10. Hampa
"Mam, kamu tahu? Kalan sangat kesepian di sini, Kalan sendirian, Kalan merasa tidak hidup di sini. Semuanya terasa sangat hampa."
Kalandra Bayu Regalion
***
Satu hal paling menyesakkan bagi Kalandra ialah merindukan sosok seorang mama setiap malam. Rindu akan senyum manis dari wanita yang telah melahirkan, menjaga, dan melindungi dirinya. Kalandra selalu tersenyum getir tatkala melihat wajah sang mama di bingkai foto. Tampak wanita bersurai hitam legam sedang tersenyum manis tertuju ke arah kamera, tak hanya beliau saja. Di gendongannya terdapat seorang anak laki-laki berusia dua tahun tengah tertawa bahagia. Kalandra merindukan potret bahagia itu.
Setiap malam, Kalandra selalu berlamun dan menghabiskan waktu bersama kegelapan dalam kamar sembari meminum-minuman bersoda. Hati terasa hampa, sunyi, dan kesepianlah yang selalu menjadi teman setiap malam.
Kalandra sangat menyukai sunyi, hanya sunyi yang bisa mengerti perasaannya. Lalu sepi, menjadi teman berbagi cerita, dan hampa menjadi kekasih di hati. Selalu ada hampa, sepi, dan sunyi dalam diri Kalandra, bahkan kamus hidupnya.
Semua hal manis dalam hidup sudah hancur tatkala ia menduduki bangku di Sekolah Menengah Pertama kelas tujuh. Perselingkuhan sang papa terbongkar, pertengkaran hebat terus terjadi saat malam hari, dan sang mama yang jatuh sakit. Dari kejadian itulah, Kalandra sangat membenci sang papa yang lebih membela wanita iblis daripada istri sahnya sendiri.
Sakit memang mendapatkan kenyataan seperti itu. Apalagi mendengar cibiran tetangga dan kerabat sendiri. Mengeluh, itu yang bisa Kalandra lakukan saat menunaikan salat tahajud. Seperti malam ini, ia begitu khusyuk dengan doa di atas sajadah. Meminta ampunan dan jalan keluar dari setiap masalah yang dilalui.
Walaupun terlihat seperti berandalan, Kalandra seorang muslim yang mematuhi aturan agama. Mereka tidak tahu bagaimana sosok Kalandra yang asli. Seberandalannya Kalandra, ia juga masih takut dengan Sang Maha Khalik.
"Ya Allah, Yaa Rabb. Bantu hamba memilih jalan keluar dari setiap masalah yang Engkau berikan. Hilangkanlah rasa hampa dan sesak di hati ini, Ya Allah. Tolong sampaikan rasa rindu hamba untuk Mama tercinta di sana. Aamiin Yarabbal'alamin ...." Kalandra melantunkan doanya dalam hati.
Setelah menunaikan salat tahajud, Kalandra masih belum bisa memejamkan mata. Pikirannya berkelana jauh. Entah kenapa kalimat Rio dan juga Renal terngiang-ngiang. Pikiran Kalandra tertuju kepada Nayla, gadis yang berusaha merebut lentera teman darinya. Juga ingatan tertuju kepada Kenzio.
"Nayla," gumam Kalandra. "Gue takut, lo kena imbasnya." Kalandra mengingat kejadian beberapa minggu yang lalu saat di kafe.
Renal benar, kalau Kemal berusaha mencari tahu apa kelemahan Kalandra dan siapa yang sedang dekat dengan dirinya. Dulu, kelemahan Kalandra adalah sang mama, ia merasa murka jika sang mama dihina. Mungkin saja, kelemahan Kalandra sekarang ialah Nayla dan Kenzio. Sungguh tidak bisa membayangkan hal itu sampai terjadi.
Pikiran Kalandra kembali mengingat kepada sang mama. Jika boleh jujur, Kalandra sangat merindukan sosok Janvi—mama, sekarang ini. Sedari kecil yang dekat dengan dirinya ialah sang mama, bukan papa.
"Mam, kamu tahu? Kalan, sangat kesepian di sini, Kalan sendirian, Kalan merasa tidak hidup di sini. Semuanya terasa sangat hampa tanpa kehadiran, Mama."
***
Siswa/wi Guanna Three dibuat terkejut dengan kedatangan Kalandra ke perpustakaan. Tidak ada angin, tidak ada hujan, sosok si biang onar masuk ke dalam perpustakaan, setelah mencari buku yang dirasa ingin dibaca. Kalandra duduk sembari membaca buku tersebut.
Siswi yang sedang berada di perpustakaan mencuri pandang ke arah Kalandra secara diam-diam. Sangat aneh sekali, si biang onar bisa masuk ke perpustakaan. Mereka pikir, si biang onar seperti Kalandra alergi terhadap buku. Sebagian dari gadis alay yang kebetulan berada di perpustakaan mengambil potret gambar Kalandra sedang membaca buku, lalu mempostingnya ke sosial media. Memberitahu bahwa biang onar sekolah mereka sudah memasuki tahap pertobatan.
Kalandra sengaja memilih ke perpustakaan daripada ke taman belakang sekolah di jam istirahat seperti ini. Ia ingin berubah, membuktikan kepada sang papa kalau ia juga bisa menjadi anak pintar. Bukan hanya Kenzio saja yang pintar dan bisa meraih apa yang tidak bisa Kalandra raih.
Ujian Nasional kelas XII sebentar lagi akan terlaksana. Mereka yang duduk di bangku kelas XII disibukan oleh tugas dan penilaian setiap mata pelajaran. Begitu juga dengan Kalandra yang sedang berusaha melunasi hutang nilai ke setiap guru mata pelajaran.
Bu Devi penjaga perpustakaan sekaligus guru sejarah yang mengajar di kelas Kalandra, dibuat tak percaya melihat kedatangan anak murid biang onarnya duduk begitu khusyuk di perpustakaan. Tak lupa juga Bu Devi mengucapkan rasa syukur sebanyak-banyak, melihat Kalandra mendapatkan hidayah.
Kalandra mendongak merasakan seseorang menepuk bahunya dengan pelan. Ternyata Rio, pemuda itu mengambil posisi duduk di bangku samping Kalandra. Meneliti buku apa saja yang sedang dibaca oleh Kalandra.
Rio tertawa kecil mengetahui buku apa yang sedang dibaca oleh Kalandra.
"Apa gue enggak lagi bermimpi? Kalandra membaca buku sejarah Indonesia?" Rio bertanya-tanya kepada batinnya sendiri.
Mustahil sekali si biang onar seperti Kalandra bisa membaca buku setebal itu. Sadar Rio menertawakan siapa, membuat ia berkacak pinggang saja.
"Kenapa hidup di dunia selalu serba salah? Nakal salah, menjadi baik apa lagi salah. Menyusahkan, memang dasar manusia." Kalandra membatin dengan rasa kesal.
"Jangan ngetawain kayak gitu," tukas Kalandra.
Rio menghentikan tawanya, menatap serius ke arah Kalandra. Jika memang Kalandra ingin berubah, Rio siap membantu.
"Lo serius mau berubah?" tanya Rio seraya menatap serius ke arah Kalandra.
"Menurut lo, gue di sini lagi ngapain? Hah?" Kalandra memutar bola matanya malas. Waktu membacanya terbuang sia-sia saja.
Rio tampak berpikir, lalu mengangguk-anggukkan kepala seolah-olah mengerti. Membuat Kalandra bergidik ngeri saja. Untung sepupu, kalau tidak ... mungkin saja ia akan menghajar Rio hingga babak belur, karena sudah berani menghina perubahannya.
"Gue rasa lo beneran serius. Kalo lo butuh bantuan, gue siap membantu kok," ucap tulus Rio sembari mengulas senyum seperti kuda.
Kalandra yang melihat senyuman itu menjadi bergidik ngeri. "Lo yakin mau bantu gue?"
"Kita masih saudara sedarah, gue bakal bantu saudara gue yang lagi kesusahaan." Rio berkata tulus, tangannya membuka halaman buku yang ada di meja Kalandra.
Memang, Kalandra tidak membawa satu buku saja. Ada lima buku yang Kalandra cari untuk dibaca. Rio percaya, bahwa saudaranya itu bisa membaca buku setebal itu dalam waktu satu hari. Mengingat, Kalandra memiliki ingatan dan insting yang kuat.
"Gue butuh laptop buat kerjakan makalah," papar Kalandra.
"Itu sih gampang, tinggal beli aja. Nanti pulang sekolah gue nebeng di lo, kita beli laptop," ujar Rio merasa jika masalah Kalandra tidak begitu susah.
Kalandra mengebrak meja, membuat Rio dan yang ada di dalam perpustakaan terkejut dibuatnya. Apalagi Bu Devi yang sedang asik merekap kertas ulangan dibuat terkejut.
"Ini perpustakaan Kalandra! Jangan berisik!" teriak Bu Devi.
Kalandra mengangguk hormat. Ia menatap Rio dengan tatapan tajam. Sementara, Rio menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal.
"Kenapa lo gebrak meja?" tanya polos Rio.
"Bego! Lo pikir beli laptop enggak pake duit? Mentang-mentang kaya buang duit sembarangan," geram Kalandra menghujani Rio dengan kalimat pedas.
Rio menyengir seperti kuda. "Kalimat terakhir lo kayak iklan milkita tau," kekeh Rio.
Sementara Kalandra mengembuskan napas kesal. Bisa gila ia menghadapi Rio yang super gesrek seperti ini.
"Nyari duit tuh enggak gampang, susah!"
"Iya, maaf. Katanya lo butuh laptop, ya sudah beli aja." Rio masih berbicara dengan tampang tak berdosa.
"Tapi enggak beli juga kali, laptop lo masih adakan? Gue pinjem punya lo aja," ujar Kalandra.
"Bukannya lo punya ya? Cara lo bangun kafe gimana? Promosi gimana? Dan ya ... keuangan lo gimana?" cerocos Rio.
Membuat Kalandra geram saja. Bisa-bisanya ia memiliki sepupu gila seperti Rio. "Gue promosikan kafe lewat komputer di warnet, kalo soal keuangan di hp juga bisa."
"Oh, gitu. Terus keadaan kafe lo sekarang gi---"
"Kalandra, Rio! Kalo kalian ingin mengobrol di luar sana. Menganggu aktivitas siswa yang sedang membaca saja, ini perpustakaan---"
"Siapa bilang kantin," potong Rio dan Kalandra serempak.
Membuat Bu Devi merasa naik darah saja. "Jika kalian tau kenapa masih ngobrol? Pergi sana, cari tempat ngobrol selain perpustakaan. Berisik! Menganggu saja!"
Kalandra berkacak pinggang, ia mengambil buku yang dibawa tadi. Lalu menaruh kembali ke tempat semula. Sedangkan Rio, terus saja mengekori Kalandra dari keluar perpustakaan sampai ke toilet.
"Lo ngapain ikutin gue? Mau ikutan pipis?" tanya Kalandra menatap malas ke arah Rio.
"Ogah, ntar di sangka gay lagi."
"Yaudah, sono balik kelas," usir Kalandra.
Rio tidak menjawab ucapan Kalandra. Ia berlalu meninggalkan Kalandra di depan toilet sana.
"Saudara gila," gumam Kalandra seraya menatap punggung Rio yang sudah menjauh.
Baru saja melangkah ingin memasuki toilet, samar-samar indra pendengarnya menangkap suara seorang gadis meminta tolong. Sorot mata Kalandra memutar ke penjuru halaman toilet tersebut. Kalandra baru menyadari, bahwa ia sedang berada di area belakang. Di mana toilet tersebut dekat dengan gudang, dan juga area paling sepi yang jarang dilalui siswa/wi.
Langkah kaki Kalandra membawa ke halaman gudang, dengan langkah pelan dan mengendap-endap. Suara gadis itu kian mendekat, Kalandra tahu suara itu berasal dari dalam gudang, dengan keberanian penuh. Pintu gudang didobrak dengan kasar. Matanya terbelalak terkejut melihat seorang gadis yang berusaha melepaskan dari kungkungan seorang pemuda.
Dengan langkah lebar, Kalandra menarik pemuda itu dan memukulinya habis-habisan. Membuat pemuda yang berusaha melecehkan seorang gadis itu babak belur, sorot mata Kalandra tertuju kepada gadis yang meringkuk ketakutan. Entah kenapa Kalandra merasa tidak asing dengan surai dan wajah gadis itu, walaupun tertutup oleh beberapa helai surainya.
"Nayla ...!"
Tbc:
Sadar diri enggak nyambung.
Menerima kritik dan saran.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro