The Witch
Terinspirasi dari film: "The Little Mermaid.
****
Bola kaca itu berkedip lagi. Dua belut laut mengelilingi lengannya, hingga menggigit rambutnya untuk menariknya pergi.
“Kakak, hentikan!”
“Tapi Ursula, ada duyung yang butuh bantuanmu. Kau harus pergi sekarang,” bujuk kakak tertuanya, Roseni.
“Butuh bantuan dan ada keinginan itu hal yang berbeda,” tampik Ursula kembali menyusun botol-botol ramuannya.
“Ayolah, Ursula. Kau terus mendiamkan semua duyung. Itu tidak baik untuk jiwamu, kau tahu?” cecar Chucia pula.
Ursula menghela napas jengah. Di dudukkannya dirinya di atas cangkang tiram raksasa yang kosong. Pandangannya sendu kepada kedua kakaknya yang telah berbeda bentuk dengannya. Kedelapan tentakel Ursula menggeliat gelisah. Rambut pendeknya diacak asal.
“Ursula! Kau di sini?”
Roseni dan Chucia memekik girang. “Itu Dillion! Rapikan rambutmu! Cepat!”
“Kakak, aku-“
Chucia menggeram. “Ayolah!”
“Ursula?” panggil pria itu sebelum menyibak rumput laut yang menutupi pintu ruangan. “Ternyata kau di sini,” senyumnya puas.
Ursula membalik tubuhnya, cepat-cepat mengambil sebuah botol ramuan seolah sibuk. “Apa yang kau inginkan?” tanyanya sedikit acuh.
Dillion tertawa, ikut mengabsen botol-botol milik Ursula di rak. Sekalipun hatinya sedikit mencelos melihat beberapa jiwa kaumnya juga terperangkap di sana. “Biasalah. Beberapa pertanyaan,” balasnya ringan sambil berkacak pinggang.
“Hati-hati dengan itu. Kau akan jadi cumi-cumi kalau terkena kulitmu.”
Dillion dengan panik mengembalikan botol berisi asap jingga tersebut. Hampir-hampir menjatuhkan botol lain, namun lengannya cukup cekatan.
“Ursula?”
“Hm?”
“Memangnya manusia itu keren, ya?”
Ursula cepat berbalik. “Kau pergi ke permukaan?!”
Dillion sontak menggeleng. “Tidak. Hanya saja teman sekelasku terus membahas manusia. Aku sedikit ingin tahu.”
Ursula mendesis bosan. “Kalau penasaran, coba saja ke permukaan,” cetusnya ringan. Dillion terkesiap.
“Atau kau terlalu pengecut?”
Dillion tertawa dibuat-buta. “Ursula, aku ini penggila ilmu pengetahuan. Aku ingin menambah wawasanku. Ya, aku bisa saja ke sana. Tapi perlu tahu apa yang ada di sana. Kau sendiri tak akan asal mencampur bahan-bahan untuk ramuanmu sebelum kau tahu formulanya, kan?” baliknya menaik-turunkan alis.
Ursula mencengkram potongan ekor ikan pari di tangannya. Senyum itu sudah lebih dari yang bisa ia tangani.
“Kau sangat bodoh,” decih Ursula pelan.
“Permisi?!” Dillion mendengus tak terima. “Aku mendapat nilai tertinggi di kelasku! Aku menyelesaikan semua buku yang ada di perpustakaan balai kota! Aku-“
“Lalu apa yang mereka tuliskan tentang penyihir?” tantang Ursula dingin.
“Penyihir adalah makhluk terberkati dan terkutuk di saat yang sama. Jangan mendekati mereka atau kau akan celaka.”
Ursula berkacak pinggang. “Dan kau sekarang di rumah salah satunya. Kau pikir malapetaka apa yang akan menghampirimu?” bisik Ursula menyentuh pipi pria itu dengan kuku-kukunya yang tajam. Menakut-nakutinya untuk pergi.
“Aku belum selesai,” tukas Dillion tak gentar. “Penyihir adalah makhluk tercerdas. Tidak hanya di lautan. Tapi juga di seluruh alam semesta. Siapapun tak akan bisa menyayaingi pengetahuan mereka.” Dillion genggam kedua tangan kusam Ursula. “Kau keren, Ursula.”
Waktu bagi Ursula kembali berhenti. Dibenci oleh duyung dan terkisah dengan tak benar tak membuat mereka bisa mengingkari kehebatan kaumnya. Kedua kakaknya menyenggol pinggulnya untuk menggoda menyadarkan Ursula kembali. Ditariknya tangannya untuk terlepas dari Dillion.
“Kau tahu yang tak tertulis di buku tak benar 100%.”
Dillion mengangguk ringan. “Tapi aku mempercayainya hingga 90%. 10% lagi butuh pembuktian tersendiri. Karena itu aku bertanya pada makhluk paling cerdas,” ungkapnya bangga.
“Kau tidak terlihat mempercayai 90% buku tentang penyihir yang telah kau baca.”
Dillion menyeringai. “Menurutmu begitu?”
Ursula gelagapan. Segera diaduknya ramuannya di wadah khusus yang tak akan membuatnya tercampur oleh air laut dan tersebar.
Dillion tertawa terbahak-bahak. Ursula menatapnya mengancam. “Apa yang lucu?”
“Kau,” jawab Dillion ringan.
Ursula tak bisa membalas lagi. Jantungnya telah kacau.
“Ariel?!”
Ursula menoleh, mendapati Dillion sedang melihat bola kristalnya yang sedari tadi tak berhenti mengeluarkan cahaya berpendar. Seekor duyung yang sudah ia tebak keinginannya hingga ia tak mau menghampirinya.
“Kau mengenalnya?”
Dillion mengangguk yakin. “Dia teman sekelasku yang kukatakan selalu membahas manusia.”
Ursula tak tertarik pada bola kacanya. Pandangannya terpaku oleh pria itu. Pada mata yang terlihat mendamba itu. Membuat denyutan tak menyenangkan di hati Ursula.
“Kau sebaiknya menasehatinya,” cetus Ursula. Dillion mengernyit tak mengerti. “Dia sepertinya ingin menjadi manusia.”
“Maaf, Ursula. Aku pergi dulu. Besok aku akan datang lagi,” pamitnya cepat-cepat berenang keluar dari gua Ursula.
Ursula menyusulnya ke bibir gua. Menatap sendu punggungnya yang telah menjauh.
“Dia sangat tampan, bukan?” goda Roseni mencolek pipinya dengan ekor.
“Dia bilang akan datang besok. Dia sangat sering datang. Aku rasa ini berarti sesuatu,” tambah Chucia pula.
“Dia seekor duyung, Kak.” Bibir Ursula tergigit kuat. “Kaumnya yang telah membuat kalian seperti ini,” tekannya mengingatkan.
Roseni dan Chucia saling berpandangan. Kaum mereka hidup di semua dunia sebagai pengawas. Membantu tiap makhluk yang membutuhkan. Namun di lautan reputasi mereka sangat buruk. Mereka adalah tokoh jahat.
Salah satu leluhur mereka yang agung telah membuat raja duyung terpikat. Dulu, beberapa abad sebelum Raja Triton memerintah. Namun penyihir wanita itu menolak dijadikan selir. Raja duyung menyerang wanita itu. Terbakar amarah, wanita itu membalas hingga seluruh kastil runtuh atas ledakan kekuatannya. Banyak duyung yang meninggal, hingga menimbulkan dendam turun-temurun.
Sebuah kesalahan yang berujung pembantaian pada penyihir laut. Kaum mereka di lautan hampir punah. Sering kali duyung memanggil mereka untuk meminta bantuan. Dikira telah diterima kembali, para penyihir datang. Tapi permintaan mereka malah “Lenyaplah”. Roseni dan Chucia yang telah berhati-hati pun lengah oleh duyung yang masih dikira anak-anak yang polos. Meminta mereka menjadi belut laut, tanpa pernah membuat permintaan untuk mereka terlepas dari sosok itu.
Ursula telah mengasingkan diri sejak lama. Membiarkan sihirnya tak berkembang. Membuat teralis sihir di mulut guanya untuk menahannya menghampiri duyung. Tapi jiwanya berakhir terkikis. Mengabulkan impian adalah pekerjaannya. Naluri yang tak bisa elakkan. Tabiat yang mengalir di dalam darah kaumnya.
“Ursula, kecerobohan kami tidak harusnya membebanimu. Kau berhak bahagia.”
“Aku tidak bisa, Kak. Aku-“
“Kalau begitu lakukanlah untuk kami. Temui duyung itu. Kabulkan keinginannya. Sihirmu akan semakin kuat. Mungkin dengan begitu kau bisa mengembalikan kami,” mohon Roseni berharap.
Ursula bersandar gelisah pada dinding gua. Sedangkan energi dari bola kacanya terasa semakin kuat.
***
“Jadi Dillion gagal?” batin Ursula melihat gadis itu di dalam guanya.
“Kau tidak akan pernah bertemu dengan keluargamu lagi,” ujar Ursula memperingatkan.
“Tapi aku ingin bersama Pangeran Eric. Aku mencintainya.”
“Kau bahkan tak benar-benar mengenalnya,” timpal Ursula di dalam hati.
“Sihirku melemah karena tak pernah mengabulkan keinginan siapapun lagi. Aku tak akan bisa mengabulkan keinginanmu tanpa bayaran. Akan kuambil suaramu.”
Ariel membelalak kaget. “Suaraku? Tapi bagaimana aku akan menyatakan cintaku pada Pangeran?”
Ursula menghela nafas malas. “Kau punya wajah yang cantik. Itu modal yang lumayan,” komentarnya ringan. Sekalipun ia tahu mustahil untuk jatuh cinta dalam tiga hari. Itu semua hanya hasrat. Tapi setidaknya fisik lebih berharga dari pada suara.
Ursula telah membuktikannya. Setelah apa yang terjadi pada Roseni dan Chucia ia menyembunyikan sosok aslinya. Karena itu sekalipun terkadang ia tak bisa menolak panggilan para duyung, mereka kabur dan membatalkan niat setelah melihat mengerikannya penampilannya.
Hanya duyung naif ini dan Dillion yang tak kabur. Tapi tetap saja wajah adalah segalanya. Ariel jatuh cinta pada Eric yang hanya ia lihat. Dillion pun terpikat cantiknya Ariel.
Ariel mengangguk. Ursula menatapnya sendu. “Jadi kekasih lebih berharga dari pada keluarga?” Ia lirik Roseni dan Chucia. Sedangkan ia yang masih bisa bertemu keluarganya saja merasa sesedih ini.
***
Jemari Ursula menaut gelisah melihat sosok Dillion yang berenang di kejauhan. Tiga hari lalu Dillion marah padanya karena menjadikan Ariel manusia. Dillion tahu sebagai penyihir ia tak bisa menolak permohonan. Tapi pria itu tak ingin dengar alasannya.
“Kembalikan Ariel.”
Permohonan yang membatalkan permohonan lainnya tidak akan bisa terkabul sekalipun penyihir ingin. “Aku tidak bisa membatalkan kontraknya, Dillion. Nyawaku yang akan menjadi bayarannya.”
“Kalau begitu kau bisa memberinya waktu lebih lama. Tiga hari bukan waktu yang cukup untuk jatuh cinta!”
“Suaranya hanya bisa membayar 3 hari. Aku tidak bisa memberi lebih.”
“Kau sengaja, kan?” tuduh Dillion dingin.
“Apa?”
“Kau tahu ini akan terjadi.”
Ursula bungkam. Ya. Ia tahu. Tapi apakah itu salahnya? Salahkah ia kalau Ariel begitu congkak merasa bisa membuat Eric jatuh cinta dalam 3 hari? Pantaskah ia disalahkan saat Ariel lebih memilih Eric dari pada keluarganya? Kenapa ia yang disalahkan atas kebodohan Ariel?
Beberapa jam lagi Ariel akan kehabisan waktunya. Dillion panik.
“Ambil saja jiwaku.”
“Aku tidak bisa.”
Rahang Dillion mengeras. “Kau monster! Sama seperti semua leluhurmu!”
***
“Kau mau apa, Ursula?” tanya Chucia khawatir.
Tangan Ursula gemetar menyusuri raknya. Mencampurkan bahan-bahan yang dibutuhkan dengan panik.
“Sihirmu sudah habis, Ursula. Kau bisa meramu setelah mendapatkan jiwa Ariel.”
Saat Roseni dan Chucia mendekatinya, air mata Ursula telah menyatu dengan laut.
“Ursula, kau…”
Ursula peluk erat kedua kakaknya. “Mungkin ini tidak akan mengubah pendapat banyak orang. Tapi setidaknya satu kali saja, aku ingin ada duyung yang percaya kita tidaklah seburuk yang mereka pikir.”
Cakar Ursula merobek dadanya. Mengeluarkan jantung pekat yang berdetak takut. Dilemparnya jantungnya ke wadah sebagai penyatu bahan-bahan sihirnya. Tubuhnya membungkuk lemah menyendoki ramuan ke botol.
“Pastikan Eric meminumnya. Sebelum matahari terbenam.”
Roseni dan Chucia menatap adik mereka sedih. Secepatnya berenang ke permukaan. Sedangkan sihir Ursula mulai melemah. Melunturkan tampilan sihirnya, menunjukkan asli dirinya. Terjatuh meringkuk memeluk tubuhnya yang mulai terurai.
***
Kau tahu dongen cerita duyung kecil yang jatuh cinta pada manusia? Dia hidup bahagia bersama Sang Pangeran selamanya. Tapi tahu kah kau bahwa sebenarnya Sang Penyihir merobek dadanya sendiri untuk membuat ramuan yang membuat Sang Pangeran jatuh cinta pada Sang Duyung? Tentu saja kau tidak tahu.
---Tamat---
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro