15 - Memojokkan Kabiru
Ketika yang lain tertawa karena merasa terhibur dengan kisah Alex yang menceritakan tentang malam saat mereka menjadikan Fani sebagai salah satu pilihan terbaik untuk Kabiru, Fani malah hanya menaikkan alisnya sambil menopang dagu dengan satu tangan yang sikunya menempel di meja. Perlahan dia menoleh untuk menatap Kabiru yang duduk di sebelahnya dengan saksama.
"Mereka yang munculin nama kamu. Mau nggak mau aku harus pertimbangkan," kilah Kabiru. Dia merasa tatapan Fani seakan-akan tengah memergokinya saat melakukan kesalahan.
"Ck, alah! Apanya yang mau nggak mau?!" sergah Alex. "Lo cuma mikir bentar, habis itu langsung bilang, 'oke' pas gue sama Nando masih sibuk nyoba nyari nama lain. Tawaran Aria yang mau ngenalin temen kantornya juga lo tolak, kan?"
Semua yang duduk di meja lebar hasil gabungan dari meja- meja kecil milik kafe Alex kembali tertawa mendengar cercaan pria itu kepada Kabiru. Sementara Kabiru pura-pura tidak mendengar cercaan Alex dan semua yang menertawakan dirinya. Dia malah menyibukkan diri mengambil potongan wortel di mangkuk Fani.
Wanita itu memang tidak begitu menyukai wortel dalam potong besar yang ada dalam kuah sopnya. Kebiasaan meninggalkan sayuran tersebut berkebalikan dengan Kabiru yang sanggup memakan wortel dalam bentuk apa pun, bahkan dalam kondisi mentah.
"Intinya, Biru udah mentok di Fani. Atau jangan-jangan," tebak Nando yang sedari tadi gatal ingin berkomentar, "emang dari dulu kali lo udah naksir Fani, ya, kan?"
Lagi, Kabiru menulikan telinga. Berlagak tidak mendengar ejekan teman-temannya. Sedangkan Fani ikut bersikap santai tanpa canggung karena sudah dijadikan bahan pembicaraan. Dia sudah terbiasa dengan mulut usil para teman prianya. Cuma ledekan seperti itu bukan apa-apa baginya, apalagi bagi Kabiru.
"Nggak guna ada acara begini," gumam Kabiru, tapi bisa didengar oleh Fani yang memang duduk berdekatan dengannya.
"Makanya kemarin udah aku bilang kan, tolak aja. Malah kamu iya-in," balas Fani, mengangkat gelas minumnya untuk meneguk isinya.
Jauh-jauh hari Aria dan Sania sudah berniat ingin mengadakan Bridal Shower kecil-kecilan, tapi Fani menolak karena memang bukan tipenya menghabiskan waktu untuk acara seperti itu di tengah kesibukannya dalam mengurus persiapan pernikahan dan pekerjaannya di kantor.
Apalagi Fani merasa dia tidak begitu banyak punya teman wanita untuk diundang, selain sahabat-sahabat semasa sekolah dan kuliah. Beberapa dari mereka bahkan ada yang menetap di luar pulau dan luar negeri. Baginya acara tersebut tidak begitu berpengaruh dengan pernikahannya nanti. Jadi Fani mengancam akan berhenti bicara pada Aria dan Sania sampai hari pernikahan, kalau mereka berdua nekat melakukan pesta kejutan untuknya.
Sayangnya, Aria dan Sania menolak mundur. Mereka tetap kukuh ingin mengadakan perayaan—apa pun itu bentuknya—untuk menyambut pelepasan masa lajang satu-satu perawan dalam kelompok pertemanan mereka.
Alhasil setelah berdiskusi dan membujuk, Aria tetap meminta izin mengadakan sebuah pesta kecil-kecilan di mana dia berniat mengumpulkan semua para teman dekat Fani dan Kabiru. Aria bahkan memanfaatkan Kabiru agar meminta Fani mengiakan saja rencananya.
Kabiru yang diberitahu bahwa acara tersebut layaknya seperti acara reuni seperti yang kerap kali mereka lakukan sebelum-sebelumnya, sepakat saja dan meminta Fani untuk datang bersamanya.
Pada nyatanya, acara tersebut malah diperuntukkan khusus untuk mereka berdua. Alex bahkan menutup kafenya pada Sabtu malam, menjelang dua minggu sebelum pernikahan Kabiru dan Fani diadakan—karena di kafe miliknyalah acara diadakan.
Khusus untuk malam itu. Semua teman dekat Fani dan Kabiru yang kebetulan sudah memiliki pasangan, datang untuk turut serta bersama pasangan masing-masing.
Sania dan Angga yang sebelumnya tidak begitu mengenal Kabiru dan teman-teman masa remaja Fani yang lain, turut hadir dan berbaur.
Sebenarnya tujuan utama mereka mengadakan acara tersebut adalah untuk mem-bully calon pasangan pengantin. Karena sebelum ini—kecuali Nando, Aria dan Alex, sedikitpun tidak pernah terpikirkan oleh mereka kalau kedua orang tersebut akan menjalin hubungan bahkan memutuskan untuk menikah.
Belasan tahun lamanya, pertemanan Kabiru dan Fani di mata mereka terlihat murni. Tidak pernah mereka melihat atau merasakan adanya percikan keromantisan di dalamnya. Jadi wajar saja akhirnya mereka menjadi penasaran dan gemas untuk memojokkan keduanya, demi mencari tahu bagaimana interaksi intim dua orang tersebut selama ini hingga hingga akhirnya berjodoh.
Meski begitu, di sela gurauan dan ejekan, tetap terselip banyak doa dan harapan terbaik untuk rencana pernikahan keduanya.
Aira bahkan sudah mengedarkan kertas beserta alat tulis untuk setiap orang, agar mereka menuliskan doa, pesan, petuah atau apa pun yang ingin mereka sampaikan kepada calon pasangan pengantin sebagai dukungan untuk keduanya.
"Nggak usah bisik-bisik. Nggak bakal juga kalian bisa balik cepet sebelum acara selesai." Aira si otak acara, menegur Fani yang sibuk berbicara pelan dengan Kabiru.
Fani mengikuti trik Kabiru, cuek. Dia menoleh kepada Wulan yang memiliki anak paling banyak di antara pasutri di meja tersebut. "Anak-anak nggak pa-pa ditinggal lama, Lan? Udah mau jam sembilan gini," ujarnya, mencoba untuk mencari cara agar cepat bubar.
"Aman, Fan. Ini tadi laporan baru aja masuk, mereka baru keluar mal dan sama sekali nggak nanyain mama-papanya. Mereka bakal lupa sama aku dan Alex kalau udah dimanjain nenek-kakeknya," jawab Wulan, tersenyum kalem khas dirinya.
Fani tersenyum tipis, kesal. Sungguh penuh persiapan. Fani langsung merasa tidak perlu menanyakan bagaimana nasib anak- anak Aria dan Sania ataupun teman yang lain. Jawaban mereka pasti serupa.
"Santai, Fan. Malam masih panjang. Baru juga kelar makan malam. Belum masuk acara inti." Aira kembali jail dengan semakin mengusik Fani.
Kabiru yang mulai merasa bosan, memilih menyandarkan punggung di kursi dengan sebelah tangan berada tepat di belakang tubuh Fani. Tidak memeluk, namun sesekali dia tergoda untuk sedikit mengangkat tangannya agar bisa mengelus pelan secara singkat di pinggang wanita itu.
Fani yang sudah mulai terbiasa dengan skinship Kabiru, tenang-tenang saja tapi tidak berniat merespons balik. Dia tahu, pria itu sedang dalam mode penasaran dan tampak kesulitan mengendalikan diri—hal yang baru kali ini ditemui Fani pada diri Kabiru, namun teramat menggemaskan, hingga membuatnya membiarkan saja apa pun yang ingin dilakukan Kabiru selama masih batas wajar versinya.
"Fan, udah pernah dicium Biru, nggak?" tanya Wira tiba- tiba dengan seringai jail dari tempat duduknya yang berseberangan dengan Kabiru.
"Lo bocah umur berapa, sih?!" Kabiru balas bertanya dengan raut malas bercampur kesal. Dalam hati dia mengumpat. Sudah pasti dia jengkel dengan segala sikap kekanak-kanakkan para temannya yang sengaja ingin memojokkan dirinya dan Fani.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro