Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 2. Birrul Walidain

Sukoharjo, 2022

Dinginnya udara pagi itu disambut bahagia oleh sosok yang kini tengah sibuk melayani pembeli di balik gerobak bubur ayamnya. Senyum ramah dan keluwesannya berbicara menanggapi cerita para pelanggan yang menyemutinya seolah menandakan jika gadis dua puluh dua tahun itu tak punya rasa lelah.

“Nggak pake kecap dua, nggak pakai kacang satu. Nggak pake ati satu, nggak pake lada satu. Komplit ekstra sambel satu. Totalnya enam, jadi empat puluh delapan ribu.”

Keep the changes,” ucap si pelanggan.

Alhamdulillahjazakallahu khairan,” seru Ayun girang.

Wa jazakillahu khairan.”

Tak ada senyum, tak ada ekspresi berarti, datar, namun kalimatnya terlontar lembut.

“Mbak Yun, cepet dong. Keburu kesiangan nih,” tukas Elin, anak pemilik ruko tempat Ayun dan Renny berjualan bubur ayam.

“Iya sebentar dedek manis. Ambil kerupuknya sendiri, tiga kan?”

Gadis berseragam SMA itu mengangguk.

“Mbak, temen-temenku lagi pada ngomongin ceritamu loh.”

“Oh ya? Pada suka nggak?”

Elin mengangguk sambil sibuk memindah tempatkan kerupuk udang dari toples ke plastik transparan di tangannya.

“Serius? Aku nggak yakin deh sebenernya bawain genre itu. Sekarang kan yang boming dan pasti laku itu fanfiction. Cuma, aku bingung ambil celah. Nih, udah.”

“Nanti bapak yang bayar ya. Makasih Mbak Yun,” kata Elin sebelum menghilang di balik kerumunan.

Hari itu, Ayun harus melayani pelanggan sendiri karena hari ini jadwal Renny menemani mertuanya kontrol di rumah sakit.

“Mbak Renny nggak ada ya kok sendiri?”

“Nggak ada  Ummah, biasa ngapelin rumah sakit. Jatahnya kontrol hari ini.”

Masyaallah, Mbak Renny benar-benar menantu salehah ya. Walau suaminya sudah meninggal, dia tetap mau mengurus mertuanya yang sakit.”

Ayun tersenyum. “Nggih Ummah Hana, kata Mbak Renny, mertuanya itu juga orang tuanya. Lagian, anaknya Bu Latmi kan cuman mas Hendro. Setelah Mas Hendro meninggal, Bu Latmi nggak punya siapa-siapa selain Mbak Renny. Makanya, meski sudah delapan tahun Mas Hendro meninggal, Mbak Renny tetap tidak mau menikah lagi. Takut kalau nggak bisa merawat Bu Latmi lagi.”

“Bener itu konsepnya, bagus. Mertua itu orang tua kita juga. Tidak boleh dibeda-bedakan. Ketika seseorang sudah menikah, maka orang tua pasangannya adalah orang tuanya juga,” sahut pria yang duduk di samping Ustadzah Hana.

Ayun menyimak penjelasan dari pelanggan terakhirnya hari itu dengan seksama.

“Tapi kenapa ya Ustadz, banyak yang suka musuhan sama mertuanya? Saya penasaran,” jujur Ayun sembari menarik kursi di meja dekat gerobak buburnya.

Pria tadi meneguk teh hangatnya sebelum menjawab, sementara sang istri masih menikmati buburnya yang baru setengah dimakan.

“Ayun pernah nggak berselisih paham dengan orang tua Ayun?” tanya pria itu.

“Nggak pernah, Ustadz. Saya yatim piatu sejak umur enam tahun. Saya nggak benar-benar kenal sama ibu dan bapak saya.”

Ekspresi wajah pria tadi sedikit berubah, antara terkejut, tidak enak hati, dan iba.

“Maaf ya, saya tidak tahu kalau Ayun yatim piatu,” sesalnya.

Ayun tersenyum. “Tidak apa Ustadz, tapi saya punya  eyang sama oma. Jadi, tadi gimana, kenapa kok antara mertua dan menantu sering selisih paham?”

Pria tadi akhirnya meneruskan pembahasannya.

“Jadi, contoh mudahnya adalah seperti ini. Ketika seorang anak yang sejak kecil dididik, dirawat, diasuh dengan orangtua kandung saja kadang bisa berselisih paham, berbeda pendapat. Maka, menantu yang baru berkenalan seumur jagung dengan mertuanya, pasti juga memilih kecenderungan perbedaan pemikiran. Dari situlah biasanya gesekan dimulai.”

Pria tadi menjeda ucapannya dengan mengambil tisu dan mengelap jemari istrinya yang baru selesai cuci tangan setelah makan. Ayun mengamati interaksi keduanya. Ustadz Kafaby begitu lembut mengelap jemari sang istri yang basah. Kemudian mengambil gelas berisi teh yang tinggal setengah itu dan meminumkannya sembari menatap lekat mata sang istri.

Gadis tadi menikmati suguhan romantisme yang hampir setiap pagi dilihatnya antara Ustadz Kafaby dan Ustadzah Hana. Rangkaian manis itu berakhir dengan usapan tisu di bibir Ustadzah Hana.

“Bidadariku sudah kenyang?” tanyanya lembut dan dibalas anggukan sembari senyum manis.

Alhamdulillah, sudah.”

Ayun merekam semuanya adegan itu dalam pikirannya. Secara langsung sistem otaknya mengolah inspirasi itu menjadi gambaran cerita panjang untuk meneruskan tulisannya.

“Abah, lanjutin dulu, Ayunnya nungguin itu,” kata Ustadzah Hana,

“Oh, iya. Sampai lupa. Jadi, intinya perbedaan cara pikir itu menjadi poin utama yang biasanya melatar belakangi retaknya hubungan antar manusia. Sebenernya nggak harus sama mertua, tetapi bisa juga dengan orang lain. Lalu apa sebaiknya yang kita lakukan jika hal itu terjadi?”

Ayun terlihat berpikir. “Mengalah?” jawab gadis itu ragu.

Ustadzah Hana tersenyum sedang Ustadz Kafaby terkekeh.

“Benar jawabannya. Tapi, mengalah tak selalu bisa mudah dilakukan,” kata Ustadz Kafaby sambil melirik istrinya.

“Ayun, secara teori memang benar mengalah adalah jawabannya. Tetapi, saat kamu harus mengalah setiap hari. Logika dan perasaanmu akan berbenturan dan itu membuat gejolak yang tidak sehat dalam jiwa,” kata Ustadzah Hana.

Pria yang duduk di sampingnya membiarkan sang istri mengambil alih. Pandangan penuh puja menatap wanita berjilbab syar’i itu.

“Teru harus gimana dong Ummah?”

“Kalau aku, yang pertama, coba cintai mertua dulu. Kagumi dia dari sosok suamimu. Misal kalau aku ya, aku selalu kagum dengan Abah Kafaby, yang begitu luar biasa baik, santun, soleh, dan mendekati sempurna seperti ini, semua itu adalah karena didikan orang tuanya. Didikan mertuaku. Setelah itu, pasti akan muncul rasa terima kasih dengan mertua kita. Karena mendidik putranya sehebat ini.”

Ustadzah Hana membelai pipi suaminya dan disambut kecupan manis oleh sang suami di punggung tangan si wanita.

“Lalu, ketika sedang berselisih paham, coba kita ikuti pemikirannya. Misalkan, mertuaku ingin A sedang aku mau D. Pikirkan baik-baik dulu, kalau D alasannya apa manfaatnya apa. Kalau A alasannya apa dan manfaatnya bagaimana. Jika memang belum ketemu jalan tengah, rundingkan bersama. Jangan hanya aku lewat Abah nyampein ke Umi dan Umi lewat Abah nyampein ke aku. Itu kurang pas, biasakan untuk duduk bersama dan berunding bersama.”

Ayun mengangguk-angguk.

“Jika ada masalah lagi, tentang selentingan sesuatu dari luar, dapat gosip, dapat kabar burung tentang mertua tentang menanti, tentang siapapun itu, islam punya cara kan untuk mengatasinya agar tidak terjadi fitnah dan salah paham. Apa coba?”

Tabayun,” jawab Ayun.

Ustadzah Hana mengacungkan jempol.

“Itu dia. Bicarakan semuanya baik-baik agar tidak terjadi kesalah pahaman. Dan begitulah caranya agar hubungan antar manusia tetap terjalin dengan indah.”

“Tapi ingat, semua itu harus diiringi dengan iman. Kita harus sertakan Allah dalam setiap langkah kita. Jika tidak, maka teori yang semudah itu tadi akan terasa sulit diaplikasikan ke dalam kehidupan kita. Beda jika kita sudah terbiasa menyertakan Allah di hati kita, maka semua akan terasa ringan. Karena sesungguhnya Allah adalah Maha Kuasa atas segala yang terjadi pada makhluk-Nya.”

“Wah, saya dapat ilmu lagi hari ini,” kata Ayun girang.

“Kamu bisa ikut kajian minggu. Dulu kamu rajin, kenapa sekarang jarang keliatan?” tanya Ustadzah Hana.

Ayun meringis.

“Dulu Ayun masih sekolah, belum punya kewajiban apa-apa. Sekarang Ayun harus kerja Ummah, jadi kadang hari Minggu sibuk ke car free day jualan sama Mbak Renny dan Mbak Eka.”

Ustadzah Hana tersenyum. “Sabtu malam juga ada, dari pada pacaran. Mending ikut kajian.”

Ayun berjengit. “Eits, saya single fi sabilillah. Ummah. Nggak kenal pacaran.”

“Oh ya? Tapi tulisanmu cinta-cinta loh. Santriwati pada ngomongin itu, yang di akun online itu,” goda Ustadzah Hana.

“Ssst, Ummah, jangan keras-keras. Mereka nggak ada yang tahu kalau itu saya. Rahasia kita itu,” bisik Ayun.

Ustadz Kafaby menyipitkan mata.

“Ada apa ini? Main rahasia-rahasiaan?”

“Urusan akhwat,” kata Ustadzah Hana sembari membayar bubur ayamnya.

“Eh iya, Ustadz ini titip untuk Kalam Maya.”

Ayun menyerahkan amplop berisi uang pada Ustadz Kafaby.

Alhamdulillah, nanti saya sampaikan ya. Kenapa Ayun seneng sama Kalam Maya?”

“Karena dari sana saya bisa belajar banyak dengan bahasa yang mudah dipahami. Agamis tapi anak muda banget. Keren Ustadz.”

Ustadzah Hana tertawa sembari mengelus bahu Ayun.

“Terima kasih sudah jadi penikmat setia Kalam Maya. Situs itu awalnya kan tugas anak multimedia, tapi ternyata bisa dimanfaatkan sama mereka buat bikin ulasan tentang kajian anak muda.”

“Keren pokoknya Ummah, saya selalu setia ngikutin updatean kajiannya tiap minggu.”

“Hari ini jatahnya mereka publish artikel baru. Tunggu saja, kemarin sudah aku cek naskahnya. Tinggal publish.”

“Ummah, spoiler dong, temanya apa?”

Birul walidain,” bisik Ustadzah Hana.

Percakapan itu selesai saat dua sejoli sejiwa sesurga itu pergi. Ayun segera membereskan bekas makan pelanggannya. Kemudian menutup kedai sementara, sebelum kembali buka nanti di jam makan siang dengan menu masakan jawa. Sembari memotong sayuran untuk sajian makan siang warung makannya nanti, Ayun berselancar di ponselnya.

Matanya berbinar saat mendapati postingan dari situs kesayangannya  memunculkan artikel baru. Benar kata Ustadzah Hana jika hari ini temanya adalah birul walidain.

[Birull Walidain,  apa sih yang dimaksud dengan kalimat itu? Tab, denger nih ada yang udah bisik-bisik di sana. Coba kerasin dikit jawabannya? Wah! Bener tuh, berbuat baik pada orang tua, mengabdi pada orang tua.]

[Dalam Al Qur’an Surah An Nisa ayat 36  yang artinya : “Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri.”]

[Beberapa hadits Sahih juga banyak menjelaskan tentang birrul walidain. Rasullah SAW bersabda : “Ridho Allah terdapat dalam ridhonya kedua orang tua, dan murka Allah terdapat dalam murka kedua orang tua.” Hadist Riwayat At-Tirmidzi.]

[Birrul walidain, ini kelihatannya sepele ya, Kalem¹. Tapi, hal ini justru berat. Coba deh, dipikir, kalau kita udah siap-siap kumpul sama temen-temen, mau nonton, mau nongkrong, tiba-tiba orangtua kita minta dianter pergi. Apa yang bakal kalian lakukan? Bimbang kan? Padahal, jelas-jelas kita harus mengutamkan kedua orang tua, tetapi di sisi lain panggilan jiwa anak muda pasti mengesampingkan hal itu. Tak jarang kita nekat pergi dan menganggap orang tua kita nyebelin, ngerepotin, nyusahin. Astagfirulah, kalau kalian salah satu diantara orang yang berpikiran seperti itu, perbanyak istigfar.]

[Sepenting apapun urusan kita, jika memang kedua orang tua kita membutuhkan kita, maka bersegeralah untuk mendatangi mereka, menunaikan apa yang mereka titahkan pada kita. Itu surga loh, Kalem.]

[Tapi berat, Tab! Ya, memang. Karena surga itu nggak akan mudah dimasuki, Kalem. Pasti akan banyak godaan agar kita tergelincir dari jalan surga. Kalau surga mudah diraih tanpa usaha, semua orang di dunia ini bakal seenak jidatnya dong. Dunia bisa chaos, naudzubillahi mindzalik. Oleh karena itu, jalan ke surga dibuat sedemikian rupa ujiannya. Agar orang-orang beriman yang benar-benar taat pada Allah yang layak untuk melangkah ke sana.]

[Back to topic, perjuangan kedua orang tua untuk kita itu sedari kita bayi sampai sekarang sudah sangat banyak dan tak terhitung. Kita tidak akan bisa membalas semua kebaikan mereka, pengorbanan mereka, sehingga gunakanlah waktu hidupmu, untuk memuliakan mereka.]

[Tab, ortuku tuh sibuk, mereka nggak ngurus aku, mereka nitipin aku sama pembantu di rumah. Orang tuaku itu nggak jelas, mereka aja nggak peduli sama aku. Orang tuaku galak, Tab. Orang tuaku sukanya ngatur, pelit, nggak ngasih aku duit jajan.]

[Adakah yang nggerundel seperti itu? Yuk, sini, Tab kasih tahu. Coba pikir, kalian sehari makan berapa kali? 3 kali? Sekali makan berapa? Lima ribu? Pasti lebih. Angap saja sehari buat makan kalian butuh sepuluh ribu. Kali umur kalian sekarang. Berapa puluh juta? Belum lagi kebutuhan kalian yang lain, sekolah, jajan, beli baju, sepatu, gincu, banyak kan? Berapa trilyun yang yang sudah kalian habiskan? Semua itu dari orang tua kalian kan?]

[Aku kerja sendiri Tab, aku nggak minta ortu. Adakah yang begitu? Memangnya kalian lahir langsung bisa lari kayak kambing? Ehe, nggak kan? Paling nggak, kita tetep punya masa ngerepotin orang tua selama balita. Mengurus balita itu tidak mudah dan tidak murah. Kalian tahu, bapak sekuriti yang dinas malam itu, uang jaganya ditambah loh, beda sama yang dinas siang. Kenapa? Karena begadang sembari bekerja itu nggak mudah. Sedangkan, bayangkan ibu kita dulu, pas kita masih bayi, berapa lama beliau harus begadang setiap malam?]

[Begadang demi menyusui kita, menggednong kita saat rewel, padahal beliau sudah sangat lelah. Lelah dengan pekerjaan sehari-harinya. Masihkah kita bisa menyepelekan pengorbanan orangtua kita jika sudah begitu? Kalem, ingat ya, memuliakan orang tua ini sangat mudah namun juga sangat susah. Tinggal jalan mana yang kita pilih.]

[Jangan siakan kesempatan kalian untuk memuliakan mereka. Bagi Kalem yang masih punya orang tua lengkap, bersyukurlah, temui mereka, muliakan mereka, bahagiakan mereka. Bagi Kalem yang orang tuanya sudah berpulang, kalian jangan sedih. Doakan mereka. Ingat, amalan yang tidak akan putus bagi seorang muslim yang telah meninggal adalah amal jariyah, ilmu bermanfaat, dan doa anak saleh mereka. Jadi, yuk sama-sama kita junjung birrul walidain dalam kehidupan kita.]

[Tab udah banyak ya cerita hari ini, sampai jumpa dibahasan berikutnya. Semoga ada manfaat dari artikel Tab kali ini ya. Sampai jumpa lagi.]

Ayun tersenyum.

Jadi, aku nggak perlu khawatir meski ibu dan bapak sudah meninggal, aku masih bisa mengirim baktiku untuk mereka lewat doa. Ya Allah, aku memujaMu dengan segala puja segenap jiwa. Terima kasih sudah membuat aturan yang begitu indah. Mempermudah kami, yang ingin berbakti ada orang tua kami, meski mereka tak lagi berada di sisi kami. Ya Allah, Ya Rabb, berikanlah tempat terindah untuk kedua orang tuaku di sisi-Mu. Aku akan terus berbenah diri, menjadi putri yang salehah, yang akan membuat mereka bangga.”

Rabbighfirli waliwalidayya warhamhuma kamaa rabbayani saghira,” ucap Ayun sembari menengadahkan tangannya.

Doa itu yang selalu dia panjatkan setiap hari setiap saat, terlebih ketika dia merindukan sosok kedua orang tuanya.

 📜📜📜📜📜

Author's Note

1. Kalem : Sebutan bagi para pembaca Kalam Maya.
2. Tab : Admin sekaligus penulis di Kalam Maya, nama aslinya Yusuf Tabriz Albirru

📜📜📜📜📜

Assalamulaikum

Yuk siapa yang masih suka susah buat perhatian sama orang tua?

Jangan sampai menyesal ya,
Meski kadang kita harus mengorbankan pekerjaan, kepentingan, dll, ingat orang tua kita juga pernah berkorban seperti itu, bahkan lebih, buat kita.

Yuk sayangi orang tua..
Bagi yang sudah berkeluarga, mertua juga termasuk orang tua loh,
Jangan pilih kasih ya..
Orang tua pasangan kita adalah orang tua kita juga.
Sehebat apapun pasanganmu, dia bisa seperti itu karena didikan orang tuanya, karena doa orang tuanya.

#Self reminder#

Sampai jumpa besok ya dengan tema yang berbeda

❤❤❤

Terima kasih sudah mampir

😍😍😍
🙏🙏🙏

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro