Part 40. Curhat? Rehat
Decitan suara sepatu terdengar sesekali, beriring dengan teriakan dan benturan bola ke lantai lapangan.
"Haikaaaaaaaaaaal!!!! Jojooooooo!!!!! Rayhaaaaaaan!!!!"
Teriakan para suporter memekakkan telinga. Laga sore itu menjadi penentu masuk tidaknya tim futsal Haikal ke babak final.
"Ikaaaaal, semangaaaaat!" teriak Eka sampai tenggorokannya kering.
Di samping Eka ada Ning Nay, yang sama-sama menonton dengannya. Harusnya Ayun berada di sana tetapi ia tak jadi datang karena tak enak badan. Akhir-akhir ini Ayun mengeluh sering kelelahan, terlebih sepulangnya dari Jogja, menengok sang ibu mertua yang melahirkan.
Ya, suaminya, kini resmi menjadi kakak dari sepasang bayi kembar Yasmin dan Yafiq. Ayun ikut mengurus adiknya selama dua minggu, tetapi sang ayah mertua yang tak tega justru menyuruhnya pulang. Bagaimana tidak, membayangkan Ayun yang bertubuh mungil dan tengah hamil besar menggendong bayi-bayi itu setiap tengah malam, saat Rumi tertidur. Membuatkan susu formula, karena ASI Rumi tak cukup banyak untuk si kembar. Nugrah akhirnya meminta Zulham menjemput Ayun dan mengantarnya ke pondok agar bisa istirahat.
Haikal sebenarnya agak kecewa tetapi kesehatan Ayun dan sang bayi tetap yang paling utama.
"Goooool!" Teriakan nyaring terdengar dari sang komentator dari atas tribun khusus.
Haikal menjadi pencetak gol sore itu, tiga gol ia lesakkan ke gawang lawan.
"Waaaaah brondong guweeeeee keren gilaaaa!!!" teriak Eka.
Ning Nay terpingkal melihat tingkah rekannya. Pelatih tim Haikal, Koh Kenzo pun ikut geleng-geleng kepala melihat Eka yang begitu antusias menjadi suporter Haikal.
Di belakangnya, Maul dan sang istri Alifiya ikut menyemangati. Kini, Maul yang pernah sepuluh tahun menjadi kapten tim, harus gantung sepatu pasca kecelakaan yang menimpanya, akhir tahun lalu.
"Woh, ini to doppingnya Ikal? Pantes semangat banget dia ya akhir-akhir ini," ledek Maul.
Eka meringis. "Ah bisa ae, Gus. Jadi malu. Dia semangat soalnya dia punya utang banyak ke aku. Kan biasanya aku yang bayarin makan sama hidup dia, nah kalau dia menang di event ini, nanti semua hadiahnya buat bayar utang ke aku."
Semua yang ada di sana terbahak sebelum kembali fokus ke lapangan. Eka yang terlalu semangat, kini mulai terganggu tenggorokannya. Ia mencari penjual minuman yang biasanya mangkal di tribun paling bawah.
Ia berpamitan pada Ning Nay, yang tidak lain adalah putri ketiga ustaz Kafaby dan Ummah Hana. Setelah itu ia pergi membeli minuman dan ke toilet sebentar untuk mencuci tangan yang berkeringat karena terlalu keras memukul balon tepuk.
"Ka." Panggilan itu mengejutkan Eka. Samar-samar terdengar jika pertandingan telah usai.
"Anton?"
"Ka, aku kangen kamu," ucap Anton sembari menarik Eka ke arah lain dari pintu dimana Eka masuk tadi.
"Hei, mau kemana? Lepasin!"
Anthony, ia menarik Eka ke area yang sepi, dekat gudang GOR. Sedikit pemaksaan, ia mengajak mantan kekasihnya itu keluar dari arena pertandingan.
"Anton! Kamu mau ngapain?"
"Aku kangen kamu, Sayang. Aku kangen," ucap Anthony sembari menarik Eka ke arah gang dekat gudang.
"Aku kangen."
"Anton, jangan gila kamu! Kamu itu suami orang! Kamu itu sudah punya istri! Jangan gila kamu!"
Anthony menatap mantan kekasihnya dengan mata penuh harap. "Sayang, tolong maafin aku. Ya? Aku bisa ceraiin Christa sekarang juga."
"Astagfirullah, Anton, jangan gila kamu. Dia istrimu. Dia istrimu yang sah! Kisah kita sudah berakhir sejak delapan bulan lalu! Semuanya berakhir. Selesai."
Anthony menggeleng. "Nggak, nggak. Aku nggak pernah bisa berhenti cinta sama kamu, Ka. Cuma kamu yang aku cinta. Sekarang, aku bakal ceraiin Christa dan aku bakal ikut kamu. Aku bisa pindah ke agamamu, yang penting kita bisa nikah. Kita bisa sama-sama."
"Udah telat, Ton, udah telat. Kamu sendiri yang mengakhiri semuanya. Dan semuanya sudah berakhir."
Anthony tak terima dengan ucapan Eka, ia justru mendorong Eka masuk ke dalam gudang dan berusaha melakukan kontak fisik yang jelas ditolak oleh Eka.
Pria itu berusaha mencium Eka, pikirannya sudah tak terkontrol. Ia bahkan menarik jilbab Eka hingga terlepas dan berusaha menarik blouse milik sang wanita. Mendorongnya ke atas matras yang ada di gudang GOR.
Eka sekuat tenaga berusaha meminta tolong. Anthony sudah hilang kendali, ia membungkam mulut Eka dengan bibirnya dan menggerayangi tubuh sang wanita. Eka menangis dan berusah melepaskan diri. Hingga sebuah tendangan keras membuat tubuh Antony terpelanting.
Pemuda itu menutupi tubuh Eka dengan handuk. Ia juga memberikan baju ganti yang sejatinya akan ia pakai untuk Eka.
"Pakai ini, benahi jilbabmu." Haikal, lembut ia bicara pada Eka. Namun, ketika menoleh, ia berubah menjadi seekor singa yang kelaparan.
"BAJINGAN KAMU ANTON!" teriaknya. Pemuda itu menghajar Anthony habis-habisan. Ning Nay yang ikut mencari Eka segera membantu sang dara yang masih ketakutan. Ia meminjamkan jaketnya pada Eka dan mengajaknya keluar dari sana.
Eka masih sempat melihat Haikal menginjak-injak kepala Anthony penuh amarah. Ia menangis ketakutan. Beruntung Haikal menemukannya tepat waktu.
Hati Eka pun semakin terluka ketika mengingat betapa orang yang pernah ia cintai justru nekat melecehkannya. Anthony, si anak baik-baik yang selalu lurus, tak neko-neko sampai nekat ingin menodai Eka, hanya karena berharap bisa memiliki Eka dengan cara apapun.
Sedalam itu cinta sang pria pada Eka. Namun, apapun itu tak bisa dibenarkan. Anthony sudah punya istri, sudah punya pasangan. Itu artinya, tak dibenarkan jika ia masih punya cinta lain, perasaan lain pada orang selain istrinya.
"Aku kecewa sama kamu, Ton," lirih Eka sembari pasrah dibawa pergi oleh Ning Nay, dibantu Alifiya dan Maul.
***
Berita tentang Eka, sampai di telinga Ayun esok harinya. Kala itu Haikal menelponnya, menanyakan kabar dan ingin makan apa dia hari ini. Dan mengatakan jika dia akan datang membawa kejutan hari ini bersama Renny dan Zulham di acara meet and greet sekaligus launching buku terbaru, Ayun.
Perhatian Haikal luar biasa besar pada Ayun. Banyak pihak yang sering bergurau menjodohkan mereka.
"Yun, kalau lagi hamil itu kalau udah lahir, nggak perlu nunggu iddah, udah bisa kok langsung nikah lagi."
"Yun, kamu masih muda, anakmu butuh figur bapak. Jangan egois, cobalah timbang-timbang lagi. Mas Haikal cocok loh sama kamu."
"Mbak Ayun, nggak salah kok nikah lagi."
Semua komentar itu kadang membuat Ayun hanya meringis dan bergegas pergi. Mana mungkin, ia membuka hati pada laki-laki lain secepat ini. Lagi pula, meski tak ada harapan lagi tentang suaminya, tetap saja ia ingin kelak bisa bersama dengan Iyus di surga. Baginya, tak ada laki-laki yang lebih baik dari Iyus.
Pergerakan si kecil semakin terasa menyesakkan dan menyakitkan. Akhir-akhir ini ia terserang heartburn hingga tak bisa tidur nyenyak. Masih dua minggu lagi perkiraan lahirnya, tetapi sepertinya di Iyus kecil sudah tak sabar menyapa dunia.
"Sayangnya Ummi, sabar dulu ya, Nak. Sabar. Hari ini, ikut Ummi launching buku dulu, ya? Bukunya soal Ummi dan Abi loh."
Ayun mengusap perutnya yang sesekali terasa kencang. Ia mencoba mengelola nafasnya sebelum keluar dari kamar. Masih ada waktu dua jam sebelum acara dimulai.
Namun, pihak penerbit sudah datang, disambut oleh ustaz Kafaby dan beberapa orang wakil pesantren.
"Wah, Mbak, sudah turun banget ini. Udah waktunya ya?" tanya Hasna, editor sekaligus istri dari owner penerbitan Al Iqro.
"Iya, Bu. Insyaallah tinggal tunggu hari aja, dia mau keluarnya kapan." Ayun mencoba bercanda.
Ia pun bertegur sapa dengan jajaran penerbitan. Mereka yang selama ini hanya bersua lewat dunia maya, kini bisa bersilaturahmi langsung.
"Mbak, saya benar-benar terharu sama kisahnya. Karena, suami saya juga pernah terlibat dalam kecelakaan. Pas saya hamil. Dia koma Mbak, dua bulan. Saya sudah pasrah. Padahal, Yusuf, anak kami, itu anak mahal. Ditunggu sepuluh tahun baru datang itu. Setiap hari saya nangis, nemenin di luar ICU. Sampai dia akhirnya bangun. tapi saya merasa lebih beruntung ada yang menolong suami saya dulu. Kalau tidak, saya nggak akan bisa setegar Mbak Ayun."
Ayun tersenyum. Ia turut senang, jika tidak ada orang lain yang mengalami kepahitan yang sama seperti yang ia alami. 'Cukup aku saja yang mengalami. Jangan ada yang lain yang mengalami hal ini. Terlalu menyakitkan'. Begitu kata Ayun.
Haikal terlihat datang dengan wajah sumringah. Ia berjalan bersama Zulham, Renny, dan Eka. Suasana hati Eka masih belum pulih, tetapi demi Ayun, ia harus terlihat bahagia.
"Kamu bawa apaan?" tanya Eka pada Haikal.
"Kejutan buat Ayun," bisik Haikal. Ia menyembunyikan sebuah kotak di buket bunga yang ia beli untuk Ayun.
"Jangan bilang kamu mau ngelamar dia?" tebak Eka.
Haikal meringis. "Nggak ada orang yang paham soal aku melebihi bundaku, selain kamu, Ka."
"Mbak Eka. Mbak Eka. Aku lebih tua dua tahun dari kamu, Brondong!" ketus Eka.
"Iya, Mama Eka. Puas?" balas Haikal. Eka terkikik geli.
Haikal menatapnya, membuat tawa Eka perlahan memudar. "Ngapain ngeliatin?"
Pemuda itu menggeleng. "Jangan biarkan tawamu memudar cuma gara-gara bajingan nggak bermoral itu. Kamu cantik banget, apalagi kalau pas senyum dan ketawa."
Eka mengembus napas. "Udah sana buruan kasih kejutannya ke Ayun."
Haikal mengangguk, ia membenahi letak bajunya. Saat akan melangkah masuk ke venue, rombongan Haikal dihentikan oleh petugas karena mobil box pengirim buku yang baru datang akan parkir.
Si pengendara melompat turun dari mobil box putih berisi ratusan buku. Ia kemudian berlari ke arah venue tanpa peduli hampir menabrak orang lain yang hadir di sana menata kursi.
"Ayuuun!" teriaknya.
Ayun yang tengah berbincang santai dengan owner penerbitan menoleh.
"Astagfirullah, Kahfi, kamu ngapain teriak-teriak. Nggak sopan panggil Mbak Ayun begitu!"
Ayun menatap ke arah orang yang memanggilnya. Ia bahkan sampai lupa. Dia berlari ke arah pria itu, tak peduli jika perutnya kini sudah sangat besar.
"Mas Yusuf!" teriak Ayun.
Ustaz Kafaby dan beberapa anak pondok menyadari kehadiran Iyus.
"Yus! Iyus!" pekiknya penuh haru.
Ubay, Khalid, Ali, dan banyak santri lain seketika sujud syukur, mengungkap kegembiraan menyambut kembalinya Iyus.
"Mas! Mas pulang? Mas!" isak Ayun.
Iyus memeluk istrinya. Ya, dialah si editor pengganti. Dialah yang selama dua bulan ini berhubungan dengan Ayun lewat dunia maya. Dia orangnya. Iyus, selamat tetapi benturan keras di kepala membuatnya hilang ingatan pasca koma. Ia dan sang owner penerbitan, menjadi korban dalam kecelakaan itu. Keduanya sama-sama koma dan tak ada identitasnya.
Iyus disangka anak buah Hasna yang ikut serta dalam mobil box pengangkut buku yang ikut menjadi sasaran trailer. Keduanya dirawat di rumah sakit yang sama dan karena tanpa identitas, selama itu ia diangkat anak oleh Ridwan, salah satu korban yang putrinya ikut menjadi korban meninggal dunia di kecelakaan itu.
Iyus berada di Cilacap selama tujuh bulan pasca ia sadar. Ia lupa tentang dirinya, hanya ingat tatapan mata sang istri setiap kali menatapnya. Dan kalam maya menuntunnya pulang.
Setiap kalimat yang ditulis Ayun dinovelnya, membuat Iyus perlahan teringat akan siapa dirinya. Puncaknya adalah ketika ia penasaran dengan Yusuf Ta briz Albirru dan menelusuri jejak digitalnya, ia temukan sosok dengan rupa yang sama persis dengan dirinya. Itulah titik awal dimana Iyus mulai teringat siapa dirinya.
Hingga tadi pagi, ketika ia bersujud melaksanakan salat subug, rasa sakit muncul di kepalanya begitu menyakitkan hingga ia pingsan. Ia kembali membuka mata dan mengingat semuanya. Semua hal tentang dirinya juga istri dan keluarganya.
Iyus berlari mengejar bos dan timnya yang sudah pergi ke Solo, meninggalkannya karena memang ia mengeluh sakit kepala setelah terlalu memforsir tubuhnya dalam proses menelusuri sosok Yusuf Albirru.
Hingga sebuah harapan kembali muncul saat sopir mobil box pengantar buku mengajaknya turut serta menyusulkan buku- buku yang belum terangkut semua. Ia langsung mengambil alih kemudi dan pulang ke pondoknya, pesantren Nurul Ilmi, dimana ia dibesarkan. Pesantren Nurul Ilmi, dimana dia menitipkan istrinya.
"Sayang, maaf ya, maaf, aku pergi lama," ucap Iyus sembari menciumi pipi sang istri.
Ayun mengangguk. "Yang penting kamu pulang. Kamu pulang. Ini ulang tahunmu, sekarang."
Iyus tersenyum haru. Ia mengecup istrinya lagi dan lagi. Teriakan histeris terdengar dari Rumi dan Nugrah yang baru datang dan mendapati sang putra kembali.
"Anakku! Le! Anakku!" ucap Rumi berkali-kali.
Semua menangis haru melihat kebahagiaan itu. Iyus yang menjadi piala bergilir dipeluk sana sini tiba-tiba dikejutkan dengan remasan tangan sang istri.
"Mas ... Sakit," rintih Ayun bersamaan dengan pekikan Rumi melihat gamis sang menantu basah.
"Ya Allah, cucuku! Cucuku!" teriak Rumi.
Iyus membopong istrinya dan membawanya ke rumah sakit terdekat. Tak peduli acara launching buku, tak peduli acara lain, ia hanya ingin menemani sang istri melahirkan anak mereka dengan selamat.
Iyus menemani proses kelahiran putranya. Betapa susah payah sang istri berjuang mengeluarkan buah cinta mereka.
"Laki-laki, Pak. Lengkap, sempurna," ucap sang bidan saat tangisan keras itu terdengar.
Iyus mengucap syukur, ia mencium kening istrinya. "Makasih sayang, makasih, kamu udah jagain Kahfi selama aku pergi."
Ayun dalam sisa-sisa tenaganya tersenyum. "Jadi dinamain Kahfi Tabriz Albiruu?"
"Ya, karena pas, Abinya juga sembunyi di gua selama berbulan-bulan sebelum pulang di hari kelahirannya."
Ayun terkekeh. "Barakallah fii umrik, Abiny Kahfi ... Mabruk Alfa Mabruk," ucapnya.
"Amiiin... Jazakillahu khairan katsiran, Umminya Kahfi," balas Iyus.
Sang bidan menyela kemesraan orang tua Kahfi, menyerahkan bayi yang sudah dipakaikan baju itu pada Iyus untuk diazani sementara Ayun ditangani lebih lanjut pasca persalinan.
Saat Iyus keluar bersama Kahfi, banyak yang sudah menunggu. Mereka semua terpesona melihat ketampanan putra Iyus dan Ayun. Begitu bersih, bibirnya merah, pipinya gembil, beratnya 4,01 kg dengan panjang 51 cm.
"Pantes ya Mbak Ayun keliatannya keberatan banget. Ini anak raksasa masuk ke perut ibunya yang mini," celetuk Ali.
Iyus terbahak. "Widih, ulang tahunnya samaan dong bapak sama anaknya? Wah ngirit nih," komentar Khalid.
Dari sekian banyak orang yang bahagia di sana, ada satu yang mengulum senyum. Haikal. Ia urung memberikan bunga berikut kado cincin untuk Ayun.
Sempat ia berpikir ia akan memberanikan diri melamar Ayun dan menikahi Ayun setelah melahirkan, menggantikan posisi Iyus. Namun, nyatanya, Iyus kembali. Dan lagi-lagi, ia tertampar kenyataan. Ayun hanya dititipkan padanya. Ya, titip, bukan diberikan. Hanya titip dan ketika pemiliknya kembali, maka ia harus merelakan titipan itu diambil kembali oleh pemiliknya.
"Kal, kamu nggak patah hati, kan?" tanya Eka.
Haikal menoleh. "Aku? Patah hati? Jelas enggak lah. Aku pasukan anti patah hati. Playboy kok patah hati. Kalau mematahkan hati iya," kilah si pemuda.
Eka terkikik. "Syukur deh. Aku pikir kamu suka sama Ayun. Ya udah yuk, beli kado buat ponakan kita. Aku yang baㅡ"
"Aku yang bayar," potong Haikal sembari mengode Eka untuk segera pergi meninggalkan area koridor ruang bersalin.
"Beneran? Emang kemarin habis disewa tante-tante? Kok punya duit?"
"Ka, mulut lu heh. Dikira aku cowok nggak bener," protes Haikal.
Eka malah terpingkal. "Maap, maap, kan kaget, seorang Haikal Dewangga tiba-tiba punya duit. Biasanya juga kere."
Haikal membenahi kerah bajunya. "Aku bakal tunjukin ke kamu jati diriku yang sebenarnya," ucapnya sok, membuat Eka geli. Dua orang penyandang patah hati itu terus bercanda, hingga mereka lupa akan sakit pada hati mereka karena cinta.
ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ
Assalamualaikum
Besok tamat ya Gaeees yaaa
Mau bilang apa???
🤣🤣
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro