Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[Part 2] The Sassy Girl Adela

"Kita perlu bicara!" bisik Rakha dengan rahang mengatup keras, menahan emosi. Lalu dengan cepat ia menarik tangan Adela untuk mengikutinya.

Baru beberapa langkah Rakha berhasil menyeret Adela, cewek itu menepis tangannya dengan angkuh, hingga mereka kembali saling tatap cukup lama.

Emosi Rakha semakin memuncak menghadapi sifat keras cewek yang baru dikenalnya satu hari itu. Kegiatan saling tatap penuh ketegangan itu akhirnya terpaksa harus diakhiri setelah bel panjang tanda masuk sekolah berbunyi.

-<><>-

"Sini biar gue bantu bawain setengah." Saras mengambil sebagian tumpukan buku tugas teman-teman sekelasnya dari tangan Adela, sesaat setelah mereka baru saja keluar dari ruang kelas.

"Dari tadi, kek." sahut Adela dengan canda.

BUKK!

Seseorang menabrak Adela dengan sangat keras, hingga mengakibatkan buku-buku di tangannya terjatuh dan berserakan di lantai.

"Oops, sori! Se-nga-ja!" kata seorang cewek berbandana merah, yang tidak lain adalah pelaku yang menabrak Adela barusan. Ia tersenyum meremehkan, ditemani beberapa temannya yang mengenakan bandana serupa.

Adela melihat buku-buku yang jatuh berantakan, kemudian mengangkat kepalanya, menatap cewek di depannya dengan kening berkerut. "Maksudnya apa nih?"

"Nggak suka aja!" jawab cewek yang diterka Adela sebagai adik kelasnya. Gayanya sangat angkuh dan terlihat jelas dari tatapan matanya, ia sangat tidak menyukai Adela.

"Kita punya masalah?" tanya Adela sedikit emosi.

"Punya! Karena lo adalah musuhnya Arlov!" sahut cewek itu dengan didukung tatapan sinis dari teman-temannya yang lain. Beberapa detik kemudian mereka pergi begitu saja tanpa menunggu tanggapan berikutnya dari Adela.

"Hey! Tunggu dulu! Adik kelas nggak sopan!" teriak Adela, namun tak membuahkan hasil. Yang dipanggilnya tidak menoleh sama sekali, malah membuatnya jadi pusat perhatian orang-orang di sekitarnya yang juga baru mengakhiri kelas dan berniat untuk pulang.

"Udah, udah. Nggak usah diladenin orang kayak gitu." Saras mencoba menenangkan. Ia kemudian menunduk, meletakkan buku-buku yang dibawanya di atas lantai, lalu mulai membantu memungut buku-buku yang berserakan di sekitarnya.

Adela menurut, ia akhirnya ikut berjongkok dan mengambil sisa-sisa buku di lantai. "Musuh Arlov? Arlov aja gue nggak kenal," gerutunya, masih kesal dengan tingkah adik kelasnya tadi.

"Lo nggak tau Arlov?" tanya Saras sambil menyerahkan buku-buku yang dipungutnya kepada Adela.

Adela menyambut pemberian Saras sambil menatap sahabatnya itu dengan kening berkerut, baru kemudian menggeleng. "Emangnya lo kenal?" tanyanya penasaran.

Saras berdecak kesal kemudian bangkit berdiri setelah kembali mengambil buku-buku yang tadi ia letakkan di lantai. "Kudet lo keterlaluan banget sih, Del."

Adela ikut bangkit berdiri, masih belum paham.

"Arlov itu sebutan khusus buat penggemar Rakha. Artinya Rakha Lover!" jelas Saras dengan tak sabaran. Ia lalu berjalan lebih dulu, meninggalkan Adela yang mulai menunjukkan ekspresi jijik mendengar penjelasannya.

"Saras, tunggu!" sahut Adela sambil berlari kecil menyusul sahabatnya. "Jadi, mereka itu Arlov? Kenapa mau aja sih jadi Arlov? Apa istimewanya artis sok terkenal itu?" tanyanya setelah berhasil mengimbangi langkah Saras di sebelahnya.

"Justru lo yang aneh. Kenapa nggak suka sama Rakha?!" balas Saras dengan ekspresi cukup serius di mata Adela. Itu memang pertanyaan, namun Saras tak menginginkan jawaban dari Adela sama sekali. Ia kembali berjalan lebih cepat lalu masuk ke dalam ruang guru setelah sebelumnya mengetuk dan memberi salam singkat.

Adela bergegas menyusul dan ikut meletakkan buku-buku yang dibawanya ke atas meja pak Agus, guru fisika yang menugaskannya untuk mengumpulkan buku tugas teman-teman sekelasnya.

"Apa nggak sebaiknya lo klarifikasi hubungan lo sama Rakha? Gue nggak bisa bayangin hari-hari lo ke depannya nanti. Di sekolah ini banyak Arlov loh." Saras memberi saran untuk Adela, setelah keduanya keluar dari ruang guru dan berjalan menuju gerbang sekolah.

"Gue harus klarifikasi apa? Udah jelas kan yang gue bilang kemarin. Gue bukan pacar Rakha!"

"Tapi cara lo salah. Sikap lo kemarin malah bikin Arlov benci sama lo. Karena lo udah bikin malu Rakha."

Dengan curiga, Adela menoleh ke arah Saras. "Lo Arlov juga, Sar?"

"Itu bokap gue udah jemput. Mau pulang bareng, nggak?" tanya Saras, mengganti topik.

Adela ikut menoleh ke arah gerbang sekolah dan langsung bisa melihat sebuah sedan hitam yang terparkir tak jauh dari sana.

"Nggak deh, gue naik busway aja seperti biasa. Lagian rumah kita kan arahnya beda."

"Yaudah, gue duluan ya. Bye." Saras melambaikan tangannya ke arah Adela kemudian berlari penuh semangat menghampiri mobil itu.

Adela mengangguk sambil tersenyum, "Bye. Hati-hati di jalan," katanya setengah berteriak.

Adela kembali melanjutkan langkahnya menuju halte busway terdekat yang jaraknya hanya sekitar 300 meter dari sekolah. Di pertengahan jalan, ia merasakan sesuatu menarik tangannya dan menyeretnya masuk ke sebuah gang kecil yang jarang dilalui orang.

"AAARRGGKK!!! Hhhmmppff..." teriakan Adela tertahan karena mulutnya baru saja dibekap oleh seorang cowok misterius di hadapannya. Cowok itu mengenakan hoodie hingga menutupi kepalanya dan juga masker yang menutupi sebagian wajahnya.

"Jangan teriak. Ini gue," ucap cowok misterius itu seraya membuka hoodie serta masker yang dikenakannya.

Mata Adela membulat ketika mulai mengenali sosok itu adalah Rakha. Dengan gerakan cepat, ia mendorong Rakha hingga ia terbebas dari bekapan cowok itu.

"Lo mau apa?" bentak Adela dengan suara keras.

"Sstt..." Rakha menempelkan jari telunjuk di bibirnya, berharap Adela bisa memperkecil volume suaranya. Ia kemudian melirik keadaan sekitar, dan mulai melanjutkan perkataannya setelah memastikan tidak ada seorang pun yang mengetahui keberadaannya. "Gue mau nawarin lo kerja sama."

Adela mengernyit, ia masih belum mengerti maksud perkataan Rakha barusan. "Kerja sama apa?"

"Begini," Rakha berdehem pelan sebelum melanjutkan kembali penjelasannya. "Gue mau lo bicara di depan media kalo lo benar adalah pacar gue. Cukup satu kalimat itu, sisanya biar gue yang urus."

"Kenapa gue harus ngaku jadi pacar lo? Nggak masuk akal!" kesal Adela. Ia bergegas pergi dari sana, namun buru-buru dicegah Rakha.

"Tunggu dulu! Bukan kerjasama namanya kalo cuma satu pihak yang diuntungkan! Lo mau apa? Gue sanggup penuhi kemauan lo."

Adela hampir hilang kesabaran dibuatnya. Dengan wajah juteknya, Adela menjawab dengan nada penuh tekanan, "Gue nggak butuh apa-apa!"

Rakha dengan cepat menggeser tubuhnya untuk kembali menghalangi langkah Adela yang berniat pergi. Ia menghembuskan nafas berat menghadapi cewek keras kepala itu.

"Lo tuh aneh banget ya! Disaat banyak cewek yang ngantri buat jadi pacar gue, kenapa lo justru nggak mau?" tanya Rakha akhirnya meluapkan kekesalannya.

"Kenapa juga gue harus suka sama lo?" Nada suara Adela tak kalah tinggi.

Tangan Rakha mengepal kuat, rahangnya semakin mengeras karena mencoba menahan amarahnya. Ia benar-benar hampir hilang kesabaran.

"Jangan salah paham dulu. Siapa juga yang mau lo jadi pacar gue? Gue cuma minta lo ngomong bahwa lo memang pacar gue. Cukup di depan media aja, dan gue nggak akan ganggu lo lagi. Berita itu juga akan cepat hilang beberapa minggu kemudian."

Rakha mengamati raut wajah Adela, berharap cewek itu mau diajak bekerja sama. Namun setelah beberapa saat, ekspresi wajah Adela masih tetap sama.

"Harusnya lo merasa beruntung dapet tawaran menarik dari gue. Kalo gue tawarin ke orang lain, pasti mereka langsung minta tanda tangan gue, atau malah foto bareng. Lo nggak mau?" tanya Rakha sedikit ragu. Tawaran yang sangat bodoh. Dari raut wajah Adela yang ia amati sejak tadi, Rakha pasti sudah tahu apa jawaban Adela. "Tanda tangan gue mahal loh kalo di jual! Bisa bikin lo kaya mendadak!" kata Rakha membela diri, tak terima dengan tatapan Adela yang terkesan meremehkannya.

"Gue nggak butuh!" sahut Adela ketus.

CKLEK!

Adela dan Rakha kompak menoleh ke arah datangnya suara itu. Seseorang yang mengenakan seragam berlogo salah satu stasiun tv rupanya baru saja mengabadikan momen mereka.

Rakha buru-buru menarik tangan Adela untuk ikut dengannya melarikan diri. Gerakan Rakha yang tiba-tiba membuat Adela tidak mampu melawan. Cowok itu membawanya memasuki gang yang lebih dalam hingga berhenti dan bersembunyi di samping salah satu rumah warga yang memiliki celah beberapa meter dengan rumah di sebelahnya.

Adela menarik tangannya hingga terlepas dari genggaman Rakha. Sambil mengatur nafasnya yang berantakan, ia mengeluh kesal karena sikap Rakha. "Kenapa lo narik gue?"

"Kita harus sembunyi," jawab Rakha sambil terus waspada mengintip situasi sekitar.

"Kenapa gue harus ikut sembunyi?" kesal Adela lagi dengan suara semakin meninggi.

Dengan cepat, Rakha membekap mulut Adela bersamaan ketika ia mendengar suara si pencari berita yang semakin dekat dari keberadaannya. "Diam sebentar sampai orang itu pergi," bisiknya pada Adela yang berjarak sangat dekat dengannya. Tangan kiri Rakha menahan pundak Adela agar tetap menempel pada tembok, sedangkan tangan kanannya sibuk membekap mulut pedas cewek itu.

Bukan Adela namanya kalau ia mudah menurut begitu saja. Tanpa pikir panjang, ia menggigit telapak tangan Rakha hingga mengakibatkan cowok itu berteriak kesakitan.

"AAAARRGGKKKH!!!"

Adela bergegas membebaskan diri dan berlari kencang menjauh dari Rakha tanpa menoleh lagi.

Teriakan nyaring Rakha rupanya didengar oleh si pencari berita. Dengan kesal sambil menahan rasa sakit di tangannya, Rakha berlari melanjutkan aksi pelariannya. Beruntung, di sisi gang lainnya ia melihat mobil om Aryo terparkir di sana. Ia semakin mempercepat larinya, kemudian masuk ke dalam mobil itu. Om Aryo memang paling bisa diandalkan dalam situasi genting seperti ini. Ia memang benar-benar berpengalaman.

TBC

Nulis ini bener-bener berasa marathonnya, tapi seruu. Demi kalian aku jadi semangat update-nya.

Hayo ngaku siapa di sini yang Arlov? Wkwkwk... voment sangat dinanti <3

Ditunggu lanjutannya rabu depan ya. Have a nice weekend :)

Salam,
Pit Sansi

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro