Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 30 - The Lunch Celebration

Suasana SMA 1 pagi itu hening sekali. Siswa kelas 1 dan 2 diliburkan karena ujian akhir kelas 3 sedang berlangsung. Sudah satu minggu ini aura tegang menyebar seantero sekolah. Tapi hari ini adalah hari terakhir ujian berlangsung. Jadi sebentar lagi siswa kelas 3 akan merayakan habis-habisan. Penduduk kelas IPS pastinya sudah membawa  pilox warna-warni. Penduduk IPA sepertinya main aman dan hanya membawa spidol warna-warni.

Tiyas sudah yakin dengan pilihan jurusannya. Sementara Rani masih ragu. Sedangkan Wisnu akan mengambil jurusan ekonomi asalkan satu kampus dengan gadisnya. Raka juga sudah memilih. Ia sudah diterima di salah satu universitas bergengsi di Inggris jurusan bisnis. Rencana Raka adalah mengadakan acara makan-makan setelah ujian berakhir dirumahnya. Adella memaksa membantu menyiapkan segalanya karena memang dia sedang libur.

'Kriiiiiiiiiing' Suara bel terakhir terdengar sangat merdu untuk siswa kelas tiga. Ujian sekolah telah berakhir. Memang masih akan ada ujian masuk Perguruan Tinggi Negeri nantinya, tapi masa-masa mereka di SMA sudah hampir berakhir. Tidak akan ada PR, makalah, praktikum, ulangan harian atau ujian lagi yang membebani. Mereka bebas.

Seperti yang sudah diprediksi, euphoria kelulusan yang masih terlalu awal sudah terjadi. Mereka berhamburan keluar dari kelas-kelas dengan wajah bahagia walaupun mereka belum tahu hasil ujian mereka. Buat apa perduli, nikmati saja saat ini.

"Tiyaaaaassss Tiyaaaasss....udah selesaaiii Tiiiiii. Yuhuuuuuuu..." Rani dengan antusiasnya menghampiri Tiyas dikelas yang hanya tersenyum tenang.

Kelas Tiyas pun sedang ramai dengan pembicaraan seputar soal ujian dan kelulusan.

"Iya...iya. Semangat banget." Tanpa terasa semangat Rani menular dan Tiyas mulai merasakan antusiasme yang sama. Akhirnya setengah bebannya menghilang. Lega rasanya.

"Ti, Raka tadi bilang kita semua diundang ke rumahnya. Dia udah siapin lunch celebration gitu. Ikutan ya Tiii...pleaseee."

"Lah kemarin lo yang bilang gue ga boleh maafin Raka. Sekarang lo begini. Ada apa nih?"

"Rumahnya Raka gedee banget Tii...gue pingin masuk. Pestanya pasti di pinggir kolam renang. Kan keren tuuuh Ti. Hampir semua anak IPS kesana kok. Mana ada yang nolak traktiran juragan Raka. Jadi ikutan ya Tiii...pleasee."

Tiyas ragu. 'Apakah Wisnu juga datang?' Tiyas tidak mau mulai bertengkar lagi dengan Wisnu.

"Wisnu dateng kok, sebentar lagi dia kesini. Masih coret2an tuh sama anak-anak IPS lainnya." Rani seperti bisa membaca pikiran Tiyas.

"Iya ya udah kalau Wisnu dateng, gue dateng. Raymond mana?"

"Ya masih sama cowok-cowok itu di lapangan. Yuk cepetan ikutan coret-coretan."

"Sayang baju Raan...disini aja coret-coretannya." Tiyas mengeluarkan buku tahunannya.

"Ga mau, pokoknya gue mau gambar love yang gedeee di baju lo pake pilox."

"Ti..." Danar menghampiri Tiyas yang ingin beranjak dari kursinya. "Mau ngomong sebentar boleh? Sebentar aja."

Sebelum Tiyas menyahut Danar menarik lengan Tiyas. Sudah berbulan-bulan Danar menimbang-nimbang. Sekalipun Tiyas sudah memaafkannya tapi masih ada yang mengganjal dihatinya. Danar bukan pengecut dan ia tidak mau mulai menjadi salah satunya. Jadi sebelum semua keberaniannya habis hari ini untuk berhadapan dengan Tiyas, maka ia harus mengatakannya pada Tiyas. Sekarang juga.

"Eh...eh jangan pegang-pegang temen gue." Rani protes namun tetap menghargai privasi dengan tidak mengikuti mereka.

Danar membawa Tiyas ke tempat dimana pertama kali Tiyas menangis di sekolah dan Danar ada untuk menghiburnya.

"Ti..." Danar berdiri dihadapan Tiyas yang bingung, masih memegang lengan Tiyas. Dia menghela nafas sebelum melanjutkan. "Anindi Tiyas, sekalipun lo udah dengan sangat baik hati maafin gue tapi gue memutuskan untuk bilang sama lo hari ini. Sebelum semua keberanian gue habis. Jangan salah sangka, gue tidak berharap apapun."

"Apa yang mau diomongin Nar?"

"Gue suka...jatuh cinta sama lo Tiyas. Sudah dari kelas 2 waktu kita mulai sekelas bareng. Insiden konyol waktu itu, karena gue ga tahan lihat cowok-cowok itu. Gue...." Danar menelan ludahnya. "...cemburu. Sekalipun gue tahu gue ga punya hak untuk cemburu."

Rani pernah berkata soal ini pada Tiyas, tapi tetap saja Tiyas terkejut dan tidak bisa berkata apa-apa. Selain itu Tiyas merasa sedikit kasihan dengan Danar. Dia menyimpan perasaannya hampir dua tahun lamanya. Pasti dia pun menderita.

"Dan lo ga perlu kasih jawaban apapun Ti. Gue paham banget perasaan lo untuk siapa. Yah daripada Raka gue lebih rela sama Wisnu." Danar tersenyum kecil.

"Danaar..jangan mulai hayoo jelek-jelekin orang."

"Hehehehe...sorry. Ga tahan."

"Jadi, Anindi Tiyas temen gue yang cantik. Maafin gue buat semuanya. Jaga diri baik-baik ya." Danar mengulurkan tangannya dan tanpa diduga disambut dengan pelukan Tiyas.

"Jangan mikir macem-macem ya. Ini untuk semua waktu yang lo habiskan buat menghibur gue dulu, buat contekan lo yang sangat berguna dan buat semua waktu lo mikirin gue atau sakit hati karena gue. Maaf gue ga bisa kasih apapun lebih dari ini. Tapi, gue udah maafin lo Nar. Lo temen gue yang paling baik setelah Rani dan Cindy." Tiyas menyudahi pelukannya. 

Jantung Danar ingin melompat dari tempatnya. Tubuhnya masih kaku sekalipun Tiyas sudah kembali berdiri tegak dihadapannya.

"Nar...Danar.."

"Eh iya Ti. Ga apa-apa kok gue. Makasih ya Ti." Mereka berjabat tangan. Setelah itu Tiyas berlalu.

Seluruh beban dalam dadanya hilang. Sekalipun cinta pertama Danar tidak berbalas tapi ia sudah cukup puas dengan semua. Senyum Danar mengembang sampai akhir minggu.

***

Di rumah Raka.

Pukul 3 sore tamu mulai berdatangan. Sebagian besar masih mengenakan seragam SMA, sebagian lagi sudah berganti pakaian. Rumah keluarga Nugraha memang sangat besar. Terdiri dari 2 paviliun. Paviliun pertama yang lebih kecil adalah untuk menjamu tamu penting dari kalangan bisnis orangtua Raka dan paviliun yang lain adalah yang ditinggali sehari-hari oleh keluarga Nugraha. Kedua paviliun itu dibatasi oleh kolam renang besar ditengahnya dan taman yang sangat tertata apik.

Dimas, Ferdi dan Wisnu sudah hafal benar dengan rumah itu. Sementara untuk siswa lainnya termasuk Tiyas dan Rani ini adalah kali pertama. Jadi sudah dapat dipastikan decakan kagum dan pandangan yang terheran-heran tergambar di wajah mereka. Pestanya sendiri diadakan di paviliun keluarga. Ruang makan yang besar pintu-pintu gesernya dibuka lebar agar langsung punya akses ke kolam renang dan taman di tengah bangunan. Meja-meja prasmanan berisi dengan semua jenis hidangan cemilan sampai ka makanan berat dan minuman.

Della sudah menyambut semua tamu dengan riangnya. Ia bahkan sudah mendekor ruangan hingga lebih meriah. 

"Del, kok dekornya rame banget siy." Raka protes sambil menarik Della ke dalam dapur.

"Ya Tuhan Ka, itu cuma tulisan 'Congratulation' doang Ka. Rame dimananya si?"

"Hhhh...lagian lo ngintil banget juga si. Ini kan acara senior. Udah sana pulang dulu."

"Ga mau, enak aja. Gue udah capek-capek panggil catering, tukang dekor, dandan begini, disuruh pulang. Ogah."

"Della..please deh."

"Raka, gue ga bakalan gangguin lo deh. Bilang aja gue sepupu lo, beres kan? Gue even ga bakalan gangguin lo kalo lo mau beduaan sama Tiyas. Sana deh, paling ribut lagi ntar sama Wisnu." Della terkekeh.

"Gue jitak lo ngeledek gue lagi." Raka kesal. "Lagian lo tu beneran ga jealous ya sama Tiyas?"

"Nggak." Della menggeleng.

"Gue cinta sama dia Del, bukan sama lo."

"Biarin. Emang gue pikirin. Abis ini nih, gue bakalan bikin lo jatuh cinta sama gue. Tiyas kan ada Wisnu." Della menjulurkan lidahnya kekanakkan.

"Eh anak kecil, berani-beraninya lo." Raka mencubit pinggang Della marah namun malah disambut cekikikan Della.

Mama Raka masuk ke dapur tiba-tiba sambil berdehem. "Di luar banyak tamu. Hayo, disambut dulu tamunya. Nanti kalau sudah, bisa berduaan lagi."

"Mam, Della nih rese. Usir pulang Mam."

"Eh yang minta aku siapin semuanya itu Mami kamu. Ya Mam?"

Mama Raka mengangguk-angguk tersenyum.

"Mam, aku ga mau ah tunangan-tunangan gini. Rese lagi tunangannya. Aku cinta sama cewek lain Mam." Raka mulai merajuk kekanakkan. "Dan dia ada disini."

"Lho yang mana anaknya?" Mama Raka menyahut tenang. "Kok Mama ga pernah dikenalin?"

"Soalnya ceweknya cintanya sama Wisnu Mam, mangkanya ga pernah dibawa Raka kesini."

Raka kembali mengejar Della untuk membungkam mulutnya. Sementara Della bersembunyi dibalik tubuh Mama Raka.

"Ooo akhirnya ya, kamu belajar juga. Kalau ga semuanya bisa kamu punya Raka. Bagus itu, Mama jadi pingin kenal biar Mama kasih restu dia sama Wisnu." Mama Raka ikut menghalau Raka agar menjauh dari Della. "Jadi sekarang tinggal belajar menghargai apa yang ada dihadapan kamu ya." Mama melirik Della disambut senyum sumringah calon menantu kesayangannya.

"Ya Tuhan Mami jahat banget. Ini aku masih sakit hati Mam. Lagian ogah. Ga mau sama Della Mam, sama yang lain aja." Raka masih terus berusaha menggapai Della.

"Bener ga mau sama Della? Kalau ga mau kenapa sekarang malah berduaan di dapur dan kejar-kejar Della begini kayak film India."

"Aku mau jitak Della. Kesel." 

Della berlalu dari dapur sambil masih tertawa. Sebelum Raka juga keluar Mamanya menarik lengannya.

"Raka, Mama ga minta kamu langsung jatuh cinta sama Della atau nikah besok juga. Jalan kamu masih panjang. Sekolah dulu yang baik sekarang. Tapi untuk pertimbangan kamu nantinya, coba diinget, setiap kamu sakit atau butuh teman bicara, siapa yang selalu berusaha ada? Waktu kamu tabrakan mobil tempo dulu atau mabuk karena patah hati beberapa bulan yang lalu, siapa yang temani kamu? Della memang lebih muda dari kamu. Tapi dia itu lebih dewasa dari kamu. Itu yang Mama suka. Kalau pada akhirnya kamu tidak memilih dia, Mama tidak keberatan. Tapi Della benar-benar sayang kamu Raka. Mama bisa lihat itu."

Mulut Raka terkunci tidak bisa bicara. Apa yang Mamanya bilang benar adanya. Della memang terkadang kekanakkan, namun Della selalu ada. Kapan saja Raka menelpon, sekalipun hanya iseng. Della juga tidak pernah cemburu berlebihan pada semua perempuan-perempuan Raka di sekolah. Hatinya memang bukan untuk Della saat ini. Masih ada banyak Tiyas, entah untuk berapa lama. Tapi bagaimana jika Della setia menunggunya. Raka hanya pasrah akan waktu, karena saat ini ia tidak punya jawabannya.







Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro