Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 5 - Sahabat

Dimas, Ferdi dan Raka berada di lapangan basket sekolah sore itu. Sudah 30 menit mereka menunggu Wisnu sambil mulai berlatih basket. Namun yang ditunggu tidak kunjung tiba.

"Ka, lo ngerasa sikap Wisnu aneh ga siy?" Dimas bertanya sambil masih tidak menghentikan permainannya.

"Aneh gimana?"

"Ya Wisnu itu jadi kayak sibuk gitu. Kerumah Nia, ketempat Tiyas bolak balik. Gue ngerasa dia beda aja, gue ngerasa... ah tau deh. Paling ga pinter gue soal ginian."

"Wisnu suka sama Tiyas. Masa gitu aja lo ga tau Dim." Ferdi yang biasanya menjadi pendengar mulai bicara sambil masih men-dribble bola.

"Tuu...itu maksud gue Ka."

Raka sudah tahu sejak lama. Namun ketika itu diucapkan lantang oleh sobatnya rasanya ada sensasi panas dalam hatinya.

"Nia mau dikemanain?" Raka menyahut pendek. Ponsel Raka yang berada di pinggir lapangan berdering. Setelah menghentikan permainan basketnya sejenak, ia mengangkat telpon, berbicara sebentar lalu kembali bermain basket.

"Siapa? Dara? Siska? Lo serius ga siy Ka sama mereka." Dimas berujar.

"Nggak lah Dim. Gila kali gue. Gue suka sama cewek yang punya pendirian, ga lenjey dan ganjen."

"Kayak Tiyas gitu?" Ferdi bertanya tiba-tiba.

Raka memutar-mutar  bola di tangannya sebelum melemparkan ke dalam keranjang. "Mungkin."

"Ini ada apa-apaan siy sama Tiyas. Dia itu temen kita dari kelas satu. Gue ga bilang Tiyas ga menarik, Tiyas itu...cantik siy. Cuma cuek aja anaknya...Seksi juga kalo dia lagi debat OSIS."

"Eh muji-muji dia lagi gue lempar nih bola ke muka lo." Raka tidak suka mendengar perkataan Dimas.

"Point nya bukan itu Raka. Wisnu suka sama Tiyas, lo juga...dan kita kan udah temenan lama. Masa gara-gara Tiyas jadi berantakan."

"Kenapa jadi salah Tiyas, kenapa lo ga salahin sobat lo Wisnu itu yang suka sama cewek lain padahal dia masih punya pacar? Kenapa salah gue juga? Gue jomblo kok, Tiyas jomblo. Dimana salahnya?" Raka mulai panas dan berdiri berhadapan dengan Dimas sambil masih memegang bola.

"My Maaan...sabaar." Ferdi menengahi.

"Ka, coba lo pikir-pikir dulu deh. Apa lo bener-bener suka Tiyas? Apa bukan karena rencana usil lo aja buat gangguin Wisnu? Gue ga ada masalah kalian mau suka sama siapa aja. Asal....kita tetep temenan, oke?" Dimas mereda.

"Waduduh kenapa nih? Gue kelewatan apa?" Wisnu datang dan menaruh tas di pinggir lapangan.

"Nggak, itu si Dimas sama Raka lagi rebutan giliran." Ferdi cengengesan. "Abis darimana Nu?"

"Nia sakit. Gue kerumahnya dulu."

"Lho Ka, mau kemana?" Dimas bertanya.

Raka mengambil tasnya dan menjawab sambil melambaikan tangan. "Jemput Tiyas les." 

"Tiyas les besok, bukan hari ini." Wisnu menyahut sambil mendribble bola cuek.

"Kalo gitu gue mau kerumahnya. Kangen." Raka menjawab asal hanya ingin membuat Wisnu kesal. Ia berlalu meninggalkan kawan-kawannya di lapangan. 

Diperjalanan Raka memikirkan kata-kata Dimas. Apa benar ia tidak suka Tiyas, hanya kagum dan tertantang mungkin. Hanya karena ia merasa tidak mau kalah oleh Wisnu, hanya karena Tiyas adalah satu-satunya cewek yang acuh tak acuh pada Raka. Tapi jika begitu, kenapa rasanya nyaman berada bersama Tiyas. Raka bisa menjadi dirinya sendiri, tanpa harus jaga gengsi. Kesal karena bimbang dengan perasaannya, ia memacu motornya kencang. Berharap angin bisa menghilangkan keraguannya. 

 ***

Sore itu Tiyas duduk diruang tengah sambil menelpon sobatnya Rani. Sobatnya itu sedang menelisik, apa yang terjadi antara Tiyas dan Wisnu.

"Ti, jadi lo suka sama Wisnu?" Rani bertanya dari seberang telpon.

"Nggak lah Ran. Kok mikir gitu siy."

"Ti, nih ya gue kasih tahu. Gosip Wisnu suka lo itu udah santer banget Ti di sekolah. Gelagatnya Wisnu itu aneh sama lo Ti. Gue tau lo pasti sadar deh."

"Ran, udah lama kan kita sahabatan? Lo tau gue males pacaran kan?"

"Pacaran sama suka itu beda Ti. Lo bisa aja suka tapi ga pacaran. Jadi, lo suka Wisnu Ti?"

"Raaaniii....Wisnu itu pacar Nia Ran. Udah ya. Gue ga mau bahas ini lagi. Jadi kesel gue."

"Hehehe...iyaa iyaa. Gue kan cuma pingin tahu Ti. Bangga juga siy gue. Sobat gue yang cuek abis bisa dikejar-kejar sama Wisnu si kapten basket. Untung Kak Brama udah lulus." Rani terkekeh diseberang.

"Bangga dari Hongkong. Ribet tau jadinya, Gue jadi bingung ngadepin Wisnu, ga enak sama Nia. Belum lagi Raka..." Tiyas tidak melanjutkan kalimatnya.

"Raka? Kenapa Raka Ti?"

Tiyas memang tidak cerita pada siapapun soal kebersamaan dia dengan Raka. Hanya karena tidak mau menambahkan kesalah pahaman yang ada.

"Raka, Dimas sama Ferdi maksud gue... Ga enak juga gue jadinya sama mereka." Tiyas berusaha mengalihkan pembicaraan. "Ran, udahan dulu ya telponnya. Nanti tagihan telpon rumah gue bengkak nih."

Tiyas menutup telpon dari sobatnya. Ia mencoba mengingat-ingat. Kenapa Tiyas melewatkan isu antara dia dan Wisnu. Sudah 2 minggu ini memang jadwal Tiyas padat luar biasa. Sudah mendekati acara tahunan Pentas Seni, dan Tiyas benar-benar fokus pada persiapannya. 

Wisnu dan Tiyas berada di kepanitiaan yang sama di Pentas Seni tahun ini. Acara Pentas Seni diadakan hanya satu tahun sekali. Jumlah anggota kepanitiaan yang dibutuhkan lebih besar dari jumlah anggota OSIS itu sendiri. Karena alasan itu, semua ketua ekskul dan beberapa anggota ekskul terpilih masuk ke dalam kepanitiaan Pentas Seni. Terkadang rapat persiapan berlangsung sampai sore, karena itu Tiyas bersedia diantar pulang oleh Wisnu. Bukan karena alasan lain. Tiyas sudah menyimpulkan bahwa itu lah penyebab isu antara Wisnu dan dia beredar. Ia berjanji akan berusaha memperbaiki ini. Demi Wisnu dan Nia temannya.

***

Siang itu ketika bel pulang telah berbunyi.

"Ka, Raka..." setengah berlari Tiyas menghampiri Raka. Raka yang baru keluar dari kelasnya menoleh berusaha tidak berekspresi.

"Ka, gue boleh pulang bareng elo hari ini?" Entah kenapa Tiyas merasa gugup.

"Nggak. Gue ga bisa Ti." Raka mulai berjalan menyusuri koridor.

"Oh." Tiyas memendam kecewanya."Kenapa? Ada les ya?"

Raka berjalan menjauh dari Tiyas. Ekspresi Raka dingin. Refleks Tiyas mengikuti Raka.

"Nggak. Gue ga ada les. Gue cuma ga mau pulang bareng lo."

"Lho kenapa?" Tiyas terkejut. "Gue bikin salah ya?"

"Iya, lo bikin salah." Raka dan Tiyas masih berjalan beriringan menyusuri koridor.

"Gue salah apa? Apa gara-gara buku minggu lalu itu?"

"Pikir aja sendiri." Raka menyahut sinis dan langsung pergi meninggalkan Tiyas yang benar-benar bingung.

Raka sudah di kamarnya sore itu. Ia masih terganggu dengan sikapnya sendiri pada Tiyas siang ini. Sesungguhnya Raka merasa sangat marah. Marah karena cewek sepintar Tiyas mau terlibat affair dengan Wisnu, yang membuat teman-temannya menggunjing Tiyas. Raka tidak tahan dengan omongan-omongan kawannya tentang Tiyas dua minggu ini. Ditambah lagi pemandangan Wisnu dan Tiyas yang memang lebih sering bersama. Raka memang tidak aktif berorganisasi. Jadi ia tidak tahu berapa repotnya membuat suatu acara tahunan. Namun Raka masih tetap frustasi dengan semua asumsi-asumsinya. Kenapa harus Wisnu? Kenapa bukan cowok lain selain sahabatnya itu? Tapi jika Tiyas dengan yang lain, Raka pun tidak akan suka. Ia pun bingung berbuat apa. Marahkah? Atas apa? Tiyas bukan pacarnya. Sebelum makin menjadi, ia mengambil kunci motor dan bergegas ke rumah Dimas.

Di rumah Dimas.

"Mending lo telpon deh Ka. Minta maaf sama Tiyas. Tadi kan lo udah marah-marah sama dia. Mukanya lucu banget tu, kaget gara-gara lo marahin."

"Gimana mau minta maaf, orang gue marah kok sama dia." Dimas dan Raka duduk di teras depan rumah Dimas.

"Lo cemburu sama Wisnu?"

Raka diam tidak menjawab.

"Lo beneran suka Tiyas?"

"Gue cuma ga suka kalau ada yg jelek-jelekin dia, atau deket-deket sama dia."

"Ya itu namanya suka Boss..." Dimas nyengir.

"Nih ya, gue beneran ga pinter deh soal ginian nih...cinta-cinta an gini. Kalo Wisnu bukan sobat kita dan dia gangguin cewek lo, gue udah hajar duluan tu orang. Tapi, menurut gue Tiyas itu ga suka sama Wisnu."

"Gimana ga suka Dim, hampir tiap hari pulang bareng. Duduk deket2an, ketawa-tawa." Raka mulai gusar lagi.

"Boosss...Wisnu dan Tiyas itu panitia PENSI. Namanya panitia ya kerja bareng. Lo ga cemburu juga tu sama Rian, atau siapa tu ketua paskibra itu? Mereka kan juga kerja bareng."

"Gue ga cemburu Dim." Raka menampik.

"Ya apalah namanya kalo bukan cemburu." Dimas melirik kawannya sebelum mulai melanjutkan. "Tadi Tiyas nyamperin gue. Dia nanyain lo, dia bingung kenapa lo marah sama dia." Dimas melirik kawannya lagi.

Wajah Raka sedikit berubah."Terus lo jawab apa?"

"Gue cuma bilang, Raka lagi PMS Ti. Cuekin aja." 

"Sial. Kok lo jawab gitu?" Raka kesal mendengar Dimas tertawa.

"Gini ya, lo tuh ya mendingan pulang, mandi dulu sana ademin kepala. Gue udah bilang dari awal, gue ga perduli lo dan Wisnu suka sama siapa. Asal jangan sampe berantem."

"Iya lah gue cabut, udah kemaleman juga." Raka beranjak dari duduknya.

"Inget, jangan sampe kebawa mimpi. Mending mimpiin gue, sobat setia lo." Dimas kembali tertawa.

Raka tersenyum mendengar kekonyolan Dimas. Sobatnya yang satu itu memang unik. Badannya tidak tinggi besar, namun nyalinya melebihi besar tubuhnya. Konyol, sudah pasti.

"Eh Ka, tadi akhirnya si Tiyas balik bareng Danar gue liat. Danar nyamperin Tiyas siy abis lo marah itu."

"Ah lo tambah ngerusak mood gue aja lo. Wisnu aja belom kelar apaa lagi ini si Danar."

"Kayaknya Danar kesian gitu ngeliat Tiyas lo omelin. Mangkanya jangan ngomel-ngomel kayak nenek tua, nyesel kan?" Dimas kembali meledek Raka.

Setelah kembali berpamitan, Raka berlalu pulang.




Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro