Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

KALAH-13

Rasa cemasnya belum juga hilang, ketika ia ingat bahwa ada Diandra di rumah yang belum ia ketahui bagaimana kondisinya. Dengan panik yang kembali menyerang Dirga mulai kehilangan kendali pada dirinya. Yessa menangkap gerak-gerik Dirga itu, lantas ia memegang pundak Dirga, berharap dengan begitu Dirga bisa tenang.

“Ada apa?” tanya Yessa.

“Pulang. Aku ingin pulang. Tapi ….” Dirga menggantungkan kalimatnya lantas menatap Yessa dalam.

“Pulanglah, biar aku menunggu di sini,” jelas Yessa yang seakan paham maksud dari Dirga.

“Tapi bagaimana caranya?”

“Maksudmu?”

“Dia tak suka aku berada di dekatnya. Dia takut padaku. Dia ….” Dirga tak mampu melanjutkan kata-katanya. Ia tertunduk dalam dengan air mata yang kembali mengalir. Biarlah, untuk hari ini ia terlihat lemah di hadapan Yessa. Toh dia manusia, memiliki rasa. Sekuat-kuatnya ia berjuang agar terlihat baik-baik saja, tetap saja Dirga tidak setangguh itu.

Yessa sendiri masih tak paham pada kata-kata Dirga. Dia? Dia siapa? Dan kenapa Dirga begitu terlihat kalut? Ada apa sebenarnya? Apa yang menjadi beban pria disampingnya ini? Sungguh, Yessa dibuat bingung setengah mati oleh pria ini.

“Dirga ….”

“Pulang. Kumohon. Antarkan aku pulang. Aku ingin menemui dia. Aku ingin melihat dia. Kumohon. Ay ….”

Pluk

Dengan cepat Yessa memeluk tubuh tegap Dirga yang rapuh. Didekapnya tubuh itu dengan erat. Menyalurkan segala dukungan moral. Namun siapa sangka, tangis Dirga semakin pecah. Napas laki-laki itu semakin berat dan terdengar menyesakkan.

“Tenanglah, Dirga. Saya mohon tenang.”

Tes.

Air mata Yessa ikut mengalir, menyaksikan kekalutan Dirga yang sedemikian rupa. Entah dorongan darimana, sehingga ia mampu merasakan apa yang tengah Dirga rasakan. Dengan suara lirih, Yessa terus mengucapkan kata penenang. Hingga di menit berikutnya, Dirga mulai tenang meski isak tangisnya tak juga berhenti.

“Pulang,” lirih Dirga kesekian kalinya. Saat Yessa ingin mengiyakan ucapan Dirga, ruang IGD tersebut terbuka. Menampilkan seorang Dokter pria paruh baya yang terlihat lelah.

“Keluarga pasien?”

“Saya anaknya,” ucap Dirga parau.

“Ibu anda berhasil melewati masa kritisnya. Namun maaf, dengan berat hati saya harus mengatakan, bahwa Ibu anda saat ini koma. Karena obat tidur yang beliau minum begitu banyak.”

Hancur sudah. Dirga yang awalnya mulai tenang, kini kembali gelisah. Bagaimana bisa? Bagaimana bisa Ibunya koma? Apa yang sebenarnya terjadi? Ada apa sebenarnya?

“Saya akan memindahkan Ibu anda ke kamar inapnya. Saya permisi.”

***

Kini, Yessa dan Dirga telah tiba di kediaman Dirga. Sesaat setelah Dira di pindahkan ke ruang inapnya dan Dirga menyelesaikan segala administrasinya, Yessa lantas mengantar Dirga pulang untuk mengecek Dia. Yang hingga saat ini tak Yessa ketahui, siapa yang Dirga maksud dengan ‘Dia’.

“Bisakah ibu menolongku?” tanya Dirga lirih

“Apapun selagi aku bisa.”

“Masuklah ke kamar itu. Kumohon, cek kondisinya.” Dirga menunjuk pintu kamar bercat biru itu. Kamar Diandra. Dengan sedikit ragu, Yessa mengikuti instruksi Dirga.

Dengan perlahan, Yessa membuka pintu kamar itu. Yessa terkejut, ketika pertama kali ia membuka pintu, pemandangan yang memprihatinkan menyapa indra pengelihatannya.

“Keluar!” Sebuah suara menghentikan langkah Yessa. Yessa tertegun, melihat gadis yang tampak kacau, terduduk diam dengan pandangan kosong. Gadis itu terlihat sangat kacau. Dengan lingkar mata yang menghitam. Bibir kering pucat. Miris.

“Hay,” sapa Yessa lembut.

“Siapa kau?” tanya Diandra ketus.

“Aku Yessa, siapa namamu?” Diam. Diandra hanya diam. Tak mengacuhkan Yessa yang kini telah berada di sisinya.

Dari luar, Dirga kembali menangis. Setidaknya dia bersyukur, adiknya baik-baik saja. Meski ia terlihat semakin kurus dengan lingkar mata yang semakin memprihatinkan.

“Istirahatlah. Aku tau kau lelah.” Yessa mengelus sayang kepala Diandra, membantu Diandra berbaring dan merapikan selimutnya. Menariknya sebatas dada, lantas mengecup kening Diandra sekilas. Entah kenapa, Yessa merasa Diandra membutuhkan pertolongannya. Dan entah keberanian darimana, sehingga ia berani mengecup kening Diandra tanpa izin.

Dirasa Diandra sudah mendapatkan posisi nyamannya, Yessa pun hendak beranjak meninggalkan Diandra. Namun baru saja berdiri, Diandra menahan tangan Yessa. Dan menatap mata Yessa dalam, saat Yessa melihatnya. Mata mereka saling bertemu, terselip tatapan berharap di mata Diandra, sehingga Yessa pun memberikan senyum lembutnya.

“Jangan pergi. Temani aku,” lirih Diandra dengan mata yang tertutup. Dengan senang hati Yessa pun kembali mendaratkan tubuhnya ke samping Diandra lalu mengelus puncak kepala Diandra dengan lembut dan penuh sayang.

***

Dirga duduk termenung di ruang tamu. Mengabaikan kondisi ruang tamu yang memprihatinkan. Alih-alih membersihkan, Dirga justru hanya memandangnya dengan ditemani sebatang rokok yang terselip di antara jari telunjuk dan jari tengahnya. Mengabaikan sesak yang semakin menyiksa sebab luka di tulang rusuknya dan asap yang masuk dalam paru-parunya. Tatapan kosongnya membuat ia semakin terlihat menyedihkan.

Saat tengah berkelana, Dirga di kagetkan dengan gerakan kasar yang menyambar tangannya. Merebut rokoknya, melempar rokok itu ke dalam gelas berisi air dingin yang berada di depannya.

“Jangan merokok. Kondisimu sedang tidak baik.” Yessa meletakkan teh hangat yang ia buat barusan. Ya, Yessa nekat. Menyusuri rumah Dirga untuk mencari dapur, lalu membuatkan teh hangat untuk Dirga. “Minumlah!”

“Kondisiku memang seperti ini,” jawab Dirga tak acuh, sedangkan Yessa hanya menarik napas. Mendudukkan tubuhnya di sebelah Dirga.

“Ah ya. Gadis manis itu sudah tidur. Dia terlihat kelelahan,” jelas Yessa.

“Terima kasih.”

“Untuk?” Yessa terlihat bingung, tak mengerti pada ucapan Dirga yang mengatakan terimakasih. Terima kasih? Untuk apa?

“Untuk malam ini. Dan yah, wanita di rumah sakit itu adalah Ibuku. Dan gadis yang kau sebut manis itu, dia Diandra. Adik kecilku yang kini sangat jauh dariku.” Dirga menyandarkan kepalanya pada pundak Yessa. Ia lelah, sangat lelah.

“Ingin berbagi?” tanya Yessa, namun tak mendapat jawaban. Hingga dengkuran halus menyapa indera dengarnya. Ah, Dirga tertidur rupanya.

Bersambung
24.07.19
Anjar-Habi🐘

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro