Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

07 - Jawaban Untuk Kabiru

Sudah lewat pukul tujuh malam ketika Fani keluar dari kantor. Dia sangat yakin akan terlambat sampai di rumah Angga dan Sania untuk mengikuti undangan makan malam dari pasangan suami istri tersebut. Angga sendiri sudah pulang saat jam kantor berakhir pukul lima sore tadi, sedangkan Fani memang harus menyelesaikan sisa pekerjaannya terlebih dahulu.

Sejenak, Fani hanya duduk diam di kursi kemudi. Belum berniat menjalankan mobilnya yang masih terparkir di parkiran kantor. Dia teringat akan kunjungan Kabiru tadi siang. Memikirkan permintaan yang diucapkan pria untuk kesekian kalinya, selama beberapa waktu belakangan.

Dia menyandarkan punggung di kursi kemudi dengan mata yang menerawang ke depan. Sesungguhnya, selama ini Fani sama sekali tidak bermaksud untuk menunda-nunda menikah.

Tentu saja dia juga ingin memiliki kehidupan seperti Aria, Sania, ataupun Wina yang sudah lebih dulu berkeluarga. Bisa merasa aman dan nyaman dalam perlindungan suami mereka. Tapi kenyataannya, Fani memang belum bertemu dengan jodohnya.

Bukan juga karena dia tidak ingin mencari. Namun, pekerjaan memang menuntutnya untuk menjalani hari-hari tidak seperti para wanita lajang di luaran yang bebas berbaur di mana-mana.

Fani menikmati pekerjaannya. Dibanding nongkrong atau menghabiskan waktu di tempat yang memungkinkan dirinya bertemu para pria lajang, Fani lebih memilih lembur di kantor atau bertemu klien demi menuntaskan pekerjaan.

Mungkin karena itulah ketika ada pria yang berniat mendekat untuk ingin menjalin hubungan, mereka akan merasa bosan dan buntutnya mengeluh bahwa Fani terlalu serius untuk diajak bersenang-senang dalam masa pendekatan.

Mereka akan mundur secara perlahan. Memilih wanita lain yang menurut mereka memenuhi standar untuk dijadikan calon istri yang mampu menyenangkan hati. Bukan sosok seperti Fani yang dasarnya memang tidak terbiasa bermanja-manja atau bersikap romantis dengan lawan jenis.

Fani memaklumi pilihan para pria tersebut. Dia membiarkan mereka bebas memilih. Tidak menahan, meski beberapa dari mereka ada yang benar-benar menarik hati.

Salah satunya adalah Dimas, mantan pacar Fani yang sanggup bertahan bersamanya hampir setahun lebih. Namun, akhirnya menyerah dan memilih mengacaukan hubungan mereka dengan cara paling berengsek yang bisa diingat Fani. Berselingkuh.

Fani memang tidak pernah ingin memaksa siapa pun untuk bertahan dengan dirinya kalau mereka tidak menginginkannya. Sama seperti dia yang tidak ingin dipaksa bertahan dengan seseorang yang tidak diinginkannya. Bagi Fani, setiap orang berhak atas pilihannya sendiri. Layaknya dia bersikap selama ini.

Sudah sejak lama Fani terbiasa memutuskan sendiri apa pun dalam hidupnya. Sejak dia berani untuk melepaskan diri dari kekangan papanya. Sejak dia sanggup melawan balik segala aturan hidup papanya. Sejak dia memutuskan untuk hidup mandiri tanpa topangan dari nama papanya. Sejak dia bisa menikmati segala kebebasannya.

Kebanyakan dari apa yang dialaminya sekitar dua belas tahun belakangan, berhasil Fani lalui dan putuskan berdasarkan hasil pemikirannya sendiri. Meskipun hubungannya bersama Aria dan Sania terasa seperti saudara, namun untuk segala keputusan dalam hidupnya, Fani memutuskannya sendiri tanpa campur tangan siapa pun.

Begitupun dengan saat ini. Kabiru.

Tentu saja permintaan pria itu akan ditanggapi dengan caranya sendiri. Hasil dari proses berpikir dengan mengutamakan kebaikan dalam hidupnya, juga untuk masa depan yang lebih baik.

Kabiru tentu saja bukan pilihan yang buruk. Pria itu bahkan memenuhi standar dari apa yang diinginkan semua wanita seumuran Fani saat ini.

Mapan, dewasa, berpendidikan, punya masa depan cemerlang. Terlebih lagi, Kabiru sudah mengenal Fani dengan baik, begitu pula sebaliknya. Kabiru juga mengetahui ritme hidup yang dijalani Fani selama ini, beserta masa lalu di baliknya.

Kabiru menjadi salah satu saksi hidup atas hasil dari semua pilihan-pilihan hidup Fani, mengingat bahwa mereka tidak pernah lama putus kontak. Beruntungnya lagi, Kabiru bukan para pria pendahulunya, yang tidak bisa menolerir segala sikap kaku Fani ketika berhadapan dengan lawan jenis.

Pria itu tidak pernah mengkritik cara hidup Fani, juga cara dia bersikap. Kabiru juga telah memilih Fani dibandingkan para wanita yang disodorkan Nando dan Aria kepadanya. Dan buntutnya, Kabiru tetap memilih untuk maju. Tetap menginginkan Fani untuk diajak membangun masa depan, meski tahu bagaimana hidup dan karakter Fani selama ini.

Fani terkekeh pelan, merasa lucu atas pikirannya tentang Kabiru dan hubungan mereka selama ini. Juga ajakan menikah dari pria itu. Mereka dekat sebagaimana teman lama yang terus saling berkomunikasi.

Tapi nyatanya, butuh bertahun-tahun lamanya untuk menyadari bahwa mereka memang punya kesempatan besar untuk saling berbagi hidup.

Bahkan harus menunggu setua ini untuk menyadarkan situasi, kalau dia dan Kabiru punya masa depan yang layak untuk dipertimbangkan, bahkan diperjuangkan.

Lagi-lagi, Fani terkekeh sendiri di dalam mobilnya. Kabiru tidak sinting. Pria itu tidak seenaknya.

Kabiru pemikir. Dia termasuk pria paling realistis dari sedikit yang dikenal Fani.

Kabiru menawarkan masa depan yang selama ini juga diinginkan Fani.

Dan yang paling penting dibanding lainnya adalah ....

Kabiru menginginkan dirinya.

Mengejutkannya, saat ini, detik ini, nyatanya Fani telah merasakan hal yang sama. Bahkan terasa agak menggebu. Bahwa dia juga menginginkan Kabiru untuk masa depannya.

***

Sania dan Angga terdiam seketika setelah mendengar perkataan Fani. Tidak, bukan perkataan, tapi pengakuan. Keduanya duduk berdampingan di sofa ruang keluarga mereka, menatap Fani dengan mata menyiratkan kekagetan.

"Sama siapa?" tanya Angga, masih kaget dan bingung saat mendengar celetukan Fani yang mengatakan dia akan segera menikah.

Fani menyesap tehnya dengan tenang, tidak begitu tertarik dengan raut kaget kedua teman yang duduk di depannya. Mereka baru saja selesai makan malam. Setelah Sania dan Angga mengantar anak-anak ke kamar, Fani duduk di ruang keluarga untuk membahas sedikit pekerjaan dengan Angga, diikuti Sania yang berusaha membuat keduanya melupakan pekerjaan mereka.

Fani meletakkan cangkir tehnya di atas meja, lalu kembali memeriksa berkas yang tadi diberikan Angga.

"Kabiru."

Angga dan Sania saling tatap. Sudah mulai menghilangkan raut kaget mereka, meski begitu masih sangat penasaran.

"Kabiru yang temen se-geng lo pas SMA itu?" tanya Sania, mewakili rasa ingin tahu suaminya.

Fani hanya bergumam untuk mengiakan, tapi masih sibuk memeriksa berkas di tangannya.

"Jangan-jangan orang yang bikin heboh kantor tadi siang, ya?" Angga menyipitkan mata, curiga. "Ayu telat ngasih laporan ke gue gara-gara sibuk ngegosip sama asisten lo," lanjutnya, ketika Fani mendongak dengan kening mengernyit mendengar pertanyaan tersebut.

"Lo yang dianterin makan siang sama cowok, jadi bahan omongan orang sekantor," ujar Angga, menyeringai mengejek.

"Dianterin makan siang?! Sama Kabiru, maksudnya?" Sania langsung heboh dan memajukan tubuhnya dari sandaran sofa sambil menatap Fani.

Fani mendesah panjang, lelah. Dia membereskan semua berkas di atas meja, bersiap untuk pulang. "Iya, Kabiru. Dia nganterin makan siang. Dia juga ngelamar gue dua minggu lalu. Sekarang pengin gue terima," ucap Fani, lugas dalam setiap kalimatnya.

"Alhamdulillah. Dia pengin nikah juga ternyata," celetuk Angga langsung sambil menatap istrinya, setelah akhirnya bisa memercayai ucapan Fani yang beberapa saat lalu mengaku akan segera menikah.

"Alhamdulillah." Sania ikut-ikutan berucap syukur, lalu bangkit mendekati Fani untuk memeluk wanita itu.

"Inget! Gue inget banget sama Kabiru ini. Yang pas nikahannya Aria dulu itu, dia jadi bestman yang paling cakep di antara temen-temennya," seru Sania sambil menggoyang-goyangkan tubuh Fani yang masih berada dalam pelukannya.

"Terima! Pokoknya harus diterima!" lanjut Sania, masih heboh meski Fani sudah berhasil melepaskan pelukannya.

Angga yang melihat kehebohan istrinya hanya terkekeh geli karena merasa gemas. Meski masih penasaran, tapi dia berhenti ingin bertanya karena tahu Fani tidak suka terlalu ditanya-tanya atas sesuatu yang sudah dipilihnya. Yang jelas Angga tahu, ketika Fani sudah memutuskan sesuatu, maka sudah pasti wanita itu telah memikirkannya matang-matang.

"Gue kasih tahu duluan, biar nanti lo nggak nge-drama pas gue bawa dia buat dikenalin. Jadi nggak perlu bikin malu gue entar sama kehebohan lo," ucap Fani pada Sania yang masih menyengir.

Bukannya tersinggung karena sindiran Fani terkait sikapnya yang memang sering kelewat heboh atas banyak hal, Sania malah tertawa senang. "Berarti harus makan malam bareng lagi, nih. Duh, akhir minggu aku ada seminar di Bandung, Sayang. Harus tunda sampai minggu depan kalau mau ngundang mereka ke sini," ujar Sania, menatap Angga untuk meminta pendapat.

"Atur aja, Sayang," sahut Angga, mengangguk dengan raut sok kalem. Mendukung sepenuhnya dengan rencana istrinya.

Fani mendengkus geli melihat kelakuan berlebihan dua temannya. Dia sudah selesai membereskan barang-barang, siap berpamitan. Dia mengucapkan terima kasih karena sudah diajak makan malam, lalu bergegas pergi tanpa menghiraukan segala cercaan ingin tahu Sania yang mengiringi langkahnya hingga ke teras rumah.

Sania dan Angga, sedikit dari orang terdekat yang dianggap Fani seperti saudara sendiri, layaknya keluarga. Kepada mereka Fani biasanya berbagi cerita, selain kepada Aria dan juga Wina yang sayangnya sedang tinggal di luar negeri bersama suaminya.

Sania dan Angga juga yang biasanya akan menjadi para pendukung atas semua pilihan hidupnya. Maka dari itu, kepada merekalah Fani ingin berbagi untuk pertama kalinya atas keputusan besar yang dipilihnya saat ini.

Sebelum menyalakan mesin mobil, keinginan untuk mengirimkan pesan kepada Kabiru terasa sangat kuat.

To: Kabiru

Ya

Sebuah jawaban. Singkat, tanpa keterangan lain. Tapi Fani tahu, Kabiru pasti mengerti maksud dari satu kata tersebut.

Membuang napas panjang, Fani menyalakan mesin mobil dengan perasaan yang lebih ringan. Tanpa gelisah ataupun takut. Tanpa keterpaksaan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro