Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 8 - Pacar

Seumur hidupnya, Danar tidak pernah melihat perempuan menangis. Apalagi ini Tiyas, Tiyas yang ia kenal adalah seseorang yang kuat dan tegas. Seberapapun dera dari senior-senior OSISnya tidak pernah sekalipun Tiyas terlihat gentar. Jadi Danar benar-benar tidak tahu harus berbuat apa pada perempuan dihadapannya. 

Ada perasaan marah yang penuh sesak dalam dada Danar. Marah pada perlakuan kawan-kawannya yang sangat tidak dewasa. Untuk mereka, hidup seperti hanya untuk mementingkan hal-hal yang sangat tidak penting. Siapa pacaran dengan siapa, hari ini nongkrong dimana atau sibuk dengan urusan orang lain. Ini lagi Wisnu dan Raka yang tidak punya pendirian. Wisnu yang mengaku suka tapi hanya bisa diam saat Tiyas jadi bahan gunjingan orang. Atau Raka, yang juga suka Tiyas tapi malah seolah cuek. Danar tidak mau masuk dalam lingkaran mereka, tapi tidak tega melihat kondisi Tiyas saat ini.

"Ti, lo jelek tau kalo nangis. Udah jangan nangis lagi doong Ti." Nada Danar datar. Ia sangat ingin menyentuh bahu Tiyas untuk meredakan tangisnya. Tapi hal itu urung ia lakukan. Pengalaman Danar soal perempuan memang nol.

"Sori ya Nar, gue selalu ngerepotin lo. Gue sendirian disini juga ga apa-apa kok." Tiyas masih menutupi wajahnya dengan tangannya.

"Ti, di kebon belakang sekolah gini sendirian bahaya. Tau kan gudang kecil di pojok sana yang katanya angker."

Tiyas masih tidak bergeming.

"Ya udah deh, silahkan nangis sepuasnya. Gue tungguin disini." Danar jongkok disebelah Tiyas. "Gue jongkok ya, pegel kalau berdiri."

Tanpa Danar duga Tiyas ikutan jongkok disebelahnya. Tiyas sudah mulai berhenti menangis sekalipun wajah dan hidungnya menjadi merah. Wajah Tiyas lucu saat ini.

"Iya Nar, pegel berdiri. Gue jongkok juga ya." Tiyas mulai mengusap wajahnya yang basah dengan sapu tangan kecil yang ia bawa.

"Nar, lo temen gue kan?"

"Menurut lo gimana? Temenan banget siy kita ngga juga ya. Tapi ya bolehlah temen sekelas mah." Danar mencoba berkelakar.

"Nar, lo tau kan soal gosip itu. Lo percaya ga Nar?"

"Ti, lo mau gue jujur kan. Menurut gue, ga penting siapa yang percaya siapa yang nggak. Kita ga bisa ngatur pikiran orang. Yang penting lo tahu siapa diri lo sebenernya. Don't loose yourself...eh bener ga tuh bahasa jawanya gitu."

"Gue, jadi ikutan percaya sama gosip itu. Gue jadi ngerasa kalau gue emang salah. Apa gue salah Nar?"

"Gue percaya temen gue yang ini nih, insya allah bisa ngatasin masalah begini doang mah. Gue ga pernah dengerin gosip. Selebihnya gue ga bisa ngasih saran. Lha seumur-umur gue ga pernah pacaran, apalagi deket sama cewek."

'Mana ada yang mau sama cowok kere kayak gue. Lagian apa si enaknya pacaran.' Danar membatin namun tidak mau berujar.

Tiyas tersenyum memperhatikan teman disebelahnya ini, membuat Danar tiba-tiba jadi salah tingkah. Wajah Tiyas yang habis menangis dan bibirnya yang tersenyum dari jarak sedekat ini membuat Danar kehabisan oksigen.

"Tiyaaaass....ya ampun Ti gue cariin kemana-mana. " Rani dan Cindy muncul dari balik tembok.

"Ti, lo ga apa-apa kan? Tadi gue denger Dara abis maki-maki lo ya. Hampir aja gue tampar mulut tu anak." Rani terlihat sangat emosi.

"Nggak, gue nggak apa-apa."

"Kita worry banget dari tadi muter nyariin lo." Cindy berkata. Tiyas mulai berdiri bangkit dan berjalan menuju dua sahabatnya itu yang sibuk bersahut-sahutan bercerita.

Danar mundur perlahan berusaha tidak menampakkan diri. Sebenarnya ia masih ingin berlama-lama berdua saja dengan Tiyas, kapan lagi? Tapi Danar sudah cukup senang bisa sedikit menghibur Tiyas. Paling tidak temannya itu sudah bisa tersenyum lagi.

*** 

Beberapa hari atau minggu lagi berlalu. Danar tidak pernah menghitung waktu. Ia suka dengan dunianya, sobatnya Aji, kegiatannya di Paskibra sekolah. Ia tidak terlalu suka berlama-lama berada di rumah. Orangtuanya sangat kaku. Nilainya selalu dicermati, untungnya Danar tidak pernah mengecewakan mereka. Otaknya encer dan Danar sangat menggemari Fisika dan Matematika. Sekalipun kelakuannya tetap konyol khas anak SMA.

Kabar-kabar tentang geng Dara, Wisnu, Nia, Tiyas dan sebagainya masih jadi perbincangan hangat. Danar tidak mau ikut campur. Itu bukan urusannya. Beberapa kali ia melihat Wisnu menghampiri Tiyas, entah untuk apa. Dara pun makin terlihat manja dengan Raka. Ah, siapa perduli. Buat Danar banyak yang lebih penting dari masalah remeh temeh anak remaja. Ia sedang mempersiapkan diri untuk masuk universitas impiannya, dengan beasiswa. Jadi ia tidak mau pusing dengan apa-apa yang terjadi.

Danar masih melakukan rutinitasnya tidur siang dibawah pohon yang sama. Namun kali ini ia berharap Tiyas tiba-tiba muncul dari balik dinding di depannya. Diam-diam ia mulai menunggu Tiyas datang lagi, sekalipun yang ditunggu tidak kunjung datang.  

***

Suatu siang di halaman sekolah.

Danar sedang bersama tim Paskibra untuk berlatih di lapangan sekolah. Lapangan yang ia gunakan untuk latihan bersebelahan dengan lapangan basket yang juga sedang digunakan untuk latihan. Saat itu Danar sedang melatih adik kelas dibawahnya, jadi ia tidak ikut dalam barisan dan berdiri dekat dengan tim basket sekolah.

"Jadi masih jomblo nih Nu?" Dimas berkelakar pada Wisnu. "Eh ada adek kelas lucu namanya Ira. Sama dia aja udah, daripada ditolak Tiyas mulu."

"Cinta itu butuh perjuangan Dim."

"Perjuangan sama korban perasaan ya. Jangan lupa Nia masih sakit hati." Raka yang baru datang ikut-ikutan nimbrung. Wisnu tidak menanggapi. Memang hanya tersisa mereka bertiga yang masih berlatih. Latihan bersama tim basket junior sudah selesai 15 menit yang lalu. Ferdi masih tidak kelihatan keberadaanya.

"Ka, kesian itu Dara. Udah lah sama dia aja, kan cakep begitu. Paling cakep malahan. Gue ga ngerti kenapa lo jadi kayak orang bingung gitu." Dimas mulai lagi. Raka tidak menyahut konsentrasi merebut bola dari Wisnu.

Danar tidak bisa tidak mendengar pembicaraan mereka karena jaraknya yang dekat. Entah darimana datangnya Tiyas berlari ke tengah lapangan. Tanpa sadar Danar memperhatikan Tiyas. Raut wajah Tiyas seperti ragu dan tidak pasti. Matanya masih sedih sekalipun Tiyas saat itu tidak menangis.

Aji segera mengambil alih karena melihat gelagat Danar yang sudah sama sekali tidak memperhatikan bentuk barisan adik kelasnya.

"Nu, Wisnu." Tiyas menghampiri Wisnu. Bukan hanya Wisnu, Dimas dan Raka juga berhenti bermain.

Tubuh Wisnu yang tinggi menjulang berdiri berhadapan dengan Tiyas. "Kenapa Ti? Lo ga apa-apa kan? Kok buru-buru gitu?"

"Wisnu, kita pacaran aja. Mulai dari hari ini."

Danar hampir tersedak sekalipun ia tidak sedang minum. Raka dan Dimas sama kagetnya. 

"Ti, ini serius?"

"Iya. Serius." Tiyas langsung membalikkan badan dan berjalan meninggalkan lapangan.

Raka melemparkan bola yang ada di tangannya dengan emosi dan pergi. Wisnu masih terpaku di tengah lapangan. Danar berlari mengejar Tiyas.

"Ti, Ti. Tunggu Ti." Danar berusaha mensejajarkan langkah kakinya dengan Tiyas. Rani berada disisi Tiyas yang lainnya.

"Tiyas, lo serius itu tadi?"

"Iya Nar, gue serius." Tiyas kembali ke kelasnya mengambil tas dan melangkah pergi.

"Nar udah jangan ganggu Tiyas dulu sementara ini." Rani menahan Danar.

"Ada apa si Ran? Itu Tiyas serius suka Wisnu?"

"Kemarin malam gue ditelpon Tiyas. Dia bilang dia mau pacaran sama Wisnu. Dia ga bilang dia suka Wisnu. Katanya, perasaan Nia udah terlanjur ga bisa dia rubah. Nia udah terlanjur sakit hati. Paling nggak, dia ga mau bikin orang lain lagi sakit hati gara-gara dia. Dia ga mau Wisnu sakit hati. Begitu kata Tiyas ke gue semalem. Tiyas itu punya kecenderungan lebih mikirin perasaaan orang lain daripada perasaannya sendiri." Rani menghela nafas berat.

Danar bukan orang yang usil. Ia tidak akan perduli jika ini bukan Tiyas. Dia berlalu menuju tempat favoritnya di belakang sekolah. Dadanya kembali penuh sesak, Danar tidak tahu apa sebabnya. Ia terus memijit kepalanya yang tidak sakit. Biasanya ia tidak mau perduli dengan apapun yang menurutnya tidak penting. Lalu sejak kapan ini mulai penting untuknya? Kenapa Tiyas penting?

"Begoooooo!!!" Danar berteriak kesal.






Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro