Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 5. Hate Comment

Semilir angin berhembus, hari ini warung tutup lebih awal karena saat jam makan siang semua lauk ludes habis. Itu tandanya Ayun bisa beristirahat sejenak sebelum nanti mulai mengupas kelapa lagi. Rumah bergaya joglo yang ditinggalinya bersama sang kakek terasa begitu menentramkan. Lantainya masih berupa acian semen, bukan keramik. Dinding-dinding kayu jati masih kokoh berdiri, meski di bagian belakang sudah sedikit diubah, dengan tembok bata merah.

“Yun, kamu ndak jadi ngelamar kerja di pabrik?” Suara parau dari pria berambut putih itu menyita perhatian Ayun yang tengah mengamati ponselnya.

“Kalau Ayun bantu-bantu Mbak Renny aja gimana Mbah?”

“Kamu itu udah kuliah susah-susah, masak mau jaga warung terus?”

Ayun tersenyum tipis. Sejujurnya dia terlalu menikmati kehidupannya sekarang, tetapi, orang-orang sering melihatnya dengan tatapan iba.

“Kamu tiap hari bangun jam dua, kerja sampai malam. Sekarang masih muda belum terasa, besok kalau kamu sudah tua, baru nyesel.”

Ayun terdiam. Dia benar-benar tidak punya pikiran lain selain melakukan rutinitasnya di warung. Baginya, berinteraksi dengan banyak orang, mendengar cerita dari para pelanggannya, semua itu adalah hal yang mengasyikkan yang bisa menjadi sumber inspirasinya dalam menulis.

“Simbah pengen kamu itu hidup enak. Kerja kantoran, bukan jadi buruh macam Mbahmu ini.”

“Mbah, kalau Ayun dagang saja boleh nggak? Kanjeng nabi juga kan, mencari rejeki dari berdagang? Siti Khadijah pun seorang saudagar. Bukannya kalau Ayun bisa membuka lapangan kerja akan lebih bagus? Sekarang Ayun baru nabung untuk itu. Mau usaha selain usaha warung makan.”

Pria tua itu menatap sang cucu sebelum beranjak dari kursinya.

“Terserah kamu, yang penting Simbah sudah mengingatkan. Oh iya, kamu jangan lupa ke rumah Omamu. Sudah dua minggu kamu ndak ke sana loh. Nanti Omamu kangen.”

Ayun mengangguk dan tersenyum pada pria yang telah membesarkannya itu. Setelah melepas kepergian sang kakek, mata Ayun kembali terarah pada layar ponselnya. Ada banyak notifikasi dari aplikasi WriteMe. Sudah hampir empat hari Ayun tak membukanya, banyak sekali komentar dan pesan di sana.

Sesekali bibir Ayun menyunggingkan senyuman karena pujian atau komentar lucu yang bersarang di lapaknya. Setelah selesai membalas semua komentar, dia membuka satu persatu pesan langsung yang dikirimkan oleh pembacanya. Di urutan teratas terlihat pesan yang di kirim pagi tadi. Dari sebuah akun bernama T4br1z.

T4br1z

[Maaf, kenapa ayat dan ulasan yang disampaikan di setiap partnya sama dengan tulisan di salah satu situs web ya? Bukankah itu plagiat?]

Ayun mengerutkan kening sebelum mengetikkan pesan balasan. Dia mengecek akun itu, baru bergabung di aplikasi ini, tanpa mengikuti dirinya, maupun menekan tombol like di setiap karyanya.

NQ_AyunMu

[Assalamu alaikum, Kak.
Saya memang senang belajar
kajian dari banyak tempat, Kak.
Di sini, saya ingin membagi pengalaman spiritual saya.
Berharap ada sedikit amanah dan pelajaran yang bisa diambil
Dari kisah yang saya tulis.]


Ayun cukup terkejut karena ternyata balasannya langsung dibalas oleh pemilik akun tadi.

T4br1z

[Wa alaikum salam.
Tapi apa gunanya,
memberi pelajaran
pada orang lain
Dengan cara mencuri
bahan ajarnya?]

NQ_AyunMu

[Maaf Kak,
saya hanya mengambil
garis besar ilmu
yang saya pahami.
Dari beberapa laman
Web dan buku.]

T4br1z

[Beberapa, Anda bilang?
Semua konten di Kalam Maya menjadi nama part
ditulisan Anda.
Saya bisa memblow up
masalah ini.]

NQ_AyunMu

[Anda mengancam saya?
Baiklah jika memang
karena judul part itu
menjadi masalahnya
Saya bisa ganti.
Tapi, sebenarnya
Anda siapa?]

T4br1z

[Anda tidak perlu tahu
siapa saya. Plagiat.]

NQ_AyunMu

[Asal Anda tahu,
 saya sudah ijin
pada penanggung
jawab Kalam Maya.
Saya juga sudah
membayar kompensasi
pada mereka.
Saya bahkan memberikan
semua pendapatan saya
Dari aplikasi WriteMe
untuk tim Kalam Maya.]


T4br1z

[Halunya nggak usah kebablasan.
Kompensasi? Ijin?
Anda mencuri dan berlagak suci?]

NQ_AyunMu

[Anda siapa sebenarnya?]

T4br1z

[Saya pimred Kalam Maya]

NQ_AyunMu

[Apa? Tapi saya sudah ijin
ke Ummah Hana soal ini]

T4br1z

[Ummah Hana?
Anda orang dalam pesantren?]

NQ_AyunMu

[Bukan. Mohon maaf
jika memang hal ini
mengganggu tim
Kalam Maya.
Saya hanya berniat
untuk menjadi
penyambung lidah
Agar ilmu bermanfaat yang
saya dapat dari Kalam Maya
Dapat dinikmati juga
oleh pembaca saya]

T4br1z

[Huh?
Kalau gitu, tinggal repost,
apa susahnya?
Nggak perlu bikin jiplakan
dari artikel kami.
Mau melarikan diri?]

NQ_AyunMu

[Cukup. Saya tidak ingin memperpanjang
masalah ini lagi]

T4br1z

[Mau kabur?]

Ayun menghembus napas berat beriring istigfar.

“Ya Allah, padahal ini naskah udah dipinang sama penerbit tempat Mbak Khawla. Kenapa malah jadi kayak gini sih?” desahnya.

T4br1z

[Saya tidak main-main
dengan hal ini.
Dua puluh konten saya
sudah Anda ambil.]

NQ_AyunMu

[Kak, siapapun Anda.
Saya tidak plagiat,
saya mengutipnya juga mencantumkan
sumber data kan disitu.
Setiap kali mengutip haditsnya, maupun keterangan lain.
Saya tuliskan di situ.]

T4br1z

[Tunggu saja, Anda akan menyesal sudah mencuri konten kami.
Dalam dunia maya, memang semua seolah bebas tanpa aturan.
Tapi, hukum rimba yang akan berlaku di sana.
Jangan kaget kalau akun Anda berpindah tangan.]

Ayun benar-benar tidak menyangka dia mendapat blackmail seperti ini. Sementara itu di tempat lain, Iyus tengah menatap layar PCnya sembari tersenyum miring.

“Yus, kamu ngapain senyum sama komputer?”

Pertanyaan Hana membuat pemuda itu menoleh.

“Lagi jatuh cinta, Ummah. Say Say-an sekarang,” celetuk Ali dari mejanya.

“Wah, siapa akhwat yang menjerat hati Bang Yusuf yang katanya kayak es batu?” goda Hana sembari menyandarkan kepalanya di bahu sang putra yang duduk di seberang meja Iyus.

“Coba tebak Mah,” kata Ubay pada ibunya.

Hana terlihat berpikir. “Salah satu dari geng Amira ya?”

Ali dan Ubay menggeleng.

“Qonita?”

Ali dan Ubay menggeleng lagi. Hana terus menebak dan hanya gelengan yang ia dapat dari Ali serta sang putra.

“Ah, temennya Qonita. Sahla?”

Kali ini bukan gelengan, tetapi justru suara Ubay yang tersedak saat minum membuat Hana terkejut.

“Ubay, udah gede juga minum pake keselek segala. Emang salah Ummah nyebut Sahla?”

Ali dan Iyus saling bertukar pandang dan terkikik pelan.

“Ummah ... nanti kalau Abah denger, Ubay bisa disembelih.”

Hana terkikik,” Terus siapa?”

“Nggak ada Ummah, mereka ngasal doang.”

“Adiknya Mbak Renny yang jual bubur ayam.”

“Ayun?!” pekik Hana.

Iyus tidak tahu persis bagaimana ekspresinya sekarang, hanya saja sepertinya beberapa kabel syarafnya putus sehingga koneksi dari otak ke anggota tubuhnya tidak sinkron. Dia sudah memerintahkan tubuhnya untuk merespon dengan wajah datar, tetapi outputnya justru wajahnya memerah dan senyum tersungging malu-malu.

Otakku kena malware,” batin Iyus sembari menyembunyikan wajahnya di kedua telapak tangan karena malu.

“Eh baik-baik kamu sama dia. Jangan dimainin Kasian loh dia yatim piatu, tinggal sama simbahnya. Masih muda tapi kerja keras banget. Tiap hari jualan, terus kalau libur, bantuin simbahnya ke sawah.”

Iyus mendengarkan cerita Hana dengan seksama.

“Pas dia kuliah, dia sambil ngerosok juga loh. Kalian inget nggak, kalau pesantren ada acara, dia sering kan ikut beres-beres ngambilin sampah? Itu buat biaya kuliahnya.”

Iyus meraba dadanya, sesuatu yang abnormal kembali dirasakan olehnya.

Ya Allah, aku kenapa? Apa aku tertarik sama Nusayba?Nggak, nggak. Aku cuman pengen dapet feel kontenku aja. Nggak boleh main perasaan.”

“Kagum boleh, sayang boleh, tapi nggak boleh lebih dari sayang kita ke Allah. Ingat, sebaik-baiknya mengungkapkan rasa sayang adalah dengan mendoakannya, bukan dengan pelukan, ciuman, atau hal-hal yang lain. Kecuali kalau sudah halal, beda konsep.”

Ucapan Hana membuat ketiga lajang yang berada di sana menyimak dengan seksama.

“Elhaq sudah membuktikan cara itu loh, dulu Ummah sama Abah juga sama. Kami punya jalan cerita sendiri yang cukup rumit sebelum bisa bersama. Semoga, kalian juga pada akhirnya akan bertemu dengan bidadari surga kalian masing-masing. Dengan cara sesuai tuntunan syariah kepercayaan kita.”

“Amiiiin,” sahut ketiganya kompak.

“Eh iya Ummah, itu cerita di WriteMe yang lagi hits, kata Iyus pakai Kalam Maya jadi salah satu bahan kajiannya.”

Hana tersenyum. “Loh, bagus kan? Itu udah mau cetak loh. Udah dipinang sama penerbit. Sekarang kan jarang cerita yang ada pembelajaran agamanya.”

“Tapi Ummah, nggak ada untungnya di kita,” sahut Iyus.

Hana terkekeh. “Coba pikir lagi, masak iya nggak ada untungnya? Kalau mau minta royalti, nih, Ummah kasih nomer penulisnya.”

Iyus segera berdiri dan mendekat pada Hana.

“Ummah beneran punya nomernya?”

“Punyalah.”

“Iyus boleh minta?”

Ali dan Ubay saling berpandangan dengan wajah bingung.

“Tapi jangan di salah gunakan ya. Nanti Ummah sentil kamu.”

Iyus mengangguk dan mencatat nomor yang disebutkan Hana.

“Menurut si penulis, tokoh Albirru ini orang nyata. Dia yang membuat si penulis sadar akan imannya. Dia sempat mencari jalan iman karena tumbuh dari dua keluarga yang berbeda keyakinan.”

Iyus berpikir. “Jadi dia bukan muslim? Atau pernah muslim?”

Pemuda itu menyimpan nomor tadi dengan nama, pencuri. Pikirannya yang sudah terlanjur diburu nafsu, membuat semuanya gelap. Dia tak mengindahkan perkataan Hana dan teman-temannya yang menyuruhnya mengikhlaskan kejadian itu dan mengambil sisi positif dari kejadian itu. Setelah mengganti usernamenya, Iyus mengirim pesan pada orang itu.

 

Virus

[Selamat siang author famous]

Pencuri

[Selamat siang,
maaf ini siapa ya?]


Virus

[Nama saya adalah
username saya]

Pencuri

[Virus?]

Virus

[Ya, saya Virus.
Virus yang siap
membuat hati
dan pikiranmu
terjangkiti rasa
yang belum pernah
kamu rasakan sebelumnya.
Perlahahan merusak
sistem kerja otak dan hatimu]

Pencuri

[Haha ... lucu sekali.
Tapi serius, ini siapa?
Dan ada perlu apa ya?]

Virus

[Saya penikmat karyamu,
Boleh saling save?]

Pencuri

[Oh, terima kasih
sudah menyukai karya saya.
Silakan Kak,
kalau mau save nomor saya]


Cih, murahan. Segampang ini dia nerima nomor asing? Nggak tahu adab banget. Padahal tulisannya sok agamis,” batin Iyus.

Virus

[Makasih author, save back ya]

Pencuri

[Okay]

Iyus sedikit ragu, akankah orang yang dihubunginya tadi menyimpan nomornya. Hingga pada akhirnya di sore hari dia melihat sebuah pembaharuan cerita dari dari kontak yang dilabelinya dengan nama pencuri itu.

[Baru saja aku tersenyum, tetapi kini, keadaan memaksaku untuk kembali berperang dengan masalah]

Iyus mengetuk layar ponselnya dan mengetikkan sesuatu untuk membalas.

Virus

[Hey, don’t be like that.
Ketika yang lain
menyuruhmu menangis,
Come to me,
Aku akan membuatmu tersenyum.
Aku akan mengawal harimu,
Memastikan kalau kamu terus tersenyum]

Tak lama sebuah balasan muncul.

Pencuri

[Terima kasih, Kak.
Siapapun Kakak,
Terima kasih
sudah mendukungku]


Virus

[Bidadari nggak boleh nangis]

Pencuri

[Aku? Bidadari?]

Virus

[Yes, you.]

Pencuri

[Kakak bisa aja.
Makasih ya.
Aku jadi senyum lagi]

Virus

[Kalau ada yang jahat
sama kamu.
Laporin ke aku ya.
Biar aku santet pake trojan]

Pencuri

[Haha, iya Kak.
Makasih Kak]
V

irus

[Semangat ya]

 ....

Iyus menyunggingkan senyum penuh kepuasan. “I got you,” batinnya.

Jemari sang pria menari lincah di atas papan ketik, beberapa akun email baru dibuatnya. Kemudian dia membuat beberapa akun bodong untuk menyerang lapak karya dari orang yang dibencinya. Sementara itu Ayun, yang tengah sibuk mengupas kelapa di rumah Renny, mendapatkan banyak sekali notifikasi dari ponselnya. Hampir seratu komentar masuk dari beberapa akun.

 
Yu1234
[Kayaknya aku pernah baca deh dalil kayak gini.]

Suf1
[Author, kamu santri ya?]

Tanya
[Author, spill background pendidikannya dong, biar kita yakin kajian di cerita ini tuh sahih nggak.]

Brizik
[Iya taunya ntar abal-abal doang nggak sesuai sama hadist yang sebenarnya]

Al_ibaba
[Ini kayaknya plagiat deh]

Bi_ntangKecil

[Hah? Plagiat? Serius? Ih, padahal aku pikir ini idenya ori. Beda sama yang lain gitu.]

Ru_sakParah

[Thor, mana lu muncul weh!]

Yu1234
{Thor! Bales dong!}

Suf1
[Jangan-jangan beneran ini plagiat ya?!]

....

Tangan Ayun gemetaran menggeser kolom komentar di cerita miliknya.

“Yun, kenapa?” tanya Renny saat melihat wajah adik sepupunya memucat.

Ayun mendongak kemudian menggeleng. “Ng-nggak kok Mbak.”

Renny merasa ada yang salah dengan Ayun. “Siniin hapenya, kenapa?”

Ayun akhirnya membiarkan Renny membaca semua komentar itu.

Astagfirullah, Yun. Kok kayak gini? Ini siapa yang asal bilang kalau kamu plagiat?”

Ayun menggeleng. “Nggak tahu, Mbak.”

Renny menyerahkan ponsel Ayun kembali. “Biar Mbak jawabin komentarnya,”kata Renny.

Wanita itu segera mengambil ponselnya dan masuk ke aplikasi writeMe.

“Yun, kamu ganti PP apa ini? Kok cewek pake baju kayak gini?”

“Ha?”

Ayun kembali membuka aplikasinya, tetapi tidak bisa.

“Mbaaaak! Aku nggak bisa masuk akunku sendiri!” pekik Ayun panik.

“Yun, ini ada pengumuman nih di dinding akunmu. Halo semua, yang mau tahu siapa sebenarnya aku, aku bakal buka semuanya kok identitasku. Iya, aku emang plagiat, Situs yang aku curi dalilnya itu namanya Kalam Maya. Pasti anak Kalam Maya yang pada julid ya ngebongkar-ngebongkar ini? Aku sih nggak peduli. Makan juga nggak minta mereka.”

Ayun terduduk lemas. Ternyata ancaman tadi benar. Akunnya di sabotase.

Astagfirullah ...,” desah Ayun sembari menahan air mata.

 
ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ

ASSALAMUALAIKUM

AKHIRNYAAAAA DATANG LAGI...

ada yang mau disampaikan ke

Ayun?

Iyus?

Aku?

Eh, siapa aku?

🤣

Makasih semuaaa
Sering-sering mampir yaaa

😍😍😍
🙏🙏🙏
 

 

 

 

 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro