Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 23.


 

            Malam datang, mengantar sejoli yang menikmati kebersamaan mereka, pulang. Motor hitam itu terparkir di carport rumah milik Nugrah. Wajah khawatir Renny seketika terusir. Ia lega sang adik akhirnya pulang.

            “Kalian kemana aja? Mbak susul ke rumah ibumu, kalian nggak ada. Malah kakekmu Yus yang ada di sana.”

            Ayun meringis. “Maaf Mbak, batrei kami habis, buat foto-foto tadi.”

            “Maaf, Tante, kemaleman pulangnya. Soalnya tadi pas habis maghrib kan hujan bentar jadi nunggu reda dulu. Baru jam setengah delapan, kan?” Iyus menggaruk tengkuk.

            “Wis ... wis ... masuk dulu. Ayo, dingin di luar,” ajak Zulham. Pria itu menggiring calon istrinya masuk ke dalam rumah bersama dua muda mudi di sana.

            Ayun segera berpamitan memasukkan belanjaannya ke kamar. Sementara Iyus kini duduk di ruang tengah kediaman sang ayah. “Jalan-jalan ya? Kemana?” tanya Nugrah menggoda putranya. Ia mengacak rambut sang putra gemas. Entah kenapa, semangat hidup Nugrah kembali muncul sekarang. Pria yang mulai beruban itu melepas kacamatanya dan duduk di samping sang putra, seolah tak mau terpisah lagi.

          “Ibu masak apa tadi?” tanya Nugrah.

            “Bikin gethuk sama masak soto. Ibu rewang di tempat tetangga, Pak. Jadi nggak masak banyak.”

            “Dari pada nanya anaknya, mending kamu datengi ke rumahnya. Sampai kapan kamu cuman ngeliatin istrimu dari jauh? Dia istrimu. Arumi istrimu. Istri sahmu, menantuku. Sampai kapan kita kucing-kucingan?” Teguran dari Eyang Sam membuat semua orang di ruangan itu terdiam.

            Nugrah menelan ludah. Ia tak bisa berkata apapun. Iyus paham, ayahnya tengah tersudut sekarang. “Aku takut Dek Rumi jadi histeris lagi atau gimana-gimana lagi, Romo. Aku ... nggak bisa liat dia kayak gitu lagi.”

            Iyus tanpa sadar merangkul pundak ayahnya. “Tenang Pak, kalau memang bapak sungguh-sungguh, bapak mau memperbaiki semuanya sama ibu. Allah pasti akan memudahkan jalannya.”

            Nugrah mengusap wajahnya dan menyugar rambut. “Kalau bisa dari dulu udah aku End Task semua ini kayak di task manager. Tapi nyatanya semua cuman ditaruh di recycle bin dan aku restore lagi, semua rasa ke ibumu. Bapak bisa burning semua file di CD tapi nggak bisa ngeburn kenangan bapak sama ibumu.”

            Ayun seketika memekik. “Allahu akbar. Kok persis,” pekiknya tertahan.

            Semua orang di sana menoleh pada Ayun. Iyus tertawa. “Kamu kenapa Yun?” tanya Renny.

            “Anu itu, gombalannya eh, bukan, modelannya sama Om Nugrah sama Mas Iyus. Gombalan anak komputer, eh programmer, apa itu entah. Pantes ibu bisa tahu soal sintax PHP. Jadi Om Nugrah yang gombalin?”

            Nugrah menatap Ayun dan putranya bergantian. “Ibu? Dek Rumi?” tanyanya.

            “Iya, Pak. Tadi ibu nyeplos gitu pas aku bercanda sama Dek Say.” Perkataan Iyus membuat Nugrah tersenyum-senyum sendiri. “Kamu masih inget aku, Dek?” batinnya.

            “Udah Mas kalau gitu, balikan baik-baik. Kan enak nanti bisa kumpul-kumpul di sini. Romo jadi nggak kesepian lagi, nggih mboten Romo?” tanya Renny pada calon mertuanya.Pria tua itu mengangguk. “Iya, Romo itu hidupnya nggak lama lagi, mosok masih saja harus kesepian, sampai besok mati.”

            Iyus segera beranjak dan mendekati sang kakek. “Eyang, jangan gitu. Eyang harus sehat terus, panjang umur, biar Eyang bisa ikut momong buyutnya. Eyang mau kan punya buyut? Yang ganteng kayak aku gini?” ucap si pemuda. Semua tergelak, hanya Ayun yang tersenyum tipis. Keluarga di depannya ini adalah keluarga yang begitu hangat. Meski mereka tetap punya problematika. Namun, ketulusan kasih sayang begitu terasa.

            “Mas, kamu kok nggak pernah gombalin aku pake istilah medis? Mas Nugrah aja nggombalin istrinya.”  Celetukan Renny membuat Zulham menaikkan satu alisnya.

            “Mau digombalin?”

            Renny mengangguk dengan mata berbinar, menatap sang calon suami. Zulham memutar otak. Gombal? Dia bukan ahlinya meski tak salah juga untuk mencobanya.

            “Kamu itu kayak osteoporosis, bisa bikin aku rapuh.”

            “Astagfirullah, jangan disamain sama penyakit juga dong, ih amit-amit. Ya baper sih tapi jangan gitu,” protes Renny, membuat yang lain tertawa.

            “Lah gimana? Ya udah kalau gitu, aku tanpamu, kayak ambulan tanpa wiu wiu, nggak lengkap rasanya hidupku. Gitu?”

            Semua orang di sana terbahak, tetapi Renny masih tak puas. “Ih, yang serius, masak iya wiu wiu,” protesnya.

            Zulham mengembus napas, ia kemudian menyugar rambut, menatap kekasihnya dengan tatapan tajam. “Kalau peritonium tercipta untuk melindungi abdomen, pericardium tercipta melindungi jantung, perikondrium tercipta untuk melindungi tulang rawan, maka aku tercipta, buat ngelindungi kamu, Zafrainny Husna.”

            Kali ini, si janda cantik terbungkam. Ia tak bisa menutupi jika dirinya kini tengah salah tingkah. “Mas, meski aku tahu kamu dokter, tapi menurutku kamu lebih cocok jadi patissier.”

            “Ha? Patissier? Aku nggak bisa masak atau bikin kue.”

            “Iya, tapi kamu jago menyajikan hal-hal manis bak dessert di hidupku.” Zulham kini yang kena mental. Ia tak menyangka Renny akan membalasnya. Empat orang lain di sana seketika bersorak. Bahkan Romo Sam ikut beseru. Sudah lama ia tak mendapatkan keceriaan dan kehangatan keluarga seperti ini. Terlebih sepeninggal sang istri.

Ayun pamit untuk mandi, sementara empat  prang lain masih mengobrol.

"Le, kamu kenapa nggak kerja di tempat bapakmu? Dari pada kerja sama orang. Nerusin Eyang."

Iyus mengerjapkan mata. "Memangnya, bapak kerja di mana?"

"VIX."

"Bapak kerja di VIX?" Iyus membelalakkan matanya. Salah satu vendor Komputer lokal yang cukup merajai pasar nasional.

"Punya bapakmu." Ucapan Zulham membuat Iyus membelalakkan mata.

Nugrah mengembus napas. "Tapi kalau kamu mau kerja sama bapak, kamu harus mulai dari bawah. Bapak nggak akan manjain kamu, kalau soal kerjaan. Karena bapak dulu juga gitu, sama Eyangmu nggak langsung mak bedunduk jadi CEO. Bapak ngepel dulu, jadi staff bawahan dulu, naiknya pun berproses."

Iyus mengangguk. "Yusuf siap, Pak. Kasih Yusuf satu kesempatan. Tapi, ada yang lebih penting dari itu Pak. Yusuf pengen minta bantuan bapak."

Nugrah mengernyit. "Soal apa?"

"Soal ... perjodohan yang dilakukan Simbah secara sepihak. Iyus nggak bisa nerima."

"Perjodohan?"

****



Gadis yang tengah mengamati gulali yang  ia dapat dari pemuda tampan calon keponakan kakaknya itu tersenyum. Jemarinya mengetik rentetan kata di atas layar ponsel. Sebelum ia menekan pilihan 'publikasi'.

'Nyatanya jatuh cinta memang benar-benar indah. Namun, apa gunanya jika hanya dalam hubungan semu. Bukankah seharusnya cinta hadir setelah ada ikrar Ankahtuka wa Zawwajtuka kemudian disambut dengan ucapan qobiltu nikahaha? Lalu, bagaimana jika rasa cinta malah datang sebelumnya? Memadamkannya? Meninggalkannya? Tak akan mudah. Aku lebih memilih untuk menyimpannya. Membiarkannya perlahan memudar jika memang tak diijinkan kembali berpendar dalam sucinya ikatana pernikahan. Dan, membiarkannya menguat, jika memang nama kami sudah terikat dari sebelum lahir hingga kelak di akhirat.'

Part terbaru dari novel on-going yang tengah ia kerjakan, akhirnya dipublish. Baru dua menit ia unggah, sudah banyak notifikasi like masuk. Ada satu hal yang cukup mengganggunya. Sebuah notifikasi dari akun @Hai_Callme00.

Hai_Callme00
[Ay Ay ... Ay Ay. Balas chatku! Buruan!]

Spam komentar itu sampai berkali-kali. Ayun sampai kesal. Siapa lagi pemiliknya kalau bukan Haikal. Baru saja Ayun mau mengetik balasan, sebuah komentar dari akun lain terlihat.

T413121Z
[Mohon maaf, ini bukan tempat show off. Sok kenal sama authornya? Dunia maya juga punya etika. Mohon dikondisikan, jangan spam komen. Bukannya ada fitur Direct Message? Bukan di kolom komentar]

Hai_Callme00
[Lah emang gw kenal sama dia. Lu kali yang pansos. Mau kenal authornya juga?]

T413121Z
[Saya hanya mengingatkan saja. Authornya nggak nyaman kalau kayak gini]

Hai_Callme00
[Nah kan SKSD yang sok kenal situ. Kalo gw emang udah kenal ama Ay Ay]

T413121Z
[SKSD? ngapain SKSD. Dia sekarang di sini, dengan saya]

Ayun segera menengahi. "Mohon maaf, yuk fokus ke ceritanya. Duh, rame juga ya malem libur gini. Yang lain mana ya suaranya?"

Desah ringan terdengar dari bibir sang dara. Ponselnya berdering, bersaman dengan ketukan pintu.

"Dek?"

Ayun mengabaikan telepon di sana, ia lebih memilih membuka pintu.

"Dalem, Mas?" ucapnya sembari membuka pintu.

"Aku pulang dulu, ya? Ibu udah nyariin. Simbahku masih di rumah ternyata. Nungguin aku. Tapi aku udah lapor sama bapak. Aku minta tolong sama bapak. Biar bantuin aku, nolak perjodohanku sama Ning Farha."

Ayun yang sedari tadi menunduk memberanikan diri mendongak. "Mas, istigfar. Jangan terlalu menggebu. Aku takut, kita kebablasan."

"Aku mau berjuang buat kita, boleh?"

"Mas, udah ah. Istigfar. Kamu kehilangan jati diri deh kayaknya. Mana Mas Yusuf dulu, yang jaga adab, yang jaga bicara, yang jaga pandangan? Boyong, bukan berarti ilmunya ikut kosong, kan? Tolong, jangan rusak dirimu cuma karena keinginanmu menggebu atas aku. Ini bukan cinta, tapi nafsu belaka. Bukankah itu pernah Mas tulis di Kalam Maya? Aku takut, Mas. Takut. Takut jadi tersangka ngerusak imanmu."

Percakapan dua orang itu didengar oleh Nugrah. Ayun tak tahu jika Nugrah berdiri di sebalik pintu.

"Mas ... aku nggak munafik kalau aku memang tertarik sama kamu. Siapa yang nggak mau punya imam yang yang cuma tampan tapi mapan dalam ilmunya, baik ilmu dunia maupun agama. Tapi ... Aku nggak boleh lengah. Kalau Mas memang serius sama aku, tolong jaga aku, Mas. Jaga kehormatanku, dengan tidak terlalu terburu nafsu untuk bertemu. Well, meski bukan berarti aku nggak mau ketemu lagi. Tapi ... Ya, batasannya Mas tau kan?"

Iyus tersenyum. "Maaf ya. Aku yang salah."

Ayun menggeleng. "Nggak Mas, aku yang teledor. Aku yang lengah tadi. Bukan salahmu."

Nugrah tersenyum. "Well, nggak cuma fisik kita yang mirip, Nak. Selera perempuan kita juga sama. Gadis pilihanmu itu mirip karakternya sama ibumu. Wanita pertama dan terakhir yang bapak cinta."

Muda-mudi itu masih saling berhadapan. Iyus pun berpamitan. Setelah melepas Iyus pergi, Ayun kembali masuk ke dalam rumah. Renny yang tadi mandi, kini sudah kembali masuk ke kamar yang ia gunakan bersama Ayun nanti.

"Yun, maafin anak Om ya. Dia terlalu lugu,vterburu-buru. Tapi, itu justru karena dia sudah yakin dengan perasaannya."

Ayun tersenyum. "Iya, Om. Saya cuma takut. Lagi pula, saya cuma anak yatim piatu. Tinggal sama simbah saya yang hidup serba sederhana. Saya mainnya di sawah, jualan sayur di pasar, di warung. Saya pun pernah mulung, buat kuliah, Om. Saya beda level sama Mas Yusuf. Saya sadar diri. Nggak pantas bersanding sama Mas Yusuf yang berdarah biru. Dari keluarga terhormat."

Ada rasa tak nyaman di hati Ayun ketika memaparkan tentang kondisinya.

"Selamanya, seorang emban nggak akan bisa bersatu dengan bendoro-nya." Gadis itu mengusap titik di sudut matanya sebelum berpamitan masuk ke dalam kamar untuk istirahat.

Nugrah termangu, ia seperti kembali ke jaman dulu. Kala dirinya menyatakan rasa pada Arumi yang masih SMP waktu itu.

"Den Nugi, Rumi itu cuma anak pembantu. Jangan aneh-aneh. Mana ada emban nikah sama ndoro-nya."

Nugrah dulu tak menyangka, jika rasa cinta monyetnya masih tersimpan, hingga ketika kejadian mengerikan itu terjadi, ia pun menyentuh Rumi penuh cinta, meski bagi Rumi itu adalah hal tersakit yang pernah terjadi padanya.

"Aku harus bisa bantuin Yusuf. Aku harus berani nemuin Abah sama Dek Rumi. Demi Yusuf."

ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ

Assalamualaikum

Hai semuaaaa

❤❤❤❤❤



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro