Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

1. Si Pemilik iris mata hitam pekat

"Kalandra!" pekikan suara wanita paruh baya menggelegar di penjuru rooftop, suara yang sangat persis seperti toa masjid itu mengganggu indra pendengar Kalandra.

Asap mengepul keluar dari mulut Kalandra, dia kembali mengisap dalam rokok yang tengah diapit di jemarinya. Merasa diacuhkan, wanita yang kerap disapa Bu Lidya selaku wakil dari BK, menarik telinga Kalandra sampai memerah. Kalandra merasa tak kesakitan sama sekali, Bu Lidya melepaskan tarikan itu. Menatap tajam ke arah Kalandra yang masih mengisap rokok dengan tenang, sungguh ciri-ciri pemuda yang tidak memiliki sopan santun sama sekali.

"Kalandra, sudah ibu ingatkan jangan merokok lagi. Ini sekolah bukan tempat main. Kamu sudah dewasa, seharusnya kamu tahu peraturan sekolah," geram Bu Lidya, ia merasa nasihat beberapa bulan yang lalu tak didengar oleh Kalandra.

Kalandra mengacuhkan ucapan Bu Lidya. Pemuda itu membuang putung rokok yang sudah kecil, lalu menginjaknya hingga rokok tersebut mati. Ia menatap Bu Lidya dengan tenang, seakan-akan tidak terjadi apa-apa.

Wanita gempal itu merasa geram dengan sikap acuh dan tidak bersalah dari Kalandra, beliau sudah merasa lelah dan muak jika terus mengurusi berbagai kasus si biang onar Kalandra.

Dari mulai biang onar semenjak baru masuk sekolah, melawan guru, hingga terlibat tawuran. Sampai Kalandra menduduki kelas XII pun, pemuda itu masih saja tidak berubah. Lebih tepatnya tidak ada perubahan sama sekali.

"Ibu sangat lelah mengurusi kamu, sek---"

"Skors!" tukas Kalandra memotong ucapan Bu Lidya.

Bu Lidya mengembuskan napas kasar, jika harus berurusan dengan Kalandra ia harus memiliki stok kesabaran yang banyak. Pemuda itu selalu mengatakan satu kata tersebut di saat dia berbuat salah dan onar. Akan tetapi, sekolah tidak mengabulkan kata-kata 'skors' yang selalu terlontar dari mulutnya, mengingat Bayu--papa Kalandra memiliki banyak jasa-mendonasi ke sekolah.

"Ibu hukum kamu saja, hormat di depan tiang bendera sampai jam pelajaran habis atau bisa sampai papamu menjemput!" perintah Bu Lidya yang tidak ingin dibantah.

Kalandra berlalu meninggalkan Bu Lidya yang masih mematung di tempat sambil mengelus dada menghadapi sikap Kalandra yang tidak ada sopan santunnya sama sekali. Beliau tidak habis pikir dengan pemuda itu, memiliki paras tampan yang nyaris dikatakan 'sempurna' tetapi memiliki kelakuan malah sebaliknya yaitu 'buruk'.

***

Koridor sekolah ramai saat jam istirahat tiba, para gadis berdiri di sepanjang koridor sembari menontoni pemuda misterius pujaan hati mereka. Siapa lagi jika bukan Kalandra yang menjadi pusat perhatian. Pemuda beriris mata hitam pekat bak elang, seakan tampak tampan di mata para gadis alay, sedangkan pemuda itu tak begitu peduli dengan tatapan memuja, kasihan, dan cibiran dari siswa yang lain.

Bahkan, Kalandra tidak sengaja mendengar cibiran dari ketua OSIS sendiri. Pendengaran Kalandra begitu tajam, insting yang kuat, dan sangat kejam jika sudah tersulut emosi. Untung saja hari ini ia sedang berbaik hati, membiarkan orang yang telah mencibirnya itu lolos.

Keringat di dahi dan tubuh Kalandra membuat para gadis di sana menjerit histeris, tontonan langka yang patut dijadikan momen. Ya, ada sebagian dari mereka yang memotret Kalandra di bawah terik matahari.

"Kalandra ganteng banget anjir."

"Duh ... Adek meleleh bang!"

"Andai gue bisa temenin dia di sana. Tapi gue masih sayang sama skincare gue."

"Ada roti sobeknya anjir."

Begitulah bisikkan dari gadis alay. Mereka memuja ketampanan Kalandra bagaikan titisan dewa yunani.

Dulu, salah satu dari mereka berusaha mendekati Kalandra, tetapi Kalandra malah bersikap dingin, datar, dan juga acuh kepada gadis yang berusaha menarik perhatiannya. Sampai sekarang tidak ada lagi yang berani mendekati Kalandra.

***

Seorang gadis bersurai hitam sebahu dan beriris cokelat terang, menjinjing beberapa buku dalam dekapannya. Alisnya berkerut tatkala menatap sepanjang koridor ramai dengan tatapan tertuju ke arah lapangan. Ia tidak begitu tahu menahu tentang apa yang sedang terjadi, bagi ia gosip tidaklah penting dibandingkan dengan pelajaran sekolah.

"Kenapa berhenti jalannya, Nay?" tanya gadis berkuncir satu, menatap heran sahabatnya.

"Itu di sana ada apaan sih?" tanya balik Nayla merasa penasaran dengan apa yang sedang terjadi. Pasalnya para gadis SMA 3 Guanna a.k.a Guanna Three tengah menjerit histeris sekaligus kagum menatap objek di lapangan sana.

Sorot mata gadis berkuncir satu itu turut ikut ke arah objek yang sedang Nayla amati. Gadis yang kerap disapa Jihan hanya memanggut-manggut mengerti, ia sudah tahu apa yang sedang terjadi di sana.

"Ya, ampun! Nayla. Gue pikir lo tahu apa yang udah terjadi selama dua tahun berturut-turut di Guanna theree ini," pekik Jihan menatap Nayla tak percaya, padahal sahabatnya ini sangat pencicilan, tetapi kenapa dia tidak tahu gosip yang pernah terjadi di sekolah.

Nayla Azealia Malik, gadis pendiam bukan berarti culun yang tidak memiliki teman. Nayla sama sekali tidak ingin tahu-menahu tentang gosip yang pernah terjadi di Guanna Theree a.k.a nama sekolah mereka. Tidak ada yang lebih penting selain pelajaran sekolah dibandingkan gosip. Demi bisa menghindari gosip, ia lebih memilih menghabiskan waktu dengan membaca buku daripada harus jajan di kantin saat jam istirahat tiba. Tidak hanya itu, ia juga salah satu murid pandai dari kelas 12 Mipa 3.

Nayla sering mendapat julukan gadis nerd. Bukan berarti culun, ia hanya berbicara seperlunya saja. Bahkan, jika mereka sudah mengenal jauh, mungkin mereka akan menjulukinya dengan sebutan 'cacing kepanasan'. Anak-anak kelas 12 Mipa 3 pun sudah tahu bagaimana sifat asli Nayla, si gadis pencicilan yang tidak bisa diam.

"Gue enggak tahu," ucap Nayla seraya mengedikan bahu dengan acuh.

"Dasar kudet!" ketus Jihan mengatai Nayla.

"Bodo amat!" Nayla balas menimpali tak kalah ketusnya.

"Mau tahu enggak?" tawar Jihan.

"Enggak perlu, gue bisa cari tahu sendiri." Nayla berjalan terlebih dulu membelah kerumunan yang masih ramai menontoni Kalandra di sana.

Saat berhasil membelah kerumunan itu, ia dibuat terkejut dengan objek yang tengah dilihat. Seorang pemuda tampan sedang menerima hukuman dari BK pastinya, hormat di depan tiang bendera dan keringat membanjiri seluruh tubuh pemuda itu.

"Bisa mati muda gue ngelewatin gadis alay kayak mereka," keluh Jihan merasa kesal saat membelah kerumunan demi bisa mengikuti Nayla.

"Ya Allah, sungguh indah ciptaanmu," papar Jihan seraya menatap Kalandra di sana yang sedang berkeringat. Bagi Jihan momen seperti ini tidak boleh sampai kelewatan, kapan lagi coba menyasikan pemuda most wanted seantoro sekolah yang sedang berkeringat.

"Perasaan gue pernah liat dia, tapi lupa di mana. Dia siapa?" tanya Nayla dengan sorot mata masih menatap Kalandra.

"Kalandra," balas Jihan seraya masih menatap ke arah Kalandra dengan tatapan memuja.

Nayla menatap lekat Kalandra berdiri di sana, ia merasa kasihan. Pandangan Nayla tiba-tiba saja ia alihkan ke arah lain, menghindari kontak mata dengan Kalandra. Ia pernah bertemu hanya sesaat dengan pemuda itu, tetapi lupa bertemu di mana? Nayla terhinoptis dengan tatapan iris mata hitam itu. Rasa penasaran tentang sosok pemuda itu merasuk dalam benak.

Merasa risi dengan tatapan demi tatapan yang didapat. Kalandra memilih berlalu meninggalkan lapangan, sehingga membuat para gadis alay di sana menjerit kecewa dan membubarkan diri masuk ke kelas masing-masing.

Kalandra tidak peduli jika nanti Bu Lidya tahu jika ia tidak menyelesaikan hukuman atau sang Papa datang ke sekolah hari ini, mungkin saja Bu Lidya sudah menelepon sang papa mengadu tentang kelakuannya.

"Tatapan yang tajam, iris mata hitam pekat. Entah kenapa menarik perhatianku," batin Nayla seraya menatap punggung Kalandra yang sudah menjauh.

Tbc:
Menerima kritik dan saran.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro