menatap Kalandra dengan penuh tanda tanya.

Sedangkan Kalandra berjalan menghampiri bangku Jihan, tidak peduli dengan bisikan dan lirikan mata dari anak-anak kelas Mipa 3.

"Gue perlu bicara sama lo," ucap Kalandra dengan nada seperti biasanya, datar.

Jihan hanya mengangguk, mengekori Kalandra sampai di kantin. Mereka duduk di bangku paling pojok. Tampak kantin terlihat sepi saat jam kegiatan belajar mengajar berlangsung.

"Ada apa ya, Kakak ngajak Jihan bicara?" tanya Jihan was-was. Jihan sengaja memanggil Kalandra dengan embel-embel 'Kakak' walaupun mereka satu tingkat yang sama.

"Lo kenal Januar?" tanya Kalandra the point.

Jihan mengangguk mengiyakan. "Dia mantan Nayla dulu, tapi mereka udah putus satu tahun yang lalu gara-gara Januar kecyduk selingkuh."

Kalandra terdiam. Ia tampak berpikir. Jihan menatap Kalandra dengan tatapan aneh. Tidak biasanya sosok Kalandra menanyai soal Nayla, terlebih langsung melalui dirinya.

"Kenapa Kakak nanyain itu? O ya, Nayla tadi ketemu sama Kakak 'kan? Jihan cari dia ke mana-mana nggak ketemu tadi."

"Nayla nyari gue?" tanya Kalandra seraya menatap tajam Jihan, mencari tahu celah kebenaran dari mata gadis itu.

Mendapat tatapan tajam itu membuat nyali Jihan menciut takut. "I-iya."

"Nayla pernah cerita tentang mantannya ke lo?" tanya Kalandra menyelidik lagi.

"Iya. Udah lama sih, kata Nayla dia sering diteror sama si Januar. Tapi Nayla nggak mau peduliin. Dulu, waktu masih pacaran sama Januar aja, Nayla cerita kalo si Januar pernah nyosor mau nyium Nayla. Untung aja Nayla berhasil menghindar dan menampar si Januar." Jihan menutup mulutnya tidak sengaja, ia keceplosan. Kenapa bisa ia menceritakan masalah Nayla kepada Kalandra. Jihan jadi bingung sendiri harus merespon bagaimana sekarang.

"Oke, thanks." Kalandra tersenyum menyeringai, membuat bulu kuduk Jihan meremang saja melihat senyuman itu.

"O ya, Nayla dapet surat dispen dari guru. Sampaikan sama sekretaris kelas lo." Setelah mengucapkan kalimat tersebut. Kalandra berlalu pergi.

***

Malam, seperti malam kemarin. Kegiatan Kalandra ialah nongkrong bersama komunitas Champin. Membicarakan strategi apa yang akan mereka siapkan untuk mengalahkan Pandoker--Kemal. Bukannya menikmati rokok atau menyimak obrolan sesama anggota. Kalandra malah sibuk dengan pikirannya sendiri.

Kalandra masih kepikiran dengan keadaan Nayla. Melihat wajah sembab dan penuh ketakutan di balik netra itu, membuat dada Kalandra terasa sesak. Sungguh benci melihat wajah seperti itu dari seorang gadis dan wanita.

"Lo kenapa, Kal?" tanya Renal mengetahui raut kekhawatiran dari raut wajah Kalandra. Tidak seperti biasanya seorang Kalandra mengkhawatirkan sesuatu.

Kalandra tersentak, ia menggeleng kecil sebagai balasannya. Sorot matanya ia alihkan ke penjuru base camp. Menghindari kontak mata dengan Renal. Kalandra tahu jika Renal sedang membaca situasi hatinya lewat tatapan mata.

"Gue denger salah satu anggota Pandoker ke tangkep polisi karena kasus pelecehan seorang gadis," papar Jaka mendengar gosip tadi sore saat ia sedang singgah di warung terdekat komunitas Pandoker, lalu tidak sengaja mendengar gosip tersebut.

Mendengar hal itu, membuat Kalandra menatap intens ke arah Jaka. Pikirannya berkelana tertuju ke arah Nayla. Wajah ketakutan dari gadis itu terekam jelas diingatan Kalandra.

"Apa?" tanya Jaka merasa ditatap oleh Kalandra.

"Siapa nama anggota Pandoker yang ketangkep polisi?" tanya balik Kalandra.

"Januar Richard," sahut Renal memotong ucapan Jaka.

Kalandra menatap Renal dengan tajam, ternyata benar dugaannya. Januar, anggota Pandoker. Pantas saja Kalandra merasa tidak asing dengan wajah pemuda itu. Mengingat wajah pemuda bajingan itu, membuat Kalandra merasa emosi saja.

Renal menepuk pelan bahu Kalandra, ia sudah tahu semuanya. Walaupun tidak sedetailnya. "Tenang, lebih baik lo temuin gih cewek yang udah berusaha ubah hidup lo. Dia lagi butuh lo sekarang, gue denger bokapnya lagi bisnis di luar negeri."

Kalandra tahu ke mana arah pembicaraan dan maksud dari ucapan Renal. Ia segera berlalu keluar dengan tergesa-gesa menuju rumah Nayla.

Kei tercengang menatap Kalandra keluar dengan tergesa-gesa, ia pikir Kalandra tidak akan pernah menurut dengan usulan Renal dan tidak peduli lagi dengan gadis itu.

"Ternyata dia masih peduli sesama manusia," gumam Kei.

"Kita diskusi membicarakan strategi tanpa Kalandra dulu. Adik gue lagi ada urusan, dan gue mau selama satu bulan ke depan buat anggota yang masih pelajar boleh meliburkan diri dan nggak ikut nongkrong. Gue tau, kalian sebentar lagi mau ujian nasional. Jadi, gue meringankan beban kalian. Jangan ikut nongkrong dulu," jelas Renal dengan lantang kepada seluruh anggota Chanpim.

Renal peduli dengan masa depan anggota Chanpim yang masih pelajar. Betapa susahnya mencari pekerjaan dan menghadapi kerasnya hidup jika mereka tidak lulus ujian. Renal pernah berada di posisi tersebut.

"Gue baru lihat, ternyata Kalandra bisa berubah juga ya." Kei berucap tak percaya.

"Berkat Allah ngasih hidayah buat dia." Renal menimpali.

***

"Assalamualaikum ...!" teriak Kalandra seraya mengetuk pintu kayu jati rumah seseorang yang selalu menghantui pikirannya.

Pintu terbuka, Kalandra mengulas senyum ramah kepada Regina--Mama Nayla.

"Waalaikumsalam, Kalandra?" tanya Regina.

"Iya, ini saya. Naylanya ada?" tanya balik Kalandra.

"Ada kok," ucap Regina tersenyum ramah kepada Kalandra.

"Izinkan saya bertamu, Bu. Hanya sebentar saja, untuk memastikan keadaan Nayla dan ngasih martabak buat dia."

"Kamu tahu saja kesukaan Nayla, kebetulan Nayla sedang ingin martabak. Ayo, masuk." Regina mempersilahkan Kalandra masuk.

Bola mata Kalandra menangkap sosok Nayla yang sedang menonton TV di ruang tamu. Sudut bibir Kalandra tertarik ke atas membentuk senyuman tipis melihat Nayla sudah merasa baik-baik saja.

"Nay, ada tamu," ujar Regina mengelus puncak surai Nayla.

Nayla menoleh ke arah Kalandra yang masih berdiri beberapa centi meter dari posisi duduknya. Senyum merekah terbingkai di bibir manis Nayla mengetahui siapa yang datang.

"Duduk, Kalan!" perintah Nayla mempersilahkan Kalandra duduk.

Kalandra mengangguk kaku, ia duduk di sofa single. Entah kenapa ia merasa canggung. Pertama kalinya, seorang Kalandra bertamu di rumah seorang gadis. Regina yang menyadari kecanggungan itu, ingin berlalu pergi agar Kalandra leluasa mengobrol. Namun, baru saja satu langkah, Kalandra menghentikan langkah kakinya.

"Tetap di sini, Bu. Saya tidak akan berlama-lama, tidak baik meninggalkan seorang pemuda berbicara dengan anak gadisnya hanya berdua. Duduklah di samping Nayla," ucap Kalandra selembut mungkin.

Kalandra juga sadar diri, tidak baik berdua dengan seseornag yang hukan mahramnya. Apa lagi di dalam rumah, walaupun masih ada sang ibu. Regina tersenyum penuh arti. Wanita itu kembali duduk di samping Nayla. Seketika suasana berubah menjadi hening. Sungguh Kalandra bingung harus memulai pembicaraan dari mana. Sesekali ekor matanya menatap Nayla sekilas, lalu beralih ke arah Regina.

"Maaf kalo kedatangan saya menganggu," ucap Kalandra memecahkan keheningan.

"Kenapa gaya bicara kamu jadi formal, Kalan?" tanya polos Nayla.

"Tidak sopan berbicara kasar di depan orang tua," balas Kalandra dengan nada tidak seformal mungkin.

"Bentar, kok Nayla nggak denger suara Kalan yang dingin sama datar ya? Jadi, malah formal gini," ujar Nayla, membuat Regina terkekeh kecil. Ternyata sang putri sudah kembali membaik, berkat kehadiran Kalandra.

Kalandra mencoba bersabar. Ia tersenyum tipis ke arah Nayla dan juga Regina.

"Ini ada bingkisan martabak." Kalandra menaruh kantong keresek berwarna putih di atas meja.

"Makasih ya, Kalan."

Kalandra mengangguk mengiyakan. "Gimana kabar lo?"

"Nayla udah baikan kok, cuma masih takut aja." Nayla menatap Kalandra penuh arti. "Aku takut ... takut dia kembali lagi. Kalan, jangan tinggalkan Nayla sendiri ya ...," lirih Nayla menatap polos ke arah Kalandra.

Kalandra hanya bisa menutupi wajahnya dengan tangan sendiri. Ia malu mendengar kalimat tersebut terlontar dari mulut Nayla. Apa lagi kalimat itu terdengar sangat lebay dan menggelikan.

"Nggak malu apa, ngomong kayak gitu di depan nyokap sendiri? Dasar gadis aneh!" gerutu batin Kalandra seraya tersenyum dipaksakan saat tatapannya beradu dengan Regina, sungguh ia sangat malu. Ia jadi bingung sendiri harus merespon bagaimana ucapan Nayla.

[2019]

Kayaknya sampe sini aja ya, selebihnya tunggu kabar Kalandra lagi ya.

Ehe:v

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro